jpnn.com - JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Loly menegaskan pemerintah tetap menginginkan revisi UU KPK namun didahului dengan sosialisasi ke masyarakat.
Yasonna mengatakan sosialisasi perlu dilakukan karena masyarakat mengira pemerintah ingin mengubur hidup-hidup KPK.
BACA JUGA: Inilah Panitia Inti Munas Golkar, Nama Nurdin Halid Diprotes
''Ini persepsi yang harus kami luruskan dulu lewat sosialisasi,'' ujar menteri yang berasal dari PDIP itu. Ada empat poin yang tetap ingin dimasukan pemerintah dalam revisi UU KPK.
Pertama mengenai pembentukan pengawas KPK. Menurut Yasonna dalam sistem ketatanegaraan modern harus ada pengawasan. Apalagi untuk sebuah lembaga yang diberi kewenangan besar seperti KPK. Yasonna menyebut DPR saja sebenarnya ada mekanisme pengawasannya.
BACA JUGA: CATAT!!! Pelaku Politik Uang, 2 Sanksi Ini Siap Menanti
Dia mencontohkan jika ada proses yang tidak benar dalam pembentukan konstitusi di DPR, publik bisa mengontrol lewat Mahkamah Konstitusi (MK). ''Semua tetap harus ada check and balance-nya,'' ujar Yasonna.
Pembentukan Dewan Pengawas menurut dia bukan untuk memberangus kewenangan KPK. Komisioner KPK selama ini dianggap bukan sekelas malaikat sehingga pasti punya kelemahan yang harus diawasi.
BACA JUGA: Mau Bayar Mahar di Pilkada? Siap-Siap Saja Dipidana dan Denda Rp 50 M
Sampai saat ini Yasonna menyebut pemerintah belum menerima konsep revisi UU KPK dari DPR sebagai inisiator. Mengenai penyadapan, Yasonna juga menyebut harus ada mekanismenya.
Dia belum tahu sosialiasi yang bakal dilakukan pemerintah sampai berapa lama. Oleh karena itu dia belum bisa menyebut kapan pemerintah akan membahas kembali revisi UU KPK. Yang pasti, Yasonna mengelak disebut kengototan pemerintah tetap merevisi UU KPK karena adanya barter dengan UU Tax Amnesty.
Sementara itu, di parlemen, fraksi yang secara terbuka menyatakan meminta revisi UU KPK dicabut dari prolegnas bertambah. Menyusul Fraksi Gerindra dan Fraksi PKS, Fraksi PAN juga akhirnya menyatakan secara terbuka hal yang sama.
”Yang pasti, masalah pencabutan prosesnya masih berjalan, proses inilah yang akan diikuti,” kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, di Komplek Parlemen, Jakarta, kemarin. Dia kembali menegaskan, kalau persoalan pencabutan tidak bisa diputuskan DPR sendirian. Melainkan, harus melalui rapat konsultasi antara badan legislasi (baleg) DPR dan pemerintah.
”Tentu, itu didahului dengan rapat-rapat, setelah dicabut baru diputuskan di sidang paripurna,” tandas politisi Partai Demokrat itu.
Disinggung soal kaitan kesepakatan penundaan revisi UU KPK dengan pengajuan RUU Tax Amnesty, Agus memastikan keduanya adalah hal terpisah. Dia juga membantah kalau ada saling sandera antara pemerintah dan DPR terkait dua UU tersebut.
”Siapa bilang disandera? Tax Amnesty surpres (surat presiden) baru dibacakan kemarin (dua hari lalu, Red),” elaknya.
Dia berharap, semua pihak tidak berprasangka buruk dulu dengan pengajuan pemerintah atas RUU Tax Amnesty. Menurut dia, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, RUU tersebut akan tetap diproses. ”Persoalan waktu, bagaimanapun RUU Tax Amnesty kan memang punya konten yang sulit, sehingga butuh pembahasan detil,” imbuh Agus.
Fraksi PDIP dan Fraksi Gerinda diantara yang telah menyuarakan agar pembahasan RUU yang bakal memberikan pengampunan pajak itu untuk tidak buru-buru membahasnya. Sensitifitas isu seperti halnya materi RUU KPK disampaikan sejumlah politisi kedua partai. (gun/dyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Naik Jet Pribadi Bukan Hal Mewah Lagi, Kok Dianggap Gratifikasi?
Redaktur : Tim Redaksi