jpnn.com, JAKARTA - Jaksa penuntut hukum menilai Basuki Tjahaja Purnama bersalah, atas tudingan penodaan agama. Namun anehnya, jaksa hanya menuntut Ahok -panggilan akrab Basuki- hanya dengan hukuman setahun penjara, dengan masa percobaan dua tahun.
Menurut Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Mudzakir, ketika jaksa menyatakan Ahok bersalah, harusnya mempertimbangkan sejumlah hal. Antara lain, apakah terdakwa menyesali perbuatannya atau tidak.
BACA JUGA: Hina Gambar Nabi Muhammad, Pria Ini Dibekuk
"Kalau melihat dari proses, jaksa menyatakan terbukti, harusnya mempertimbangkan apakah ada faktor memberatkan, meringankan selama proses hukum," ujar Mudzakir kepada jpnn.com, kemarin.
Mudzakir berpandangan, selama ini yang terlihat justru unsur yang memberatkan Ahok. Antara lain, mantan Bupati Belitung Timur ini tidak pernah sekali pun menyesali perbuatannya.
BACA JUGA: Ahok Dituntut Satu Tahun Penjara, Djarot: Beliau Sabar dan Tangguh
"Di televisi Ahok memang pernah meminta maaf, tapi bukan karena perbuatan yang membawanya harus menghadapi proses hukum. Beliau meminta maaf pada masyarakat. Mestinya ini faktor memberatkan," ucap Mudzakir.
Karena Ahok tidak ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka maupun terdakwa, jaksa kata Mudzakir, juga harusnya memonitor. Apakah selama proses hukum, terdakwa melakukan pengulangan atas perbuatan yang disangkakan.
BACA JUGA: Kecemasan Fahri Hamzah soal Tuntutan Ringan Ahok
"Kita lihat, kan ada pelaporan lagi (terhadap Ahok,red). Atas tudingan melakukan penodaan terhadap agama juga. Ini menurut saya, jaksa harusnya mempertimbangkannya juga. Karena kan dia selama ini enggak ditahan," tuturnya.
Faktor lain, jaksa kata Mudzakir, harusnya juga mempertimbangkan, bahwa dalam dugaan tindak pidana penghinaan, ukurannya bukan fisik, tapi psikis.
"Ini ukurannya tak tampak, kerugiannya imaterial, membuat sesuatu yang ternoda. Saya kira ukuran ini juga harusnya ipertimbangkan," pungkas Mudzakir.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Dituntut Satu Tahun Penjara, Alkatiri: Ini Tidak Wajar
Redaktur : Tim Redaksi