jpnn.com, JAKARTA - Persentase penduduk miskin pada September 2017 menyentuh angka 10,12 persen.
Jumlah itu menurun dibanding periode yang sama 2016 lalu sebesar 10,7 persen.
BACA JUGA: Ekspor Indonesia ke Israel Terus Merosot
Persentase penduduk miskin pada September 2017 juga menurun dibanding Maret 2017 yang sebesar 10,64 persen.
Pada September 2017 lalu, jumlah penduduk miskin turun menjadi 26,58 juta.
BACA JUGA: Gunung Agung Erupsi, Kunjungan Wisman Turun 15 Persen
Sedangkan jumlah penduduk miskin pada September 2016 sebanyak 27,76 juta.
Di sisi lain, jumlah penduduk miskin pada Maret 2017 sebanyak 26,77 juta.
BACA JUGA: Cabai Merah Sumbang Inflasi Tertinggi
”Pada September 2017, pencapaiannya (persentase penduduk miskin) merupakan yang paling bagus, di mana penurunannya lebih cepat selama tujuh tahun terakhir,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, Selasa (2/1).
Dia menuturkan, tingkat kemiskinan selama Maret–September 2017 menurun karena inflasi telah terkendali, yaitu hanya 1,45 persen.
Penurunan tingkat kemiskinan juga didorong kenaikan upah buruh tani, baik nominal (yang diterima) maupun riil (jika dibandingkan dengan harga barang), masing-masing 1,5 persen dan 1,05 persen.
Pada buruh bangunan, upah nominal naik 0,78 persen, tetapi upah riilnya turun 0,66 persen.
Harga beberapa komoditas pangan yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan juga menurun.
Kualitas penurunan penduduk miskin pada September 2017 pun cukup baik. Sebab, indeks kedalaman dan indeks keparahannya menurun.
Berdasar data BPS, indeks kedalaman dan keparahan pada bulan tersebut masing-masing sebesar 1,79 dan 0,46 persen.
Sedangkan pada Maret 2017 masing-masing sebesar 1,83 dan 0,4 persen.
Sementara itu, tingkat ketimpangan kemakmuran yang diukur dari gini ratio pada September 2017 adalah 0,391.
Angka tersebut juga menurun 0,002 poin jika dibandingkan dengan Maret 2017 dan turun 0,003 poin daripada September 2016.
Menurut Suhariyanto, penurunan tingkat ketimpangan pada September 2017 disebabkan menurunnya persentase pengeluaran kelompok 20 persen masyarakat berpenghasilan tinggi.
Di sisi lain, persentase pengeluaran kelompok 40 persen masyarakat berpenghasilan terbawah meningkat.
Hal yang sama juga terjadi pada 40 persen masyarakat berpenghasilan menengah.
’’Kenaikan pengeluaran untuk penduduk lapisan bawah lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk lapisan atas,’’ kata Suharyanto. (ken/c20/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengangguran Terbuka Masih Banyak, Vokasi Jadi Kunci
Redaktur & Reporter : Ragil