jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Said Salahudin menilai, polemik seputar masa jabatan wakil presiden yang muncul belakangan, sangat baik dijadikan momentum memformulasikan sistem pemerintahan yang ada.
Sistem pemerintahan di Indonesia selama ini terasa samar. Disebut sistem presidential, tapi tidak sesuai teori. Disebut semi-presidential sepertinya juga kurang pas.
BACA JUGA: Uji Materi Jabatan Cawapres Dinilai Ambisi Lingkaran JK
"Saya kira, dengan memastikan sistem mana yang hendak kita ikuti, maka persoalan terkait masa jabatan wakil presiden dapat diurai. Sebab, fungsi dan kedudukan wakil presiden pada masing-masing sistem pemerintahan bisa berbeda," ujar Said di Jakarta, Kamis (26/7).
Menurut Said, kalau Indonesia benar menganut sistem presidential seperti Amerika Serikat, maka teorinya posisi wakil presiden hanya sebatas 'ban serep'.
BACA JUGA: Restu Megawati Lebih Mudah Didapat Bila JK Cawapres Jokowi
Kekuasaan eksekutif dan pertanggungjawaban pemerintahan dalam sistem presidential, sepenuhnya berada di satu tangan, yaitu pada Presiden. Wakil presiden tidak ikut bertanggungjawab. Ini yang disebut dengan "eksekutif tunggal".
Asas eksekutif tunggal, kata Said, menempatkan presiden sebagai kepala negara merangkap sebagai kepala pemerintahan. Ini juga salah satu ciri dari sistem presidential. Wakil presiden tidak punya kekuasaan. Kedua kekuasaan tersebut dipegang sendirian oleh presiden.
BACA JUGA: PP Izin Kepala Daerah Maju Capres Salahi Aturan
"Nah, ketika posisi wakil presiden dalam sistem presidential dianggap bukan jabatan primer karena fungsi dan kedudukannya dinilai tidak sepenting jabatan presiden, maka pandangan yang mengatakan jabatan wapres boleh dijabat lebih dari dua periode asalkan tidak dijabat berturut-turut, menemukan argumentasinya," ucap Said.
Sebab, intensi dari pembatasan masa jabatan itu, kata Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini,
ditujukan kepada pihak yang memegang kekuasaan.
Presiden dibatasi memegang kekuasaan selama periode tertentu agar kepemimpinan nasional tidak dipegang oleh satu orang yang sama secara terus-menerus.
Pemegang kekuasaan penuh (plein pouvoir) dalam sistem presidential adalah presiden, bukan wapres.
"Soal kekuasaan penuh presiden dalam sistem presidential pernah ditunjukan Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt, saat merahasiakan kepada Wakil Presiden Harry S. Truman mengenai proyek bom atom yang dibuatnya," katanya.
Said lebih lanjut menuturkan, posisi Truman yang cuma sekadar 'ban serep' membuat Roosevelt merasa tidak punya beban apalagi kewajiban untuk memberitahukan proyek rahasia tersebut kepada wapresnya sendiri.
Untuk diketahui, Partai Perindo mengajukan judicial review terhadap Pasal 169 huruf n UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu ke MK, beberapa waktu lalu. Dalam gugatan tersebut, JK mengajukan diri sebagai pihak terkait.
Pada Pasal 169 huruf n diatur syarat utama maju sebagai capres dan cawapres. Yaitu, belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak JK Sebenarnya Pengin Pensiun Saja, Tapi...
Redaktur & Reporter : Ken Girsang