JK Jadi Saksi Meringankan Buat Mantan Sekjen Kemenlu

Selasa, 21 Januari 2014 – 15:18 WIB
Jusuf Kalla diperiksa sebagai saksi meringankan untuk eks Sekjen Kemenlu, Sudjadnan Parnohadiningrat di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (21/1). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009, M Jusuf Kalla mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria yang akrab disapa JK ini menjadi saksi meringankan untuk tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan seminar internasional di Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) tahun 2004-2005, Sudjadnan Parnohadingrat.

"Saya diminta untuk jadi saksi yang meringankan untuk Pak Djadnan, a de charge (meringankan). Pak Djadnan ditersangkakan karena menyelenggarakan konferensi-konferensi internasional pada zaman krisis," kata JK di KPK, Jakarta, Selasa (21/1).

BACA JUGA: Bantu Korban Banjir, TNI Kerahkan 19.357 Prajurit

JK mengaku bersedia menjadi saksi meringankan Sudjadnan karena  mantan Sekretaris Jendral Kementerian Luar Negeri itu hanya melaksanakan keputusan pemerintah. "Dia melaksanakan perintah dari negara," ucapnya.

Ketua Umum Palang Merah Indonesia ini menyatakan, Sudjadnan yang memintanya untuk menjadi saksi meringankan. Ia mengaku menerimanya karena mengetahui persoalan yang menjerat Sudjadnan.

BACA JUGA: SBY Tinjau Korban Banjir di Karawang dan Bekasi

"Yang minta (menjadi saksi meringankan) Pak Djadnan, tapi saya memang menawarkan itu sebelumnya karena saya tahu persoalannya," ujar JK.

JK membawa bukti-bukti dalam pemeriksaan hari ini. Namun, dia tidak membeberkan mengenai bukti-bukti yang dibawanya. "Wah jangan, masa saya kasih tahu sama anda," ucapnya.

BACA JUGA: Erwiana Ungkap Penderitaannya ke Polisi Hong Kong

JK mengaku tidak mengetahui apakah pimpinan Sudjadnan kala itu yakni Hassan Wirajuda harus bertanggungjawab. Namun yang pasti penyelenggaraan konferensi internasional ini memberikan keuntungan bagi negara. "Sangat," tandasnya.

Sudjadnan selaku Pejabat Pembuat Komitmen dianggap telah menyalahgunakan wewenang ketika menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK menduga ada selisih penggunaan anggaran sehingga merugikan negara hingga Rp 18 miliar. Penyalahgunaan wewenang tersebut terkait dengan sejumlah kegiatan di Deplu di antaranya seminar yang dari kurun waktu 2004-2005. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiba di Pengadilan Tipikor, Loyalis Cium Tangan Anas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler