Jualan Barbeque untuk Bantu Biaya Tim ke Surabaya

Ditulis Oleh AZRUL ANANDA dari Darwin

Selasa, 08 September 2009 – 11:30 WIB
Di Darwin, basket dikembangkan secara swastaKoran lokalnya sedang berupaya menemukan format baru

BACA JUGA: Nasib Situs Berita Arrahmah.com setelah Jibril Ditangkap

Plus, di sana kita bisa kagum (dan gemetaran) melihat buaya-buaya berukuran hingga enam meter!


Darwin punya pantai cukup indah
Di dekat kota juga ada Sungai Adelaide yang lebar, seru untuk dijelajahi naik perahu

BACA JUGA: Satu Bayi Bisa Laku Rp.45 Juta !

Tapi, kita harus hati-hati
Bahkan, pantainya bukan untuk berenang atau berjemur

BACA JUGA: Tumpukan Uang Setengah Meter Kelilingi Makam Imam Ketujuh

Sebab, buaya ada di mana-manaDan bukan sekadar buaya biasa, melainkan buaya-buaya yang ukurannya mencapai enam meter!

Sebelum kita bicara soal buaya, saya ingin mengucapkan terima kasih khusus dulu kepada Darwin Basketball Association (DBA)Oktober nanti, mereka akan mengirimkan tim mudanya ke Surabaya, bertanding melawan tim All-Star dari DetEksi Basketball League (DBL), liga basket pelajar terbesar di IndonesiaKerja sama ini merupakan bukti konkret hubungan people to people antara Indonesia dan Australia, tanpa campur tangan pemerintah sama sekaliDari DBA, kita juga bisa belajar bagaimana sebuah perusahaan swasta bisa membuat basket begitu maju di sebuah kota yang berpenduduk hanya 120 ribu orang.

Sama seperti DBL yang berbasis di Surabaya, DBA adalah perusahaan swasta murniSama sekali tidak mendapat sokongan dari pemerintahKaryawan full time-nya pun hanya empat orangSeorang executive officer (CEO), development manager, finance manager, dan seorang bagian umum.Di luar itu, seluruh kru pendukungnya bersifat part time atau volunteer (relawan)Namun, mereka mampu menyelenggarakan kompetisi secara rutin, mulai anak-anak sampai dewasaSetiap tahun mereka juga mengirim ratusan pemain (dari berbagai usia) untuk bertanding di berbagai negara.
 
Eksistensi DBA merupakan bukti konkret betapa organisasi basket tak harus mengikuti jalur resmi dari pusatDengan berdiri sendiri, DBA bisa lebih cepat membuat keputusan, lebih lincah bergerak mengembangkan diri.Bahwa DBA independen bukan berarti terpisah dari sistem pusatSecara resmi, mereka masih bergerak di bawah Basketball AustraliaDan pemerintah setempat memberikan support besar, menyediakan infrastruktur yang memadai.Pemerintah membangunkan DBA Stadium, sebuah kompleks yang terdiri atas lima lapangan indoorDua berfasilitas AC, tiga lainnya tidakLapangan utama dilengkapi tribun yang menampung lebih dari 500 penontonStadion itu terletak di sebelah Marrara Indoor Stadium, yang lebih besar dan mewah (berkapasitas sekitar 1.500 penonton).
 
Untuk pemakaian gedung, pemerintah sama sekali tidak meminta pungutan dari DBADengan catatan, DBA merawat dan menggunakannya secara maksimal"Kalau kami bangkrut, pemerintah akan mengambil alih lagi stadion ini," jelas Allan Hilzinger, executive officer DBA.Konsep itu menarik jugaDan mungkin bisa ditiru di IndonesiaBanyak yang tahu, kota-kota di Indonesia sebenarnya punya banyak gedung berstandar lumayan tinggiBanyak juga yang tahu, gedung-gedung tersebut sama sekali tidak terawat (dengan berbagai alasan khas pemerintah yang tidak perlu ditulis di sini).
 
Kalau pemerintah mampu membangun, tapi tak mampu merawat, mengapa tidak dipercayakan saja kepada swasta" Karena gedungnya "dipinjami", pihak swastanya tak perlu menyewakan terlalu mahalItu kemudian berdampak mempermudah penyelenggaraan-penyelenggaraa n even di sana, menstimulasi perkembangan olahraga yang bersangkutan.Dari mana DBA mendapat pemasukan" Macam-macamYang utama adalah dari keanggotaanSaat ini, tercatat sekitar 2.000 anggota DBA dari berbagai usiaMereka membayar iuran yang terjangkau untuk ukuran Darwin (sekitar 60 dolar Australia)Plus iuran tambahan kalau ikut kompetisi-kompetisi khusus.
 
Untuk mengirim tim ke Surabaya Oktober mendatang, misalnyaSetiap anggota yang berminat (yang usianya sesuai) tinggal membayar jumlah tertentu, membantu biaya penerbangan dan lain-lain.Kemudian, biaya tambahan dicari dengan cara lainMisalnya, selama penyelenggaraan Top End Challenge, turnamen pramusim National Basketball League (NBL), liga paling bergengsi di Australia.
 
Pihak DBA membuka stan barbequeMenawarkan sandwich berisi sosis, bacon, atau steak berharga masing-masing 5 dolar AustraliaDBA juga buka meja undianPenonton membeli tiket undian seharga 2 dolar AustraliaKalau beruntung, pembeli mendapatkan salah satu di antara sekian banyak bola basket bertanda tangan bintang-bintang NBL.
 
Di meja pelayanan barbeque dan undian dipasangi banyak tulisan: "Semua penghasilan akan digunakan untuk keperluan tim DBA ke Surabaya."Selain itu, DBA mendapatkan dana dari sponsorSalah satu yang besar adalah Darwin Airport Resort, hotel populer di sebelah bandara internasional (dan tak jauh dari kompleks olahraga).Bayangkan seandainya kota-kota "kecil" di Indonesia bisa menerapkan sistem iniKalau merasa tidak mendapat perhatian cukup dari pusat, bikin saja organisasi swastaLalu, kerja keras, mencari cara untuk hidup sendiri dan tak mengomel seandainya merasa kurang diperhatikan oleh pusatJuga, tidak malu "minta-minta" sumbangan.
 

Selama di Darwin, saya sempat diajak mengunjungi Northern Territory News, satu-satunya harian (berukuran tabloid) di DarwinTentu saja, dalam pertemuan itu, saya "melepas topi basket", menjadi wakil dari Jawa Pos (media di Indonesia).Harian tersebut cukup unikMeski satu-satunya di Darwin, harian itu cenderung bergaya sensasionalistis ala tabloid gosip atau koran kuningSetiap hari, yang jadi headline selalu berita-berita aneh-anehMisalnya, "Ada Ular di Toilet"Sampai ada guyonan, kalau tidak berkaitan dengan buaya atau ular, tak layak masuk halaman depan.
 
Untung itu kurang lebih hanya di halaman depanHalaman-halaman dalamnya sendiri tergolong harian "standar", dengan berita nasional, ekonomi, kota, dan olahraga.Ternyata, ada alasan harian tersebut memilih jalur sensasionalistisMenurut Evan Hannah, sang general manager, hanya empat persen pembacanya adalah pelangganSisanya eceranKarena itu, harian beroplah di kisaran 25 ribu eksemplar tersebut harus punya halaman depan yang mengundang penasaran orang untuk membeli.
 
Saat pertemuan itu, kami pun berdiskusi tentang masa depan koran, mengejar pembaca muda, dan solusi onlineApa isinya" Maaf, saya tidak akan membahasnya lebih lanjutSebab, ada koran-koran lain di luar Jawa Pos Group yang ikut membaca tulisan iniHe he he heYang menarik (dan membanggakan) dari pertemuan itu, dalam beberapa hal media di Indonesia bisa lebih maju daripada yang di negara maju!Agak lucu juga, sebelum pertemuan itu, seorang wakil pemerintah Northern Territory yang menemani meminta agar saya memberi "pencerahan" kepada Northern Territory NewsDia tampak begitu sebal atas gaya harian itu yang dia anggap terlalu menggosip.
 
 ***   

Selama kunjungan di Australia itu, jadwal padat memang telah disiapkanDalam sehari, bisa ada lima pertemuan dan acara mulai pukul 07.30 sampai sore atau malam.Meski jarak dari Indonesia ke Darwin begitu dekat, perbedaan jamnya cukup membuat saya sulit untuk beradaptasiSebab, beda antara Darwin dengan Waktu Indonesia Barat (WIB) tidaklah "genap"Melainkan "ganjil" 2,5 jamJadi, kalau di Jakarta pukul 12.00, di Darwin pukul 14.30Ini kali pertama saya harus pergi ke tempat yang selisih waktunya ada setengah jamnya.
 
Banyak meeting bukan berarti tidak ada kegiatan funPaling seru di Darwin" Lihat buaya! Bisa lihat yang liar lewat helikopter, lihat di "miniatur kebun binatang" di tengah kota, atau di taman khusus yang lebih luas di pinggiran kota.Buaya benar-benar hal besar di AustraliaDan buaya di Australia benar-benar besarBeruntung, saya dapat tiga cara lihat buaya.
 
Pertama, lewat Crocosaurus Cove, di tengah kota (di dekat pusat perbelanjaan dan perkantoran)Tempat itu merupakan miniatur kebun binatang bagi orang yang tak sempat berkunjung ke tempat lebih besar di pinggir kota atau di alam bebas.Dengan bayar 28 dolar Aussie, kita bisa menikmatinya setiap hari pukul 08.00 sampai 20.00Di dalamnya cukup mengesankanBanyak buaya besar (sampai panjang 5,5 meter) di dalam tangki akuarium raksasa.
 
Kalau mau bayar 120 dolar ekstra, kita bisa "berenang" bersama buaya-buaya ituTidak berenang bebas, tentunyaKita berenang di kolam tangki di sebelah tangki buaya, dipisahkan dinding kacaAtau, kita dimasukkan ke dalam sebuah sangkar, lalu sangkar itu dimasukkan ke dalam tangki untuk bisa berinteraksi langsung secara aman.Kurang seru" Kita juga bisa ke Crocodylus Park, tak jauh dari bandaraItu seperti kebun binatang "normal", dan punya lebih banyak buayaTiket masuk kurang lebih sama, tapi di sini lebih banyak yang bisa didapat.
 
Di sana, kita bisa melihat show memberi makan buaya (daging ayam digantung di kabel, lalu buaya di danau buatan melompat vertikal untuk memakannya).
 Setelah itu, semua pengunjung diberi kesempatan untuk ikut merasakan serunya memberi makan buaya-buaya besar tersebut (banyak yang panjangnya sampai 5 meter)Cukup mendebarkan jugaSebab, buaya-buaya itu tampak diam, tapi lantas bergerak vertikal begitu cepat untuk menangkap makanan yang kita gantung di ujung tali.
 
Ada pula museum buaya, termasuk di dalamnya menceritakan kasus-kasus buaya makan manusia di berbagai penjuru dunia (banyak di Malaysia).
Bagi yang ingin melakukan "pembalasan", Crocodylus Park juga menyediakan kafe yang berjualan daging buaya dan produk-produk kulit buaya berlisensiAda fillet, ada burgerKatanya, daging buaya itu baik karena rendah lemak dan kolesterolDi Crocodylus Park memang ada peternakan buaya, untuk mendapatkan daging dan kulitnya.
 
Saya tidak mencoba seperti apa daging buayaTapi, Broughton Robertson, wakil department of foreign affairs dan trade dari Canberra yang mendampingi saya, sempat menjajal burger buayaKatanya, rasanya seperti daging ayamSaya balas: "Saya pernah baca kanibal mengaku daging manusia juga terasa seperti ayam."
Sebenarnya, cara paling seru adalah dengan naik perahu di Adelaide River, tak jauh dari DarwinDi sana masih banyak buaya berkeliaran liarSaya, Robertson, dan Donny Rahardian (basketball operations manager DBL Indonesia) diajak menikmati dengan cara lebih seru.
 
Kami diajak Jeff Blake, seorang pengusaha setempat, naik helikopternya mengelilingi DarwinMulanya kami putar-putar di atas kota, lalu menikmati pantai yang indahSayang, karena ancaman buaya, pantai tidak direnangiUntung juga, kalau tidak, pengunjung Bali bakal banyak berkurang!
 
Sebelum balik ke rumahnya, Blake mengajak terbang ke "alam bebas" di luar kotaBlake menerbangkan helikopter Bell-nya rendah mengikuti alur Adelaide River, dan tak akan berputar balik sampai melihat buaya liarUntung tidak perlu waktu lamaSaya melihat dua buaya mengapung di tengah sungai.Darwin memang kota "kecil", tapi ada banyak yang bisa dinikmati di sanaDan kelak, pengin juga rasanya mengajak keluarga ke sanaTenang, santai, dan harga relatif lebih terjangkauCocok untuk menjauhkan diri dan menenangkan diri dari kehidupan sehari-hari(bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penghasilan Sebulan Rp 45 Juta Plus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler