JAKARTA - Mabes TNI merespons perintah presiden untuk membatasi penerbangan pesawatnyaKendati begitu, TNI akan memilah dulu mana saja pesawat yang sementara dikandangkan atau tidak diterbangkan
BACA JUGA: KPK Hati-hati Sikapi Miranda
"Harus ada proses pemilahan supaya tugas pokok tidak terganggu," tutur Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen saat dihubungi Jawa Pos, Minggu (14/6)
Sebelumnya, saat di Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (13/6), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan Panglima TNI Jenderal agar membatasi penerbangan pesawat TNI
BACA JUGA: Ketua DPR Desak Pemerintah Audit TNI
SBY juga minta Dephan dan Mabes TNI menyelidiki seluruh penyebab kecelakaan secara tuntasBACA JUGA: Tanpa Wartawan, KPK Bukan Apa Apa
Menurut Sagom, sebenarnya perintah presiden itu sudah dilaksanakan TNI sejak lama"Tidak mungkin pesawat tak layak kita izinkan terbang," terangnyaKarena itu, TNI tetap mencermati perintah presiden secara hati-hati
"Kita siap melaksanakan perintahTapi, tentara juga harus rutin dalam misi pengangkutan dan misi patroliIni yang tidak boleh terganggu," katanya.
Jenderal bintang dua itu juga menegaskan, masing-masing angkatan mempunyai sistem evaluasi terpusat yang sudah berjalan"Tidak perlu ada tim khusus," katanya
Misi pengangkutan adalah misi rutin TNI dalam membantu tugas pokok pemerintahMisalnya, ketika diminta membantu perjalanan dinas pejabat negara dengan pesawat khusus atau mengirim kebutuhan pokok ke daerah-daerah sulit dengan menggunakan pesawat Hercules
Sedangkan misi patroli rutin adalah misi sehari-hari yang dilakukan oleh satuan-satuan penerbangan TNI-AUMisalnya, Skadron 11 Sukhoi di Makassar dan Skadron Boeing Pengintai"Misi-misi itu tidak bisa dibatasiKarena itulah, tugas pokok TNI untuk menjaga kedaulatan," jelas Sagom
Mantan Kadispen TNI-AU itu menegaskan bahwa perintah presiden akan direspons secara profesional"Kita tetap melaksanakan penerbangan-penerbangan rutin, namun dengan prinsip efisien," katanya.
Secara terpisah, peneliti militer Rizal Darmaputera menilai perintah presiden membatasi penerbangan agak terlambat"Seharusnya itu tak perlu menunggu pesawat jatuh," komentar direktur Lembaga Studi Pertahanan dan Strategi Indonesia itu
Tetapi, dia menilai saat ini Indonesia dihadapkan pada masalah krisis pengamanan kedaulatan, seperti di wilayah Ambalat"Kalau pengertian dikurangi atau dibatasi itu tidak ditafsirkan secara lugas, justru akan menimbulkan kebingungan di level pelaksana, yakni TNI itu sendiri," katanya
Menurut Rizal, pangkal musibah penerbangan militer di Indonesia tetap terkait masalah budgeting (anggaran) perawatan pesawatMisalnya, TNI-AU hanya dijatah Rp 100 miliar untuk biaya operasional perawatan rutinPadahal, satu Hercules saja butuh biaya Rp 80 miliar"Karena itu, TNI AU harus segera melakukan pembenahan totalKalau perlu, secara frontal," usulnya.(rdl/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK: Inspektorat Jangan Tepuk Tangan Saja
Redaktur : Tim Redaksi