Jaksa Agung: Jokowi Wacanakan Penyelesaian Kasus HAM Berat Tanpa Proses Hukum

Jumat, 25 September 2015 – 21:20 WIB
Menurut Jaksa Agung Prasetyo. FOTO: JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Keinginan pemerintah menyelesaikan dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu dengan cara rekonsiliasi semakin menguat.

Apalagi, cara rekonsiliasi itu diklaim sudah disepakati Presiden Joko Widodo dengan pertimbangan matang.

BACA JUGA: DPR Apresiasi Kemenag Terkait Tragedi Mina, Ini Alasannya

Menurut Jaksa Agung Prasetyo, sebelumnya Presiden sudah menyampaikan wacana dan tawaran, gagasan atau harapan yang disiapkan pendekatan non yudisial yakni rekonsiliasi atau penyelesaian kasus HAM berat tidak melalui proses di pengadilan.

Menurut Prasetyo, cara rekonsiliasi itu telah dipertimbangkan matang-matang, mengingat kasus dugaan pelanggaran HAM sudah lama terjadi sekitar 50 tahun yang lalu.

BACA JUGA: Tiap Hari 3-5 Pesawat Asing Tak Berizin Melintas, Termasuk Tempur

Nah, kata dia, tentunya untuk mencari bukti, saksi, maupun tersangkanya akan sulit dan terkendala.

“Kalau pun ada, itu chaos kan, siapa berbuat apa juga sulit ditentukan. Karena itulah tentunya kami bisa menempuh cara rekonsiliasi,” kata mantan anak buah Surya Paloh di Partai Nasdem ini, di Kantor Kejaksaan Agug, Jakarta, Jumat (25/9).

BACA JUGA: Ahli Sebut Gugatan Praperadilan PT VSI Janggal

Menurut dia, cara rekonsiliasi juga dibenarkan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000, menurut Prasetyo, memberikan peluang penyelesaian pelanggaran HAM berat dengan cara rekonsiliasi.

Hanya saja, lanjut Prasetyo, saat ini untuk proses rekonsiliasi masih dalam tahap koordinasi dengan instansi terkait. Sebab, proses itu dilakukan tak hanya oleh kejaksaan melaainkan juga dengan Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) maupun pihak lainnya.

“Kami juga akan melibatkan pihak-pihak terkait,” bebernya.

Sebelumnya, Kejagung mengklaim telah menyelesaikan tiga dari 10 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Ketiga kasus tersebut adalah kasus Timor-Timor, Tanjung Priok, dan Abepura.

Adapun tujuh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu lainnya masih diusut yakni tragedi kasus penghilangan paksa beberapa aktivis pada tahun 1997/1998, tragedi Trisakti 1998, peristiwa berdarah di Talangsari 1989, tragedi Wasior, kasus tahun 1965-1966, dan kasus penembakan misterius (petrus) 1982-1985.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... UU Pemda Dinilai Merampas Otonomi Kabupaten dan Kota, Ini yang Mesti Dilakukan Jokowi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler