jpnn.com, SAMARINDA - Petani kelapa sawit di Kalimantan Timur merasakan dampak buruk dari kampanye negatif Uni Eropa.
Sebagaimana diketahui, Komisi UE memutuskan bahwa minyak kelapa sawit mentah adalah produk tidak ramah lingkungan dalam skema Renewable Energy Directive (RED) II.
BACA JUGA: Tren Belanja Masyarakat Meningkat
Dalam skema RED II, mereka menetapkan bahwa apabila ada perluasan lahan yang menyebabkan kerusakan alam di atas 10 persen, akan dianggap sebagai produk berbahaya dan tidak akan digunakan di UE.
BACA JUGA: Harga Jual Karet Rendah, Petani Jadi Buruh Kelapa Sawit
BACA JUGA: Bandara APT Pranoto Dilengkapi PAPI, Targetkan 7 Ribu Penumpang per Hari
Akibatnya, penggunaan crude palm oil (CPO) di UE akan dikurangi secara bertahap pada 2019-2023 dan dihapus mulai 2030.
Kampanye negatif tersebut akan berdampak hingga ke petani kelapa sawit jika tidak diatasi.
BACA JUGA: Batu Bara Pegang Kendali Pertumbuhan Ekonomi
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, yang paling terasa dari kampanye negatif ialah penurunan harga CPO.
Dampaknya tentu kepada penghasilan petani. Sebab, setiap bulan perhitungan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit membutuhkan komponen harga CPO dunia.
Artinya jika harga CPO turun, otomatis harga TBS juga mengikuti.
“Harga CPO selain disebabkan dari isu negatif juga bergantung supply and demand dari pasar global,” ungkapnya, Jumat (24/5).
Untuk di Kaltim, secara sistematif berbagai kampanye itu dijawab dengan program kegiatan.
Pihaknya juga aktif bekerja sama dengan para mitra pembangunan.
Selain itu, menunjukkan bahwa praktik perkebunan di Bumi Etam sudah menerapkan prinsip-prinsip perkebunan berkelanjutan yang menyeimbangkan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
“Beberapa kekurangan pasti ada. Namun, strategi dan konsisten dengan perkebunan berkelanjutan sudah dilakukan,” tuturnya. (ctr/ndu/k15)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Smartfren Target Bangun 300 BTS
Redaktur : Tim Redaksi