JRK Minta MA Penjarakan Bupati Lampung

Kamis, 15 Desember 2011 – 10:22 WIB
JAKARTA – Koordinator  Jaringan Rakyat anti Korupsi (JRK) Lampung, Muhammad Yunus mendesak Mahkamah Agung (MA) memutuskan perkara Kasasi kasus korupsi dana APBD Kabupaten Lampung Timur sebesar Rp 119 Milyar dengan terdakwa Bupati Lampung Timur Nonaktif, Satono“Kami minta MA menghukum seberat-beratnya terhadap pelaku tindak pidana korupsi itu,” kata Yunus kepada
JPNN, Kamis (15/12).

Selain itu, Komisi Yudisial juga diminta memeriksa dan merekomendasikan sanksi seberat-beratnya ke MA untuk majelis hakim yang diketuai oleh Andreas Suharto dengan dua aggotanya, Ida Ratnawati dan Itong Isnaeni Hidayat bila ditemukan terjadinya pelanggaran kode etik yang dilakukan.

“Kami juga menuntut Komisi Kejaksaan untuk melakukan investigasi kemungkinan sikap JPU yang bertindak tidak profesional selama proses penuntutan dan meminta KPK untuk melakukan upaya-upaya penyelidikan mencari kemungkinan perbuatan korupsi dari para penegak hukum yang terlibat,” tegasnya.

Menurut Yunus, pihaknya telah melakukan eksaminasi atas putusan bebas Satono oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang tanggal 17 Oktober 2011 lalu yang menemukan  berbagai permasalahan di antaranya, tidak dihadirkanya saksi kunci Layla Fang, Indawati, Sianthi, dan Junini Eka Putri

BACA JUGA: Marzuki Alie Salahkan Menteri Kehutanan Terdahulu

Menurutnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim telah mengenyampingkan keterangan mereka.

Terlebih, hasil eksaminasi majelis yang diketuai Dr Yuswanto, SH, MH (Dosen Hukum Administrasi Negara dan Keuangan Negara/Daerah Fakultas Hukum Universitas Lampung) dengan anggota Dr Muhammad Akib, SH, MHum
(Dosen Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung), Heni Siswanto, SH, MH (Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung), Muhammad Yunus, SH, ( Direktur Eksekutif KoAK), Idhan Januwardana, SH, ( Koordinator Board PUSSbik ) juga menemukan bahwa keterangan saksi ahli dari JPU banyak yang direduksi oleh majelis hakim dalam pertimbangannya.

Ia menambahkan, pihaknya juga menilai majelis hakim telah keliru dalam menafsirkan unsur perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Satono

BACA JUGA: Nasib Miranda Di Tangan Nunun

“Majelis hakim dalam mengambil putusan sangat mendasarkan pada asas batas minimum pembuktian dan tidak memeriksa tuntas motif terdakwa
Hakim salah dalam menerapkan hukum,” tandasnya.

Sejak perkara Satono digulirkan kata Yunus, perlakuan istimewa terhadap terdakwa  memang sudah berjalan

BACA JUGA: Oknum Perusahaan Sawit Bantai 30 Warga Adat Lampung

Mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan pengadilan, tidak satu pun para hamba hukum yang terlibat dalam proses tersebut menggunakan hak subyektifnya untuk melakukan penahanan terhadap terdakwa.

Bahkan lanjut dia, penyidikan sempat dihentikan sementara waktu untuk memberikan kesempatan kepada tersangka mengikuti proses pemilihan kepala daerah“Sungguh, dalam kaitannya dengan proses penanganan perkara Satono, kita tidak melihat adanya cara pandang dari penyidik, jaksa, maupun hakim perihal korupsi sebagai kejahatan yang luar biasaUntuk kasus ini, proses penegakan hukum seperti sedang mempertontonkan sebuah ironiPuncaknya, terjadi saat Majelis Hakim memutus bebas murni (vrijpraak) atas diri terdakwa,” tandas Yunus. (kyd/awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Kritik Seminar Lemhanas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler