jpnn.com - HARI ini, Senin (18/1) untuk pertamakalinya PT PAL Indonesia mengekspor kapal perang. Kebangkitan industri maritim Indonesia? Boleh jadi! Mengingat sejarahnya, PT PAL pernah berjaya sebagai galangan kapal terbesar di Asia.
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Melacak Peto Magek, Si Penyelundup Legendaris
PT PAL baru saja meluncurkan dua kapal perang. Kapal kawal rudal (PKR)-1 dan kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV)-1.
SSV merupakan kapal canggih karya mandiri anak bangsa yang dipesan oleh Kementrian Pertahanan Filipina.
BACA JUGA: Tuanku Imam Bonjol pun Tobat dari Aliran ini
"Kapal SSV menjadi kapal perang perdana yang berhasil diekspor Indonesia, dan merupakan pengakuan negara luar terhadap kecanggihan kapal bangsa ini," kata Direktur Utama PT PAL Indonesia (persero) M Firmansyah.
Sedangkan kapal PKR dibangun bekerjasama dengan DSNS, perusahaan kapal Belanda melalui transfer teknologi. Kapal ini pesanan Kementrian Pertahanan Indonesia.
BACA JUGA: Antara Tjipto Mangoenkoesoemo dan Komunisme
Galangan Kapal Bersejarah
Pada zaman dahulu, PT PAL bernama Marine Establishment (ME). Diresmikan pemerintah Belanda pada 1939.
Pembangunan galangan kapal terbesar di Asia ini dirintis oleh Gubernur Jendral Van Der Capellen (1778-1848) untuk menunjang Armada Laut Kerajaan Belanda di wilayah Asia.
Van Der Capellen menetapkan Ujung, Surabaya sebagai daerah yang memenuhi syarat setelah melakukan penelitian dan observasi mendalam.
Mulanya, jumlah pekerja di ME sebanyak 6.000 orang. Lebih dari separuhnya pribumi.
"Orang Indonesia yang bekerja di sana 5000-an. Orang Belanda tak banyak, cuma kepala-kepalanya saja,” kenang Affandi, pekerja ME generasi awal, sebagaimana dilansir dari dokumen arsip sejarah PAL, Dinas Penerangan Angkatan Laut Republik Indonesia.
Memasuki 1942, beredar sasus bahwa serdadu Jepang akan datang menyerbu.
"Psykowar propaganda Jepang berhasil. Belanda menutup ME sebelum diserbu Jepang," tulis buku Jejak Intel Jepang.
Kaigunse 21-24 Butai
Pada masa pendudukan Jepang, peranan ME tidak berubah. Tapi namanya diganti jadi Nagamatsu Butai.
Nama itu digunakan selama empat bulan pertama. Selanjutnya diganti lagi menjadi Kaigunse 21-24 Butai.
Jumlah pekerja pun ditambah hingga 9000 orang. “Zaman Jepang, 1942-1945, Direktur 21-24 Butai bernama Meringa,” ungkap Affandi.
Ing Wibisono, kawan sejawat Affandi, menyatakan bahwa ME merupakan bengkel kapal terbesar di Asia pada masa itu.
“Itu bukan sekadar bengkel atau pun galangan kapal saja. Meliputi keseluruhan. Saat zaman Jepang, kapal selam juga mangkal di situ,” kenangnya.
"Suatu sore, petugas Angkatan Laut Jepang meminta Affandi mendirikan Hokokai SE 21/24 Butai di Ujung. Mereka mendapat pelatihan militer semacam Peta (Pembela Tanah Air) dengan nama Hokodan," tulis buku Jejak Intel Jepang.
Menurut cerita Affandi, satu kelompok jumlahnya 300 orang, dilatih selama dua minggu. Selama mengikuti pelatihan, peserta menginap di Asrama Sidotopo.
"Mereka ini mendapat gaji dan makan tiga kali sehari. Setelah dua minggu mereka dipulangkan dan datang lagi kelompok berikutnya dengan jumlah yang sama," kenang Affandi.
“Terus begitu hingga 10 periode. Berkat pelatihan militer itu saya punya 3000 orang terlatih,” ujar Affandi dan diamini sejawatnya Ing Wibisono.
Ketika Jepang kalah dalam perang dunia kedua, dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Affandi mengorganisir para pekerja dan mendirikan Penataran Angkatan Laut (PAL).
Alih teknologi di zaman Belanda dan pelatihan militer di zaman Jepang ada juga gunanya. Orang-orang PAL tampil kemuka ketika perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia meletus.
Berbekal kelengkapan perkakas, mereka mendirikan pabrik senjata. Ya, pabrik senjata pertama milik angkatan perang Indonesia.
(Baca: Bukan Pindad! Inilah Kisah Pabrik Senjata Pertama)
Jika tempo hari orang-orang PAL maju ke medan perang. Hari ini, orang-orang PAL sudah jualan kapal perang.
"Hari ini adalah hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia," seru Menko Maritim Rizal Ramli yang menghadiri peluncuran dua kapal perang di Galangan Kapal PT PAL, Surabaya, Senin (18/1).
Baginya, ini adalah momentum kebangkitan. "Bangsa ini harus menjadi bangsa pemenang, dan bukan bangsa yang selalu kalah." (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Judul Asli Kitab Sejarah Majapahit itu Bukan Negarakretagama, Tapi...
Redaktur : Tim Redaksi