Kadin Desak Negosiasi Ulang ACFTA

Senin, 25 April 2011 – 02:32 WIB

JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai perlu dilakukan negosiasi ulang atas perjanjian perdagangan bebas dengan TiongkokPasalnya, perjanjian tersebut tidak menguntungkan pelaku usaha dalam negeri

BACA JUGA: Gandeng Swasta, PLN Bangun PLTU

Namun malah membuat pengusaha domestik kian tertekan
Bahkan perdagangan dengan Tiongkok tercatat mengalami defisit sampai USD 5,6 miliar.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur mengatakan idealnya dalam hubungan dagang bilateral terjadi sinergisitas

BACA JUGA: Nego Pemerintah Loloskan Empat Maskapai Kargo di UE

"Kadin sudah mengatakan harus berhati-hati karena telah terjadi defisit USD 5,6 miliar
Sebenarnya, ACFTA sudah digarap 10 tahun lalu

BACA JUGA: Kecewa Investor Jepang, Pemerintah Ambil Inalum

Sejak diteken, Tiongkok sudah mengintegrasikan pasar Asia dengan penduduknya," katanya pekan lalu.

Ditambah, Tiongkok sudah memulai program standarisasi sejak 5 tahun laluSemua produk mereka sudah memiliki standarisasi khususKarena itu ketika mau mengikuti SNI terbilang mudah bagi mereka"Sepanjang terjadi head to head, industri manufaktur kita tidak akan menang melawan merekaKarena di Tiongkok, program hilirasasi berjalan dan baik cost maupun logistik murah," ucap dia

Dia mengatakan, kebanyakan ekspor ke Tiongkok pun bukan produk manufaktur melainkan sumber daya alam seperti tambang dan minyak sawit"Makanya Kadin melihat perlu direvisi kontrakMemang, pemerintah sudah menjanjikan early warning system seperti safeguard dan SNI, tapi itu berlangsung lama seperti safeguard baru jalan setahun kemudian," tandasnya

Ditegaskan, negosiasi ulang harus dilakukan atas perjanjian perdagangan bebas tersebutMenunggu direvisi, lanjut dia, program hilirisasi industri juga harus berjalanSelain itu, program pengembangan enam koridor harus dipercepat serta pembenahan produksi dengan menggenjot peningkatan produk dalam negeri.

Sementara itu, pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan masalah terkait perjanjian dagang dalam ACFTA hanya dialami IndonesiaSedangkan negara lain seperti Thailand dan Filipina tidak mempersoalkan hal ituMenurut dia, persoalan yang dialami salah satunya bisa jadi karena nilai tukar yang menguat sangat lambat

"Yuan itu ditahan sama pemerintahnya, sehingga apresiasi kecil dan malah mengalami pelemahanKarena itu harga dalam rupiah pun menjadi lebih murahNah selama ini kita tidak mempermasalahkan itu, padahal jangan-jangan ini jadi suatu masalah," katanya(res)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Investasi USD 1 Miliar Tunggu Insentif


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler