jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) membantah hasil analisis Tim Riset CNBC Indonesia berkaitan dengan kondisi pangan nasional di era pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla. Menurut Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan Bambang Sugiarto, Indonesia tetap bakal bisa mengonsumsi beras tanpa harus impor.
Bambang mengatakan, kondisi perberasan nasional tidak bisa hanya dilihat dari data produk domestik bruto (PDB) tanaman pangan periode 2015 hingga 2018. Menurutnya, data historis jangka panjang juga harus dicermati.
BACA JUGA: Peringatan Tegas Pemerintah untuk Importir Bawang Putih
“Tengoklah data historis jangka panjang, minimal lihat data 2010-2014. Coba lihat data tahun 2011, produksi tidak cukup sehingga pertumbuhan PBD tanaman pangan 2011 itu minus satu persen, terus pada tahun 2014 hanya tumbuh 0,06 persen,”ujar Bambang melalui siaran pers ke media, Senin (6/5).
Lebih lanjut Bambang mengatakan, pemerintah sejak 2015 melaksanakan program besar-besaran untuk merehabilitasi jaringan irigasi 3,5 juta hektar, mekanisasi 460 ribu unit, asuransi usaha tani dan lainnya. Hasilnya, katanya, produksi pangan naik tinggi sehingga PDB tumbuh positif berturut-turut selama beberapa tahun.
BACA JUGA: Asuransi Pertanian Selamatkan Petani dari Kerugian Finansial
PDB tanaman pangan pada 2015 tumbuh 4,32 persen, sedangkan tahun berikutnya sebesar 2,57 persen. "Terus untuk PDB tanaman pangan 2018 itu 1,48 persen karena BPS telah menggunakan metode baru menghitung angka produksi padi metode KSA (kerangka sampling area, red) yang berimbas pada angka pertumbuhan PDB," tuturnya.
Karena itu Bambang mengingatkan Tim Riset CNBC melihat data secara komprehensif. “Termasuk dengan mencermati perubahan angka-angka dengan memperhatikan adanya perubahan metode pengukuran di BPS," tegas anak buah Amran Sulaiman di Kementan itu.
BACA JUGA: Kementan Siap All Out Dukung Pemkab Kotim Cetak Sawah Baru
Merujuk ke belakang, kata Bambang, impor beras pada 2015 dan 2016 disebabkan El Nino dan La Nina terparah sepanjang sejarah. Namun, katanya, impor beras nasional tak seberapa jika dibandingkan pada periode 1997-1998 yang mencapai 12 juta ton meski El Nino kala itu tak separah 2015.
"Lihat, pada 2016-2017 tidak ada impor beras konsumsi, tetapi menir untuk kebutuhan industri dan lainnya. Impor 2018 itu hanya untuk jaga-jaga dan sampai sekarang belum dipakai, masih tersimpan di gudang," jelasnya.
Oleh karena itu pula Bambang menyarankan kepada Tim Riset CNBC tidak hanya berkutat pada angka, tetapi juga mendalami hal-hal yang terjadi di baliknya. Menurutnya, budaya bangsa Indonesia mengonsumsi beras dan potensi sumber daya alam sangat tersedia untuk ditanami padi.
"Jangan kawatir padi tetap menjadi program prioritas nasional dan produksi beras dijamin lebih dari cukup bahkan sekarang siap siap ekspor," pungkas Bambang.(cui/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Sebut Program Upsus Siwab Dorong Peningkatan Populasi Sapi Secara Siginifikan
Redaktur : Tim Redaksi