jpnn.com, KALIMANTAN SELATAN - Investasi pertambangan dan pabrik pengolahan bijih besi PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) di Pulau Sebuku, terhambat izin Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Padahal, sejak SILO beroperasi pada 2004 hingga 2016, tidak pernah mengalami kendala perizinan termasuk dari Pemprov Kalsel.
BACA JUGA: Jokowi Ngebet Investasi dan Buruh Asing Dipermudah, Tapi...
"Kami tidak tahu apa alasan Pemprov Kalsel belum juga mengeluarkan izin yang kami perlukan. Namun, sejak 2016, izin kami sepertinya dihambat, kami tidak tahu kenapa bisa seperti ini," kata Direktur Operasi SILO Henry Yulianto di Jakarta, Kamis (1/2).
Semestinya, katanya, Pemprov Kalsel mendukung keberadaan SILO karena merupakan satu-satunya perusahaan yang kini beroperasi dan menjadi tumpuan hidup warga Pulau Sebuku.
BACA JUGA: Investasi di Sektor Pertanian Masih Sangat Seksi
Menurut Henry, pada 24 Oktober 2016, pihaknya telah mengirimkan surat kepada BP DASHL Barito yang ditembuskan ke Dinas Kehutanan Pemprov Kalsel perihal permohonan calon lokasi rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS).
Namun, hingga kini belum ada tanggapan dari pemprov. Dia mengatakan permohonan pemprov tersebut diperlukan untuk memenuhi permintaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai surat No 59/1/IPPKH/PMDN/2016 tertanggal 5 September 2016.
BACA JUGA: Jokowi Ingatkan Pemda Tak Keluarkan Perda Penambah Ruwet
Menurut dia, dampak tidak diprosesnya permohonan oleh Pemprov Kalsel, menyebabkan perusahaan menghentikan operasional yang berimbas pada perumahan karyawan dan akan berlanjut pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Dalam satu tahun terakhir karyawan sudah berkurang 300 orang dan tidak menutup kemungkinan 500 karyawan yang kini masih aktif mengalami hal yang sama," katanya.
Kondisi tersebut, menurut Henry, berdampak langsung kepada masyarakat Pulau Sebuku karena selama ini warga setempat mengandalkan pendapatan dari pengoperasian SILO.
Terlebih, SILO beroperasi di Pulau Sebuku, Kalsel memiliki izin usaha pertambangan bijih besi seluas 12.000 ha.
"Tidak beroperasinya SILO selain meresahkan karyawan, juga warga setempat yang menggantungkan ekonominya dari kami. Dari sekitar 5.000 warga Sebuku, 3.000 waga di antaranya tergantung dari operasi SILO," katanya.
Saat ini, perusahaan tengah membangun sebanyak empat unit pabrik pengolahan (smelter) dengan kapasitas total 6,3 juta ton bijih besi dengan rencana produksi "sponge ferro alloy" sebanyak 2,2 juta per tahun.
Keseluruhan kapasitas "smelter" dengan nilai investasi 180 juta USD tersebut ditargetkan rampung 2021.
Pengoperasian satu "smelter" tersebut lah kini terhenti dan berdampak pada perusahaan, karyawan, dan warga sekitar.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Investasi Tersendat, Jokowi Panggil semua Gubernur
Redaktur & Reporter : Yessy