“Inpres tersebut hampir sama dengan Inpres Nomor 2 tahun 2007 tentang rehabilitasi dan revitalisasi kawasan Eks PLG yang belum berjalan sampai sekarang
BACA JUGA: Nelayan Filipina Ditangkap
Selain itu, kami melihat hutan alam primer tidak dikenal dalam tata kebijakan di sektor kehutanan dan merupakan upaya pengkaburan dari objek moratorium yang seharusnya berlaku untuk hutan alam,” kata Direktur Walhi Kalteng, Arie Rompas.Menurutnya, Inpres tersebut hanya berlaku dikawasan hutan konservasi, kawasan lindung, Kawasan hutan produksi serta kawasan gambut
“Melihat konteks Kalteng sebagai percontohan REDD+ seperti di peta, kami perkirankan sedikit wilayah hutan di Kalteng bisa terselamatkan, karena peta tersebut menjadi pembenaran melakukan konversi hutan di kawasan masuk dalam peta inidikatif moratorium dan sudah diberikan izin untuk konsensi investasi untuk perkebuan sawit, HPH/HTI dan pertambangan,” ujarnya.
Dijelaskannya, wilayah menjadi objek moratorium di Kalteng merupakan wilayah hutan lindung seperti hutan lindung Batu Batikap dan Sapat Hawung, wilayah Taman Nasional Sebangau dan Tanjung Puting dan wilayah Suaka Marga Satwa Lamandau dan wilayah gambut
Tidak hanya itu, lanjut Arie, seperti Blok E dikawasan eks PLG berstatus kawasan lindung namun sayanganya kawasan tersebut juga sudah menjadi site kerja oleh lembaga konservasi international bukan dikuasai oleh masyarakat lokal.
“Sedangkan wilayah gambut di Kalteng seluas 31, juta hektare, namun luasan itu tidak utuh menjadi objek moratorium, karena 774.574,86 diberikan izin kepada perkebunan kelapa sawit sebanyak 118 dan 13 izin tambang (KP) yang tidak dipengaruhi oleh Inpres ini,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Arie diwilayah perlindungan masyarakat adat seperti pukung pahewan dan kaleka lewu, konsep pengeloalaan hutan secara tradisional tersebar di wilayah pedalaman Kalteng masih terancam oleh konversi hutan oleh dan perkebunan sawit dan pertambangan tidak manjadi pertimbangan dari inpres tersebut.
“Melihat kenyataan ini, kami yang tergabung dalam Jaringan Penyelamatan Hutan dan Gambut Kalimantan Tengah menegaskan akan terus melakukan upaya-upaya yang serius dalam menyelamatkan hutan dan sumber-sumber penghidupan rakyat dikalteng dengan terus melakukan advokasi dan monitoring atas implemantasi kebijakan moratorium ini,” ujarnya.
Arie menegaskan, seharusnya moratorium didasarkan prasyarat, indicator social dan lingkungan sehinga moratorium atau jedah konversi hutan berlaku efektif, didasarkan sebagai perbaikan atas kelola kehutanan, penegakan hukum
BACA JUGA: Peternak Unggas Siaga Flu Burung
BACA JUGA: Wisatawan Keluhkan Jalanan Menuju Pantai Anyer
“Upaya resolusi konflik bagi kepastian ruang-ruang kelola masyarakat untuk menjamin hutan memberikan kesejahteraan bagi rakyat yang hidup di sekirat hutan dan mampu secara efektif menurunkan emisi dari deforestasi hutan sebagai tangung jawab Indonesia sesuai janji dan komitmen Presiden SBY dalam pertemuan G20 di Pitsburg dan implementasi LOI antara Indonesia dengan Norway,” pungkasnya.(dot)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tambang di Lahaan Sawit Distop
Redaktur : Tim Redaksi