jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah harus segera memenuhi pasokan gas elpiji 3 kilogram guna mengatasi kelangkaan yang terjadi dalam seminggu terakhir di sejumlah daerah di tanah air.
Menurut pengamat energi, Sofyano Zakaria, langkah tersebut sangat dibutuhkan karena gas elpiji 3 kilogram telah menjadi kebutuhan utama masyarakat. Jika terus berlangsung, harga akan merangkak naik.
BACA JUGA: Tomy Winata Pasrah Proyek JSS Ditolak
Selain harus segera memenuhi ketersediaan pasokan, Direktur Eksekutif Pusat Kebijakan Publik (Puskepi) ini juga mengingatkan pemerintah tidak terburu-buru menaikkan harga.
"Sebaiknya pemerintah tidak naikkan harga elpiji 3 kg dalam waktu 7-8 bulan ini. Nanti setelah dampak kenaikan BBM subsidi mereda, barulah pemerintah lakukan pengalihan subsidi elpiji 3kg," katanya di Jakarta, Minggu (30/11).
BACA JUGA: Ragukan Kemampuan Dwi Soetjipto Kelola Utang Pertamina
Menurut Sofyano, subsidi pemerintah terhadap elpiji 3 kg saat ini sudah mencapai sekitar Rp 8.500/kg. Sementara harga keekonomian elpiji sekitar Rp.12.000/kg. Subsidi pemerintah untuk elpiji 3 kg sudah mencapai sekitar Rp 55 trilun per tahun.
Kondisi ini tentu bisa menjadi bumerang dan bom waktu bagi pemerintah. Makanya pemerintah menurut Sofyano, tetap harus mengkaji soal subsidi. Namun kenaikan penting dilakukan secara bertahap, dimulai sebesar Rp 1.000/kg setiap tahun.
BACA JUGA: Harga Elpiji 3 Kg Tak Terkendali
"Untuk mengendalikan penggunaan elpiji 3 kg yang disubsidi pemerintah, sebaiknya pemerintah menetapkan peraturan tentang penggunaan elpiji 3 kg, hanya untuk alat memasak rumah tangga dan untuk usaha mikro," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu meningkatkan pengawasan penyaluran di lapangan. Karena ternyata pengawasan untuk elpiji 3kg yang jadi domain kewenangan pemerintah daerah, tidak berjalan sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri ESDM nomor 17 tahun 2011.
"Pertamina bukanlah pihak yang diberi kewenangan melakukan pengawasan. Jadi adalah salah jika Pertamina dikatakan sebagai pihak yang berwenang melakukan pengawasan terhadap distribusi elpiji 3kg," katanya.
Pertamina kata Sofyano, adalah badan usaha dan bukan regulator. Karena itu sebagai badan usaha atau pelaku usaha, sangat aneh jika pertamina yang melakukan pengawasan.
Sofyano juga menilai, nantinya pemerintah perlu memerhatikan ke mana pengalihan subsidi elpiji 3 kg diarahkan. Paling tidak, bagi pembangunan jaringan pipa gas alam ke perumahan penduduk miskin.
"Penduduk miskin disiapkan gas alam yang harganya jauh lebih murah ketimbang elpiji. Karena elpiji berbeda dengan gas alam. Elpiji merupakan produk sampingan dari pengolahan minyak. Jumlah atau prosentase nya sangat sedikit sekali," katanya.
Dari 100 persen minyak mentah yang diolah menjadi BBM di kilang, menghasilkan elpiji sekitar 3 persen saja. Makanya kata Sofyano, harga elpiji menjadi sangat mahal dan elpiji dominan di impor dari luar negeri.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kenaikan Tarif Harus Wajar
Redaktur : Tim Redaksi