jpnn.com - "HARI yang ditunggu tiba," kenang Ibu Soed dalam buku Sumbangsihku Bagi Pertiwi, "hari untuk mengucapkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928."
Hari itu, ungkapnya, "untuk pertamakalinya lagu Indonesia Raya diperdengarkan kepada umum. Saya mengiringinya dengan biola. Hanya instrumental saja karena lagunya tak boleh dinyanyikan."
BACA JUGA: Si Patai, Robinhood Padang Kota (2)
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
Ya, Ibu Soed yang dikenal sebagai pangarang lagu anak-anak ternyata hadir dan mengambil peran penting dalam peristiwa Sumpah Pemuda. Peristiwa bersejarah yang hingga hari ini diperingati saban tahun.
BACA JUGA: Si Patai, Robinhood Padang Kota (1)
Tak hanya bermain biola. Pengarang lagu Burung Kutilang dan Tik Tik Bunyi Hujan tersebut juga ikut menggalang dana untuk perhelatang Kongres Pemuda.
"Di Batavia (sekarang Jakarta--red)," tulisnya, "kegiatan kami berkisar pada pencarian dana. Terutama untuk membayar gedung Kramat 106."
BACA JUGA: Dibuang dari Jawa, Samin Surosentiko jadi Penduduk Padang
Gedung Kramat 106 adalah markas pemuda, dan di tempat inilah Sumpah Pemuda dicetuskan pada 28 Oktober 1928. Sekarang bangunan itu jadi Museum Sumpah Pemuda.
Dengan cara apa Ibu Soed mencari dana? "Kemampuan saya musik. Ya main biola dan menyanyi atau main sandiwara."
Jong Indonesia
Saat berusia 19 tahun, Saridjah Niung--itulah nama asli Ibu Soed-- bergabung dengan Jong Indonesia atau Indonesia Muda. "Tepatnya, jika saya tak salah ingat, saya menjadi anggota Indonesia Muda pada tahun 1928."
Jong Indonesia yang dibentuk di Bandung, 20 Februari 1927. Di koran Sin Po edisi pekan itu, wartawan Wage Rudolf Supratman menulis, Jong Indonesia didirikan antara lain oleh Suwiryo, Sutan Sjahrir, Yusupadi, Halim, M. Tamzil, Atapermana dan Natakusumah.
Jong Indonesia dideklarasikan setelah sebelumnya bermunculan Jong Sumatranen, Jong Batak, Jong Java, dan jong-jong lainnya.
"Saya sendiri tidak pernah memasuki salah satu Jong itu, akan tetapi langsung menjadi anggota Jong Indonesia atau Indonesia Muda untuk urusan kebudayaan," tutur Ibu Soed.
Di organisasi itu, ia menjabat Sekretaris I Pengurus Besar Keputrian.
"Pada masa-masa inilah saya akrab dengan tokoh-tokoh tak asing lagi seperti Mr. Moh. Yamin, Mr. Asaat, dr. Rusmali, Mr. Tamsil, Dr. A.K. Gani, Lena Mokoginta, Bahder Djohan, Rusli dan lainnya."
Lebur ke dunia pergerakan, Ibu Soed yang tadinya hanya menulis lagu tentang keindahan alam, mulai mengarang lagu Tanah Airku.
Lagu Tanah Airku, Ibu Soed membuka rahasia, "adalah jeritan hati saya sendiri yang saya yakin juga dirasakan oleh bangsa kita…Tanah airku tidak kulupakan, kan terkenang selama hidupku. Biar pun saya pergi jauh, tidak kan hilang dari kalbu…"
Di kemudian hari, perempuan kelahiran Sukabumi, 26 Maret 1908 itu juga mengarang lagu Berkibarlah Benderaku dan Hymne Kemerdekaan.
Saridjah Niung dikenal sebagai Ibu Soed setelah menikah Bintang Soedibjo; Ny. S. Bintang Soedibjo.
Nah, mengenang peristiwa Sumpah Pemuda 88 tahun yang lalu, berikut kami cuplikan nukilan Ibu Soed…
Tak dapat saya gambarkan perasaan bahagia, haru dan bangga dalam diri saya. Berdiri menggesek biola, memainkan lagu Indonesia Raya.
Dalam pertemuan-pertemuan Indonesia Muda, sudah biasalah kami menyanyikan lagu Indonesia Raya dan saya mengiringinya dengan gesekan biola.
Akan tetapi pada hari Sumpah Pemuda ini, untuk pertamakalinya lagu Indonesia Raya diperdengarkan kepada umum. Saya mengiringinya dengan biola. Hanya instrumental saja karena lagunya tak boleh dinyanyikan.
Sayangnya, di pentas sejarah nasional Indonesia, hanya Wage Rudolf Soepratman, sang pengarang lagu itu yang disebut menggesek biola menyenandungkan Indonesia Raya saat Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Agaknya, perlu lah patung Ibu Soed disandingkan dengan patung Wage Rudolf Soepratman yang sedang menggesek biola (lihat foto) di diorama Museum Sumpah Pemuda, Jakarta. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahoyak Tabuik, Pesta Pantai Terbesar di Pantai Barat Sumatera
Redaktur : Tim Redaksi