JPU Kejar Dasar Kemenkeu Setujui Dana Tahun Jamak e-KTP

Senin, 10 April 2017 – 15:15 WIB
Dua terdakwa perkara korupsi e-KTP, Irman (berbatik hijau) dan Sugiharto (batik kuning kecokelatan) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/4). Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan dasar hukum bagi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyetujui permintaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memperpanjang anggaran tahun jamak (multiyears) bagi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Pada persidangan perkara e-KTP dengan terdakwa dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/4), JPU Abdul Basir bertanya ke saksi bernama Sambas Maulana selaku mantan direktur keuangan pada Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu.

BACA JUGA: Andi Narogong Jadi Rekanan Polri dan Berbisnis Karaoke

Jaksa Abdul BAsir menanyakan posisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2010 dan PMK Nomor 194 Tahun 2011. Kedua PMK itu mengatur tentang tentang tata cata pengajuan persetujuan kontrak tahun jamak dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

"PMK 56 dan PMK 194 ketika perpanjangan yang berlaku yang mana?" tanya JPU Abdul Basir kepada Sambas yang duduk di kursi saksi.

BACA JUGA: Andi Narogong Utus Kakaknya demi Proyek e-KTP

Sambas pun menjawab singkat. "PMK 194,” katanya.

Jaksa Basir lantas mengejar Sambas dengan pertanyaan lain. Kali ini tentang syarat perpanjangan kontrak multiyears yang ada dalam PMK 194/2011.

BACA JUGA: Skandal E-KTP, Sembilan Nama Masih Misterius

“Harusnya ada audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, red) yang mengatakan sisa pekerjaaan dan sisa dana yang akan diluncurkan 2013. Kemudian di dalam persyaratan multiyears contract itu harus ada surat pernyataan tanggung jawab mutlak," papar Sambas.

Jaksa Basir tidak percaya begitu saja. Dia membacakan isi Pasal 7 dalam PMK 194/2011 yang menyatakan bahwa perpanjangan kontrak multiyears dapat dilakukan dalam keadaan tertentu yakni, kondisi kahar dan non-kahar.

Kahar adalah kondisi yang tidak bisa diprediksi seperti adanya kebakaran, gempa bumi, atau bencana alam lainnya. Sementara kondisi non-kahar merupakan kondisi yang menyesuaikan kebijakan baru dari pemerintah, yang secara langsung alan berdampak pada kelancaran sebuah proyek.

"Apakah pemberian persetujuan multi-years contract sudah sesuai PMK 194?" cecar Jaksa Basir.

Menurut Sambas, persetujuan itu sudah sesuai aturan lantaran ada kendala non-kahar yang terjadi dalam proyek tersebut. Sehingga, 56 juta keping blangko tidak tercetak. Hal itu lantaran banyak perusahaan yang kalah dalam tender melakukan sanggah.

Sambas juga mengatakan bahwa sanggahan dari perusahaan yang kalah dalam tender cukup memakan waktu lama. Sebab, masa sanggah mencapai sekitar empat bulan.

"Di alasan non-kahar yang mana, karena sanggahan tidak masuk (kategori non kahar)," tanya Jaksa Basir. "Menurut saya itu non kahar," kata Sambas.

"Jadi dasar hukumnya (persetujuan perpanjangan kontrak tahun jamak) banyak sanggahan, non-kahar? Tapi kan (sanggah) sudah ada peraturannya," tanya Basir lagi.

Menurut Sambas, ketentuan sebenarnya tentang masa sanggah dalam proses lelang adalah 45 hari. “Tapi kan tidak bisa diprediksi kalau saat ditetapkan pemenang lalu ada yang tidak puas itu berlanjut terus. Dan informasi Kemendagri yang tidak bisa diprediksi saat proses sanggah menyanggah 4,5 bulan. Yang menyatakan kahar atau non-kahar itu pengguna anggaran," papar Sambas.

Sebelumnya, JPU KPK menduga adanya permainan dalam proses pemberian perpanjangan izin multiyears pada proyek e-KTP oleh Kemenkeu kepada Kemendagri. Ada dugaan bahwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong pernah memberikan USD 1 juta untuk memperlancar proses itu lewat Diah Anggraini selaku sekretaris jenderal Kemendagri kala itu.

Ternyata penerima uang tidak hanya Diah. Ada pula sejumlah saksi yang telah mengaku menerima uang terima kasih itu. (put/jpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penasaran, Siapa Saja 14 Nama Kembalikan Uang E-KTP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler