jpnn.com, JAKARTA - Kelanjutan eksekusi terpidana mati oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) masih belum jelas. Jaksa Agung Prasetyo mengakui banyak kendala yang dihadapi untuk mengeksekusi terpidana mati.
Dari sisi aspek yuridis, Prasetyo mengatakan ada beberapa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru menyatakan tenggat waktu pengajuan grasi tidak dibatasi.
BACA JUGA: Kejagung Diminta Transparan soal Biaya Eksekusi Mati Jilid 3
“Kalau dulu dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi dibatasi waktunya hanya satu tahun paling lambat setelah perkara inkracht, sekarang tidak dibatasi lagi kapan saja dia nyatakan mengajukan grasi,” kata Prasetyo di sela-sela rapat kerja dengan Komisi III DPR di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/3).
Kendala lain, kata Prasetyo, adalah pengajuan peninjauan kembali (PK) bisa lebih dari satu kali. Nah, kata Prasetyo, dalam eksekusi mati, semua aspek yuridis harus terpenuhi terlebh dahulu. “Kalau aspek yuridisnya terpenuhi, semua tinggal ditembak saja sesuai tata cara proses hukum mati di negara kita,” ungkapnya.
BACA JUGA: Pembentukan Densus Tipikor Ditunda, Prasetyo: Setuju Dong
Dia mengatakan cukup banyak terpidana yang akan dieksekusi jika seluruh aspeknya terpenuhi. Namun, kata Prasetyo, kebanyakan dari mereka mengulur-ulur waktu dengan memanfaatkan putusan dan dinamika perkembangan hukum yang ada.
“Ketika mau dieksekusi ya ‘saya masih mengajukan PK atau grasi’. Kapan PK diajukan? Kapan grasi diajukan? Itu tidak ada lagi batasan waktunya dan itu menjadi persoalannya,” katanya.
BACA JUGA: Jaksa Agung Ogah Gabung Densus Tipikor
Prasetyo mengatakan kejaksaan juga ingin mengeksekusi mati terutama terhadap terpidana narkoba. Sebab, itu merupakan tindak pidana serius yang telah banyak memakan korban.
Prasetyo mengatakan, sekarang tidak kurang 50 juta warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba. Lima juta dari 50 juta itu tidak bisa disembuhkan lagi. Selain itu, setiap harinya tidak kurang 40 hingga 50 orang meninggal karena narkoba.
“Ini yang menjadi concern kami. Saya apalagi, saya gregetan kapanpun saatnya kalau bisa eksekusi mati kami eksekusi, kenapa tidak? Saya sudah buktikan selama saya jadi jaksa agung 18 orang kami eksekusi,” ungkapnya.
Menurut dia, pro kontra hukuman mati tidak hanya di dunia internasional, melainkan juga di dalam negeri sendiri. Setiap mengeksekusi, kata dia, banyak komentar negatif oleh pihak yang kontra dengan hukuman mati. Bahkan ada yang menuding sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Dia mengatakan memang sebagian besar negara di dunia sudah menghapus hukuman mati. Namun, tegasnya, hukum positif di Indonesia masih mengatur hukuman mati. “Kami tidak ada piihan lain untuk tidak harus melaksanakan ketika memang seluruh aspeknya terpenuhi,” ujarnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusman Sudah Membayangkan Dieksekusi Mati
Redaktur & Reporter : Boy