jpnn.com - DIA punya kebiasaan mendekuk-bunyikan jari tangan saat bicara. Dan bila omongan masuk, dijentikkannya jari itu.
Inilah hikayat Peto Magek, pemasok utama logistik Perang Paderi.
BACA JUGA: Tuanku Imam Bonjol pun Tobat dari Aliran ini
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
Meski hidup sazaman dan sama-sama berlawan, namanya tak seharum Tuanku Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro.
BACA JUGA: Antara Tjipto Mangoenkoesoemo dan Komunisme
Bisa jadi karena Peto Magek tak pernah berhasil ditangkap.
Sebagaimana diketahui, riwayat hidup serta lukisan wajah Imam Bonjol dan Diponegoro yang hari ini kita kenal, dibuat saat keduanya dalam tawanan Belanda.
BACA JUGA: Judul Asli Kitab Sejarah Majapahit itu Bukan Negarakretagama, Tapi...
Lukisan wajah Peto Magek tidak ada. Pun demikian, J.C. Boulhouwer, seorang komandan militer Belanda yang pernah bertugas di Minangkabau dan bermuka-muka dengan Peto Magek menggambarkan:
Dia tak bisa dibilang tinggi, meski untuk ukuran orang Melayu. Dan selalu tersenyum licik dengan sorot mata liar.
"Peto Magek saudagar anak haram jadah!" berkali-kali Boulhouwer melontar sumpah serapah dalam laporannya yang kemudian diterbitkan jadi buku di Amstardam pada 1841, Herrinneringen van Mijn Verblijf op Sumatra’s Westkust gudurende de Jaren 1831-1834.
Bikin Susah Kumpeni
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Andalas Padang Gusti Asnan mengatakan, pandangan Belanda terhadap Peto Magek memang sangat negatif.
Kumpeni menudingnya perusak tatanan ekonomi yang dikembangkan pemerintah Hindia Belanda di Sumatera.
Meski tak ada gambarnya, nama dan sepak terjang Peto Magek bertebaran dalam arsip kolonial.
Belanda menyebutnya bandit kelas kakap paling berbahaya di kawasan pantai barat Sumatera.
Arsip Brieven aan Minister van Kolonien betreffende de Indisch Ambtenaren, Handel, Militair 1835-1837 yang masih bisa dilacak keberadaannya di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menyebut Peto Magek seorang smokelhandler (penyelundup).
Saudagar-saudagar yang berhubungan dagang dengan Peto Magek juga dicap smokelhandler.
“Pusat perniagaannya di Pasaman,” tulis Gusti Asnan dalam disertasinya Trading and Shiping Activities: The West Coast of Sumatra 1819-1906.
Ia juga menjalin hubungan dagang dengan raja-raja dan saudagar-saudagar Tapanuli hingga Aceh, sebagai mitra dagang utama.
Bisnis Senjata
Peto Magek sudah menjadi saudagar besar di pantai barat Sumatera sebelum Belanda masuk, bahkan sebelum Perang Paderi.
Ketika Belanda mulai campur tangan dalam perang Paderi (1821-1838), sebagaimana ditulis H. Mas’oed Abidin dalam Sejarah Pemikiran Islam di Minangkabau, Peto Magek lah orang yang memasok meriam Inggris ke Bonjol.
Tak hanya dengan Inggris, Peto Magek berhasil pula menjalin hubungan “bisnis gelap” dengan A.F. van den Berg, mantan Assitent Resident Padang pertama.
Van den Berg ini pernah jadi juru runding perdamaian antara Belanda dengan kaum Paderi pada 1825 dan 1826, ketika Belanda menjalankan strategi bertahan manakala sebagian besar tentaranya ditarik ke pulau Jawa menghadapi pasukan Diponegoro.
Kesal dengan kesuksesan “perdagangan gelap” Peto Magek, pemerintah Hindia Belanda naik pitam.
Pada 1831, J.C. Boelhouwer memimpin sebanyak 120 orang tentara Belanda menyerang Ujung Rajo, pusat perdagangan kaum Paderi.
Di sinilah rumah dan gudang milik Peto Magek berada.
Serangan itu, sebagaimana ditulis Boelhouwer dalam laporannya, berhasil memporak-porandakan basis Peto Magek. Akan tetapi sang buronan gagal ditangkap.
“Di rumah dan gudang Peto Magek ditemukan banyak sekali barang-barang yang akan diekspor serta yang baru datang. Barang-barang yang ditemukan itu hanyalah sisa dari barang yang tidak sempat dibawa lari oleh Peto Magek dan orang-orangnya,” tulis Boulhouwer.
Boulhouwer mengaku membawa barang-barang tersebut sebagai harta rampasan perang.
Saking banyaknya, tidak semua barang terbawa oleh pasukan. Sisanya dibakar berikut rumah dan gudang milik Peto Magek.
Begitu saluran niaga di pantai barat dikuasai Belanda, saudagar Paderi pindah haluan mengaktifkan perdagangan ke pantai timur, Selat Malaka.
"Hasil-hasil daerah pedalaman dibawa ke pulau Penang dan Singapura. Dari dua Bandar dagang ini pula kabutuhan kaum Paderi didatangkan,” tulis Gusti Asnan dalam buku Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera.
Jalur dagang utama ke pantai timur adalah sungai-sungai yang mengalir ke sana. Sungai Rokan, Barumun, Bila, dan Panei.
Peto Magek orang Tiku, pelabuhan purba di wilayah antara Pariaman dan Luhak Agam.
Dia menantu Yang Dipertuan Parik Batu, pejabat tertinggi di kerajan Parik Batu--bagian Kerajaan Alam Minangkabau—yang berhulu di lereng Gunuang Pasaman. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oalah Rek...Mpu Prapanca yang Legendaris itu Ternyata Nama Samaran
Redaktur : Tim Redaksi