jpnn.com - JAKARTA - Jaringan Buruh Migrant Indonesia mengecam ketidakadilan dan diskriminasi hukum di Indonesia. Eksekusi mati Mary Jane adalah bukti tidak adanya toleransi dan keberpihakan pemerintah kepada rakyat miskin.
Juru bicara Jaringan Buruh Migrant Indonesia Karsiwen menyatakan, Mary Jane adalah korban penipuan, perdagangan manusia, kesalahan prosedural hukum dalam proses peradilan dan korban kemiskinan yang sudah demikian akut.
BACA JUGA: Demo Lagi, Honorer K2 Sudah Siap Ditembak Mati
Karena itu, Jaringan Buruh Migrant Indonesia meminta agar hukuman mati kepada Mary Jane harus dihapus. "Tolak hukuman mati-Selamatkan Mary Jane," kata Karsiwen di Jakarta, Minggu (26/4).
Karsiwen menyatakan, pihaknya percaya bahwa Mary Jane adalah korban dan bukan pedagang narkoba yang beroperasi di Asia Tenggara. Selama persidangan, Mary Jane juga menjadi korban kelalaian pemerintah Filipina.
BACA JUGA: Disaksikan MUI, AM Fatwa dan Kawannya Resmi Keluar dari ISIS
Menurut Karsiwen, pemerintah Filipina gagal memberikan bantuan hukum yang memadai. Alhasil, pembelaannya lemah dan berakhir pada vonis hukuman mati.
Karsiwen menjelaskan, selama proses persidangan, Mary Jane juga tidak didampingi oleh penerjemah yang kompeten. Hal ini menyebabkan Mary Jane tidak bisa memahami berita acara pemeriksaan dan proses persidangan.
BACA JUGA: Hilangkan Transaksi, Pemerintah Harus Tentukan Tarif Izin Lokasi
"Kesalahan ini mengakibatkan tidak terungkapnya fakta peristiwa sesungguhnya yang terjadi dan dialaminya (Mary)," ucap Karsiwen.
Dia mengungkapkan, posisi Mary Jane sebagai korban perdagangan manusia tidak bisa terungkap di pengadila. Hal itu juga tidak dijadikan sebagai pertimbangan hakim dalam memberikan putusan.
"Begitupun penasihat hukum yang disediakan pada tingkat pengadilan tingkat pertama hanya menemuinya saat persidangan berlangsung sehingga tidak memberikan bantuan hukum yang komprehensif," tandasnya. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamat Sebut DPR Malu Cabut Hak Angket Menkumham
Redaktur : Tim Redaksi