Jika Dibiarkan, Polisi Bisa Tangkap Presiden

Senin, 02 November 2009 – 18:24 WIB
JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin menyesalkan cara yang ditempuh oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menyikapi kasus penahanan dua pimpinan non-aktif KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah oleh Polri tanpa alasan hukum yang kuatJika dibiarkan, seorang presiden pun bisa di tangkap polisi.

"Polri itu berada di bawah kekuasaan Presiden

BACA JUGA: KPK Periksa Laksamana Sukardi

Sesuai dengan Pasal 4 (1) Undang-Undang Dasar 45 'Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar'
Pasal tersebut bisa memaksa Kapolri untuk tidak menahan dua pimpinan KPK tersebut," kata Irman Putra Sidin, di press room DPR, Jakarta Senin (2/11).

Perintah untuk tidak menahan dua pimpinan KPK tersebut, lanjutnya, tidak dapat diartikan presiden telah melakukan intervensi hukum

BACA JUGA: Nilai Tukar Petani Naik

Perintah tersebut lebih mempertimbangkan aspek kepentingan dan ketertiban masyarakat dan kepercayaan terhadap pemerintah berkuasa
Proses hukum biarkan saja jalan tanpa harus menahan

BACA JUGA: Pemekaran Wilayah Ditentukan Pusat

"Apalagi alasan penahanan itu sendiri sangat lemah."

Yang tidak boleh dilakukan presiden, misalnya, presiden melarang Mahkamah Konstitusi bersidang atau melarang rapat-rapat DPR"Untuk kasus yang menjadi sorotan publik, misalnya kasus penahanan Prita Mulyasari, JK jauh lebih cerdasSebagai Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung memerintahkan pihak terkait untuk segera mengeluarkan Prita dari tahananSoal kasus hukumnya, silakan jalan," kata Irman.

Jika kesewenang-wenangan pihak Polri dalam menangkap orang ini dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan, seorang presiden berkuasa nantinya juga akan ditangkap atas bukti-bukti yang menurut Polisi sudah cukup kuatPadahal, berkas perkara Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah hingga kini masih mundar-mandir diantara Kepolisian-Kejaksaan.

Menjawab pertanyaan tentang keputusan presiden yang membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) terhadap proses penahanan Bibid dan Chandra, Irman Putra Sidin menyebutnya TPF itu sebagai 'Morfin' guna menghilangkan rasa sakit sesaat"Jangan-jangan tim itu hanya sebagai 'Morfin' penghilang rasa sakitPadahal presiden bisa saja memerintahka Kapolri untuk mengeluarkan Bibid dan Chandra dari tahanan," tegasnya.

Di tempat yang sama, Yunarto Wijaya dari Charta Politika, menegaskan bahwa kelambanan Presiden SBY dalam merespon berbagai kasus besar di awal masa jabatan keduanya ini merupakan sebuah proses dirinya untuk menggali kuburnya Sendiri"Ada dua kasus besar saat ini yaitu kasus Bank Century dan penahanan Bibid dan Chandra yang secara substansi bertentangan dengan pencitraan yang selama ini dia bangun sebagai sosok antikorupsi dan peduli keresahaan masyarakat serta orang yang ingin membangun sistem presidensil kabinet," kata Yunarto Wijaya.

Ada inskonsistensi yang saat ini sedang terjadiSBY ingin membangun presidensil kabinet, sementara yang dilakukan meletakan sebanyak mungkin orang partai politik di kabinetnyaLalu disusul dengan kasus Century dan KPK"Ini telah menghancurkan pencitraan yang dibangun SBY selama iniSBY tengah menggali kubur untuk dirinya sendiri," kata Yunarto Wijaya.

Sementara Anggota Fraksi PPP, Ahmad Yani menilai kasus penahanan dua petinggi KPK non aktif itu merupakan hal biasaKasus ini menjadi luar biasa karena masing-masing pihak mengajukan argumentasi di luar standar hukum sehingga kasus ini menjadi aneh.

"Polisi mengeluarkan alasan tangkap juga aneh, malah pakai konfrensi pers segalaMestinya presiden mendorong masalah ini segera saja menggelar perkaraTapi itu juga sulit karena BAP yang dibuat polisi masih mundar-mandir," tegasnya.Nah, sekarang presiden menambah kerumitan lagi dengan dibentuknya Tim Pencari FaktaMestinya untuk memverifikasi alasan penangkapan itu dilakukan oleh Hakim Komisioner, imbuh Ahmad Yani(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Giliran Bonaran Laporkan KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler