Jasad Bayi Ditahan di RSUD Gara-gara si Ortu tak Mampu Bayar

Selasa, 20 Desember 2016 – 00:56 WIB
Maksi Nubatonis dan istrinya Agustina Kause didampingi anak sulung mereka, mengisahkan kejadian yang dialami ketika anak mereka dirawat di RSUD SoE. Foto: YOPI TAPENU/TIMOR EXPRESS

jpnn.com - PASANGAN suami istri, Maksi Nubatonis dan Agustina Kause, merasakan pedihnya perlakuan manajemen rumah sakit yang bagi mereka, jauh dari perikemanusiaan. Hanya karena tidak punya uang, mereka tak diperkenankan membawa pulang jasad bayinya.

YOPI TAPENU, SOE

BACA JUGA: Sepertiga Hati Jefri untuk si Putri

SEDIH dan bingung bercampur aduk ketika anak tersayang mereka yang baru dua bulan, Dibrina Nubatonis menghembuskan napas terakhirnya pada Rabu (13/12) pukul 22:28.

Sedihnya, karena hanya karena sesak napas, lalu bayinya meninggal. Bingung, karena pihak manajemen RSUD SoE, TTS menginformasikan bahwa biaya medis yang harus ditanggung senilai Rp 674.913.

BACA JUGA: Demi si Buah Hati, Mengharukan...

Bagi mereka yang empunya uang, nilai ini kecil. Namun bagi keluarga Maksi Nubatonis, ini nilai yang lumayan besar. Dan ia tidak mampu membayarnya.

Sehingga ketika dua perawat yang saat itu bertugas di ruang tempat korban menjalani perawatan medis, yakni Marlince Y. Kase dan Felly Mooy meminta mereka untuk melunasi biaya medis, Maksi seolah tak percaya.

BACA JUGA: Othok-Othok, Pendeteksi Gempa Sederhana Made In Warga Jogja

Apalagi, disampikan bahwa jika sudah melunasi tagihan itu baru bisa membawa pulang jasad bayi itu untuk dimakamkan.

Karena tidak memiliki uang sebanyak itu, Agustina lalu menyampaikan ke kedua perawat itu agar jika berkenan menurunkan biaya itu menjadi Rp 500.000.

Namun tagihan itu baru akan dibayar setelah mereka memakamkan jasad anaknya dan mencari uang untuk melunasi biaya itu.

"Waktu saya bilang, petugas bilang terus siapa yang nanti tanggung yang lainya,"ungkap Agustina mengulangi perkataan petugas RSUD SoE itu, ketika dijumpai di rumah duka di RT 02/RW 01, dusun A, Desa Oebaki, Kecamatan Noebeba, Jumat (16/12).

Karena tidak bisa melunasi biaya administrasi itu,  petugas mengunci pintu ruang rawat Melati. Otomatis mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Sang ibu hanya bisa menggendong bayi mungil itu dalam ruang yang dikunci, sembari terus menatap ke arah pintu. Seandainya ada pihak yang tergerak hatinya, membuka pintu itu dan bisa melunasi biaya perawatan, tentu dia sangat terbantu.

Sesekali dia menatap bayinya yang dibungkus kain dan didekapnya erat. Bayi itu diam, sekujur tubuhnya sudah mulai dingin. Dia baru saja meninggal dunia.

Dia kian bingung, suaminya Maksi Nubatonis keluar mencari uang entah kemana, dan tak kunjung kembali.

Niatnya cuma satu, dia ingin pulang, ingin mengurus jasad bayinya itu. Bayi yang dijaganya selama sembilan bulan dalam rahimnya dan dua bulan setelah dilahirkan.

Karena bingung entah bagaimana caranya mendapatkan uang, ia mengaku melupakan rasa sedih yang seharusnya dia alami.

"Waktu sudah sampai di rumah, baru saya rasa sedih dan langsung pingsan saat lihat jasad anak saya. Saya sedih sekali saat itu,"katanya.

Maksi Nubatonis yang saat ditemui Timor Express (Jawa POs Group) di rumah duka, ikut melengkapi cerita istrinya. Ketika anaknya dinyatakan tidak bernyawa lagi dan dia harus melunasi uang sekian banyak, ia bingung entah mau ambil uang sebanyak itu dari mana.

Karena uang yang mereka miliki hanya Rp 100.000, namun uang itu sudah dipakai saat korban dibawa ke RS Muder Ignasia Nunumeu. Sebelumnya, memang bayi mereka dibawa ke rumah sakit itu.

Namun atas permintaan mereka, sehingga dirujuk ke RSUD SoE. Alasannya satu, agar mereka mendapatkan keringanan biaya pengobatan.

Karena sepengetahuan mereka, dengan melampirkan keterangan tidak mampu, mereka akan dibebaskan dari tagihan.

"Waktu itu kami sampai RSUD SoE hari minggu. Kemudian saya ditanya, bawa jaminan kesehatan apa. Saya bilang tidak ada. Kemudian saya disuruh untuk buatkan keterangan tidak mampu dari desa. Hari Senin, saya kembali ke desa dan buatkan surat keterangan itu. Tapi sampai di RSUD SoE, petugas tidak singgung lagi surat keterangan tidak mampu yang saya sudah buat,"katanya.

Karena didesak harus membayar biaya yang cukup besar baginya, maka ia hanya bisa pasrah. Entah informasi dari siapa sehingga anggota DPRD NTT, Jefri Unbanunaek, Rabu (13/12) sekitar pukul 03:00 bersama sejumlah orang datang ke RSUD SoE.

Di sana, Jefri yang asal Dapil TTS itu melunasi seluruh biaya yang dikenakan kepadanya.

Mereka kembali kesal, ketika hendak mengantarkan jenazah itu, petugas kembali berkelit jika saat itu tidak ada mobil ambulance di RSUD SoE. Terpaksa, lagi-lagi Jefri menggunakan mobilnya mengantar jasad bayi itu dan keluarga hingga ke rumah duka.

"Saya tidak tahu, misalnya Pak Jefri tidak dapat informasi tentang kejadian yang saya alami, mungkin mayat bayi saya busuk di rumah sakit,"kata Maksi terharu.

Pengalaman yang dialaminya itu membuat dia tobat berkunjung lagi ke RSUD SoE. Dia dan istrinya sudah bertekad, jika mengalami sakit, mereka akan berupaya sendiri untuk mengobati diri di rumah.

Karena menurutnya, jika menjalani perawatan medis di rumah sakit, mereka mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi.

Tak hanya itu, untuk berobat saja butuh biaya yang cukup besar. Tidak hanya itu, melainkan ke rumah sakit pun bukan jaminan sehat. Nyawa pun tidak tertolong.

Apalagi, masih terngiang di telinga pasutri itu, ada pernyataan yang dilontarkan oleh kedua perawat itu "Bahwa, jika hendak membawa jasad bayi itu kembali ke rumah, kami harus beri uang kepada keduanya meski jumlahnya sedikit."

Pernyataan itu membuatnya terpukul, karena ia sudah tidak bisa membayar biaya administrasi namun petugas masih meminta untuk memberikan sedikit uang kepada mereka.

"Waktu mereka sudah tutup pintu dan mau tidur, mereka bilang kalau mau pulang tolong kasi uang biar sedikit," ungkap Agustina.

Anak yang mereka kasihi sudah pergi untuk selamanya, namun mereka sudah mengiklaskannya. Namun sedikit harapan dari keduanya, kiranya orang lain yang sedang dan hendak berobat di RSUD SoE tidak lagi mendapatkan perlakuan sama seperti yang mereka alami.

"Kami memang tidak punya uang, tapi jangan diperlakukan seperti binatang,"ucap Agustina.

Terkait kasus ini, Direktur RSUD SoE, dr. Ria Tahun mengklarifikasi bahwa ia tidak pernah mengeluarkan instruksi baik itu lisan maupun tertulis, bahwa bagi siapa yang tidak memiliki uang, agar jasad pasien tidak boleh dipulangkan.

Baginya, kejadian itu merupakan kesalahan komunikasi antara petugas di ruangan dengan keluarga pasien.

"Itu yang kami salah. Kalau keluarga tidak mampu bayar, tidak perlu tahan seperti itu tapi urus pulangkan dulu nanti baru kita urus administrasinya. Kejadian itu saya benar-benar tidak tahu. Saya baru tahu setelah keesokan harinya," terang dia.

Sedangkan bagi dua petugas yang diketahui tidur saat menjalankan tugasnya, pihaknya sudah melayangkan surat panggilan untuk segera dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP). Jika dalam BAP ditemukan fakta bahwa benar, keduanya mereka terlelap saat menjalankan tugas, maka akan dijatuhi hukuman disiplin. (***/boy/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lupa Nazarnya, akan Ditagih Melalui Mimpi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler