Sejak bunga sakura bersemi di Tokyo pertengahan Maret lalu angka penularan COVID meningkat, dengan adanya 34 ribu kasus di seluruh Jepang minggu ini. ()
Dalam waktu 90 hari, Olimpiade Musim Panas akan diadakan di Jepang, namun situasi pandemi COVID-19 nya di negara tersebut justru sedang dalam keadaan darurat.
Minggu ini negara tersebut sudah mencatat 10 ribu kematian dan ribuan pasien mengantre untuk dirawat rumah sakit. Namun, jumlah populasi yang divaksinasi masih kurang dari satu persen.
Sebulan lalu, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga kembali memperkuat tekad untuk menjadikan Olimpiade sebagai "bukti kemenangan terhadap virus corona".
Dan pihak penyelenggara tetap yakin pembukaan Olimpiade akan berlangsung sesuai jadwal, yaitu tanggal 23 Juli.
BACA JUGA: Capain Positif Semen Baturaja di Masa Pandemi
Mereka juga sudah menyelenggarakan beberapa uji coba acara serta menciptakan langkah pencegahan COVID hingga ke hal detail agar atlet membatasi kontak di tempat pertandingan.
Panitia juga sudah memperbaharui buku petunjuk yang dianggap sebagai kunci agar Olimpiade dapat berlangsung aman.
BACA JUGA: Tiongkok Minta Australia untuk Meninggalkan Mentalitas Perang Dingin
Isi dari petunjuk terbaru tersebut adalah: Atlet asing harus menjalani dua kali tes PCR dalam masa 96 jam sebelum keberangkatan dan satu tes lagi setibanya di bandara di Jepang Di Jepang, mereka kemungkinan besar akan dites setiap hari sehingga tidak perlu menjalani karantina 14 hari agar dapat melakukan latihan Mereka hanya diizinkan untuk pergi ke perkampungan Olimpiade, tempat latihan, dan lokasi pertandingan
"Buku petunjuk ini telah dibuat berdasarkan kaidah ilmiah, yang terus dikembangkan selama evolusi pandemi COVID-19," bunyi pernyataan dari Komite Olimpiade Internasional, Komite Paralimpik Internasional, penyelenggara Olimpiade, juga Tokyo, serta pemerintah Jepang.
"Selain menjalankan protokol yang sudah lazim di masyarakat, seperti mengenakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak, buku ini juga dibuat berdasarkan pengalaman ratusan acara olahraga yang dilakukan di seluruh dunia di tengah pandemi, yang sudah berlangsung di seluruh dunia, dengan aman dan berisiko rendah bagi peserta maupun warga lokal."
Namun adanya gelombang keempat penularan di Jepang membuat persiapan penyelenggaraan semakin menantang. Beberapa atlet juga mulai khawatir dengan keselamatan mereka.
Juga masih banyak pertanyaan yang belum jelas misalnya bagaimana upacara pembukaan akan dilangsungkan.
Apakah hanya akan ada satu orang pembawa bendera negara disertai beberapa orang atlet? Akankah penonton diizinkan untuk berada di stadion?
Presiden Panitia Penyelenggara Seiko Hashimoto — yang juga mantan atlet Olimpiade — mengatakan dia berharap Olimpiade ini akan memberikan harapan di masa-masa sulit ini.
"Para atlet yang sedang berlatih, kecuali pembawa obor dan penonton, yang saya lihat, menurut pengamatan saya, faktanya banyak sekali orang yang menantikan pertandingan tahun ini," katanya.
"Di sisi lain, ada juga orang yang cemas dan khawatir akan penyelenggaraannya. Kedua belah pihak benar adanya, kita harus memperhatikan mereka, apalagi berkaitan dengan kapasitas tempat pertandingan."
Panitia penyelenggara mengatakan akan menunggu sampai bulan Juni untuk memutuskan jika penonton dari dalam negeri diizinkan untuk datang, karena sudah melarang penonton asing untuk datang awal tahun ini. Pertandingan lain berlangsung aman
Penyelenggara Olimpiade sudah bisa merasakan bagaimana jadinya bila acara diadakan secara tertutup, dengan situasi virus corona di beberapa kota yang telah memaksa mereka untuk membatalkan pembawaan obor di jalan raya.
Namun panitia mengatakan hanya ada satu kasus COVID-19 yang terjadi dalam lebih dari 30 hari terakhir di sepanjang 17 yuridiksi yang melibatkan ribuan peserta dan staf.
Panitia mengatakan puas dengan penyelenggaraan tersebut.
Menurut mereka, sejak September 2020, sudah ada 270 pertandingan internasional di seluruh dunia yang berlangsung aman tanpa adanya penyebaran virus besar-besaran.
Namun, belum ada yang sebesar Olimpiade dan Paralimpiade.
Inilah yang membuat pakar kesehatan khawatir.
"Saya kira tidak diragukan lagi merupakan tantangan besar menyelenggarakan Olimpiade di saat seperti sekarang ini," kata Profesor Koji Wada, penasihat kesehatan pemerintah Jepang.
"Ini bukan sekedar situasi di Jepang dan saya kira banyak orang di seluruh dunia bertanya 'mengapa harus sekarang?'"
Profesor Wada mengatakan dalam pertandingan seperti golf atau tenis, penonton bisa menonton dari jarak yang cukup jauh.
"Mereka sudah berhasil menyelenggarakan turnamen dunia dengan protokol kesehatan," katanya.
Namun pertanyaan besarnya, menurut Profesor Wada adalah apa yang akan terjadi pada turnamen besar dari olahraga yang melibatkan kontak fisik langsung.
Dia mengatakan bahwa Olimpiade masih bisa dilaksanakan, dan penting bagi mendukung para atlet yang sudah berlatih keras sejauh ini.
Namun, saat ini, pemerintah kota Tokyo dan pemerintah nasional Jepang tengah memprioritaskan penanganan COVID.
Keadaan darurat masih diberlakukan namun tidaklah sampai 'lockdown' seperti yang dilakukan negara-negara lain.
Warga masih bisa mengunjungi kafe dan restoran namun di masa darurat ketiga ini, penjualan alkohol tidak lagi diperbolehkan.
Pemerintah telah meminta agar tempat-tempat yang biasanya menyediakan alkohol seperti karaoke dan bar untuk ditutup.
Rumah sakit di seluruh Jepang yang berusaha keras menghentikan penularan juga semakin menghadapi tekanan. Panitia penyelenggara sulit mendapatkan staf medis
Di rumah sakit, para petugas berusaha menambah ketersediaan tempat tidur untuk menampung pasien.
Menurut Professor Wada, rumah sakit di Tokyo masih memiliki persediaan tempat tidur, namun jumlah pasien bisa meningkat karena Jepang memasuki masa liburan musim semi yang dikenal dengan nama 'Golden Week' yang dimulai hari Kamis (29/04).
Di kota kedua terbesar di Jepang yaitu Osaka, kapasitas rumah sakit semakin terbatas.
"Sangat menyedihkan bagi petugas kesehatan karena mereka tidak bisa menyelamatkan orang yang seharusnya bisa diselamatkan," kata Profesor Wada.
Dalam waktu bersamaan, minggu ini panitia penyelenggara Olimpiade mencoba mendapatkan 500 perawat yang akan bertugas semasa penyelenggaraan, namun merekrut mereka ternyata tidak mudah.
Mereka mengatakan gaji mereka tidak akan ditanggung oleh petugas medis di daerahnya.
"Saya kira akan sulit membuat warga mengerti bahwa Olimpiade diselenggarakan di Jepang sementara sistem layanan kesehatan kewalahan di Tokyo," kata Profesor Koji Wada.
Dokter Shigeru Omi, penasihat utama masalah virus corona hari Rabu lalu mengatakan "situasi penularan dan tekanan terhadap layanan kesehatan menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan".
"Melihat berbagai faktor yang ada, inilah waktunya untuk memutuskan apa yang akan kita lakukan berkenaan dengan Olimpiade Tokyo dan Paralimpiade," katanya di depan sidang parlemen Jepang.
Panitia berharap akan adanya 10 ribu perawat dan dokter selama Olimpiade namun petugas kesehatan mengatakan hal tersebut akan sulit terjadi karena situasi pandemi sekarang ini.
Panitia penyelenggara dilaporkan bekerja sama dengan 10 rumah sakit di Tokyo dan 20 lainnya di Jepang untuk menerima atlet atau yang lainnya yang positif.
Walau Jepang tidak mengalami kasus penularan seburuk di banyak negara lain, namun pemerintah mendapat kritik tajam karena program vaksinasi yang berjalan lambat, yang kebanyakan ditangani oleh pemerintahan lokal.
Jepang baru mulai melakukan vaksinasi terhadap kaum lansia yang jumlahnya besar di sana, namun sejauh ini baru sekitar 1,5 persen dari 126 juta penduduk negeri itu yang mendapat vaksin.
Bahkan masih belum jelas apakah para atlet Jepang sudah akan divaksinasi ketika Olimpiade dimulai, dan yang jelas mungkin sebagian besar warga belum akan mendapatkannya ketika pembukaan Olimpiade dilakukan 23 Juli nanti di Tokyo.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebun Ganja Terbesar di Australia Akan Segera Dibuka