Kantor Yayasan N7W Fiktif

Investigasi Tim Dubes RI di Swiss soal Vote Komodo

Kamis, 03 November 2011 – 04:56 WIB

JAKARTA - Polemik terkait upaya membawa Pulau Komodo menjadi pemenang di The New Seven Wonders of the World (N7W) terus berlanjutKemarin (2/10), Dubes RI untuk Swiss Djoko Susilo kembali melakukan penelusuran terhadap keabsahan yayasan N7W milik Bernard Weber itu

BACA JUGA: PGRI Desak RPP Honorer Cepat Disahkan

Hasilnya, museum Le Corbusier di Bern bukan "markas" N7H.

Fakta tersebut tentu bertentangan dengan ucapan ketua Pemenangan Komodo Emmi Hafild yang mengatakan jika museum itu berisi segala sesuatu tentang N7W
Dari penelusuran Djoko Susilo, museum tersebut ternyata hanya berisi arsitektur

BACA JUGA: Usai Bom Meledak, Umar Patek Ke Jakarta

"Tidak ada isi tentang Komodo atau finalis N7H," katanya kepada Jawa Pos.

Tidak hanya sebatas memasuki museum arsitektur itu
Dia juga bertanya mengenai aktivitas pemilik museum tersebut yang disebut-sebut keluarga Weber

BACA JUGA: Dahlan Iskan Launching Buku Dua Tangis dan Ribuan Tawa

Benar memang jika museum itu memang kakaknya Bernard Weber, namun yang bersangkutan tidak pernah ada di sanaSebab, museum itu tidak pernah ditinggali.

Dia lantas mengorek informasi dari para tetangga museumJawabannya cukup mencengangkanSebab, para tetangga juga tidak tahu kalau museum itu dijadikan kantor N7WBahkan, hiruk pikuk seperti orang-orang dari berbagai negara yang ingin tahu lebih banyak tentang sayembara itu juga tidak pernah ada.

Apa yang disampaikan Emmy salah? Dia menjawab dengan tegas jika Emmy dan siapa saja yang termasuk tim pemenangan tidak pernah ke museum itu berarti salahSebab, bisa jadi mereka hanya terbuai oleh dongeng para pemangku yayasan N7W yang menurutnya tidak jelas.

"Saya yakin Emmy tidak pernah ke sana langsung," ungkapnyaDjoko juga mengatakan saat mencari informasi tersebut, dia membawa sertifikat yang diberikan kepada pemerintah IndonesiaHasilnya, sama sajaTidak ada yang tahu dengan nama-nama di sertifikat itu, termasuk Bernard Weber.

Kejanggalan lain, sejak ramai-ramai masalah Komodo, Djoko Susilo juga sengaja menempatkan staf untuk mengawasi museum tersebutNamun, setelah beberapa hari melakukan pengamatan, timnya tidak pernah menemukan seorang pun yang mengaku sebagai karyawan yayasan N7W"Koran Anda punya virtual paper, tetapi tetap ada redaksinya kan," ucapnya membandingkan.

Karena itu, dia berharap agar pola pengiriman SMS dan menyetor sejumlah uang seperti license fee ke yayasan N7WKalau yayasan tersebut memang beritikad baik ingin member penghargaan, seharusnya tanpa bayar apapun"Beri penghargaan boleh, tetapi kalau bayar tidak," tegasnya.

Apa tidak takut popularitas Komodo menurun? Dia tidak mengkhawatirkan hal ituAlasannya, dari seluruh warga Swiss yang mengajukan visa melalui kedutaan besar akhir-akhir ini selalu dia tanyaApakah mengenal Komodo dari yayasan N7WJawabannya, mereka bukan tahu dari N7W, melainkan sumber lain termasuk UNESCO.

Ke depan, Djoko berjanji untuk terus mencari tahu tentang yayasan tersebutTermasuk mencari dari pemerintah Swiss yang sampai saat ini juga tidak tahu pasti mengenai yayasan tersebutYang dia yakini, Swiss melarang suatu organisasi atau perusahaan bisa beroperasi tanpa mendaftar nama dan alamat asli organisasi.

Itulah mengapa, kalau memang yayasan N7W bukan bisnis asal-asalan Bernard Weber, pasti teregister di pemerintahKalau ada argumen yang menyebut saat ini era virtual dan tidak perlu register alamat asli, dia mengatakan itu tidak mungkin bisa di Swiss"Negara ini melarang pola seperti itu," ungkapnya.

Sementara itu, Duta Komodo Jusuf Kalla masih menanggapi enteng tentang tudingan miring yang dituduhkan beberapa kalangan tentang Voting KomodoApalagi tentang anggapan alamat fiktif kantor N7W seperti yang diterangkan  Djoko"Swiss itu kan tidak seperti di kampung (di Indonesia), bahwa kalau cari alamat harus ke RT RW, sekarang sudah digital, kita kan cukup buka website, itu kan sudah jelas," katanya di Jakarta kemarin

Dia pun meminta agar masyarakat tidak lagi mempermasalahkan tentang kantor N7WMenurutnya, hanya orang-orang Indonesia yang masih beranggapan apabila sebuah orgaisasi besar dan tersohor harus memiliki kantor yang besar pulaBahkan, JK mengaku sebelum memutuskan sebagai Duta Komodo untuk menyukseskan ajang Seven Wonders, dirinya sudah mengumpulkan beberapa informasi tentang N7WDan menurutnya, N7W cukup kredibel.   

Mantan wakil presiden itu lantas membela N7W sebagai organisasi yang cukup kompeten menyelenggarakan event kelas dunia tersebutMenurutnya, seven wonders adalah even yang sudah dua kali dilaksanakan oleh N7WKatanya ajang yang pertama memilih keajaiban dunia yang dibuat oleh manusia (hand made).

"Saat pengumuman (even pertama) kita bisa lihat bagaimana perayaannya di Lisabon (Portugal)Semua mata tertuju di sana," ucapnyaMenurutnya, semua tempat yang terpilih dalam ajang itu, jumlah wisatawannya mengalami lonjakan yang luar biasaSekitar tiga sampai empat kali lipat

Terpisah, ketua Pemenangan Komodo Emmi Hafild tetap kukuh jika yayasan N7W tidak bodongDia juga mengklaim jika black campaign yang bermunculan tidak menyurutkan minat masyarakat untuk mengirimkan SMSKlaimnya, dalam satu hari bisa tembus 10 juta SMS"Sangat banyak jumlahnya," tuturnya.

Namun, Emmi sendiri terkesan tidak konsistenDalam satu waktu, dia menyebut mampu menarik ribuan SMS dan sempat menyebut Komodo berada di urutan tertentuSaat di desak berapa total SMS dan kenapa tidak ada di website N7W perolehan itu, dia langsung mengatakan jika ada mekanisme yang melarang mempublikasi jumlah SMS.

"Saya sendiri tidak tahu urutan berapa," tandasnyaMeski bertentangan dengan statemennya beberapa waktu lalu, dia tetap cuekBaginya, yang paling penting adalah memenangkan Komodo menjadi keajaiban dunia ketimbang rebut urusan transparansiDia yakin, total semua SMS itu akan disampaikan saat pengumuman berlangsung.

Suara sumbang juga muncul dari pakar Komodo Professor Putra SastrawanDia khawatir, jika Taman Nasional Komodo (TNK) menjadi tujuan pariwisata massal malah bisa mempercepat kepunahan hewan purba itu.

Bukan sekadar ocehan tanpa dasar, Putra mengatakan hal ituBertolak pada data populasi Komodo 1970 silam yang mencapai 5.500 ekor, kini menurun hingga sekitar tiga ribu ekorTerbanyak di pulau Komodo mencapai 1.600 ekor dan sisanya disekitar pulau kawasan Flores NTT.

"Komodo itu sensitif terhadap manusia," ujarnya kepada Jawa PosOleh sebab itu, pakar berusia 69 tahun berharap agar keberadaan Komodo tidak asal dijadikan terkenalBaginya, mencari status "keajaiban" justru bisa menjadi bumerang kalau tidak dilakukan dengan benar seperti hanya untuk mendatangkan wisatawan.

Dia berharap, agar tidak ada lagi pola mempromosikan Komodo yang berakhir pada perdebatan panjangMantan Pembantu Rektor Universitas Udayana itu mengatakan, jika Komodo adalah simbol bangsaJangan sampai dirusak oleh organisasi yang tidak jelas dan hanya mencari keuntungan sesaat.

Putra menambahkan, kalau sekarang rakyat benar-benar meminta bukti rupiah yang dikeluarkan untuk SMS, lebih baik untuk konservasiBukan untuk mendapatkan gelar yang ujung-ujungnya tidak ada jaminan keberlangsungan hidup Komodo tetap langgeng"Apalagi, dana penelitian untuk mempertahankan Komodo selama ini saya dapat dari Jepang," jelasnya.

Konsultan kebun binatang yang memiliki koleksi Komodo itu lantas menceritakan percobaan TNK dijadikan mass tourism sekitar 1994Saat itu, ada satu tempat dimana Komodo bisa diberi makan oleh wisatawanNamun, hal itu justru mengubah hewan langka itu menjadi manja.

Komodo tersebut tidak mau makan kalau bukan makanan yang diberikan manusiaHewan itu juga enggan balik ke hutan untuk mencari mangsa kembaliUjung-ujungnya, saat wisatawan menjadi sepi, Komodo tersebut lantas mati kelaparan"Saya tidak berharap itu kembali terjadi," tegasnya.

Ditambah, Komodo juga bukan hewan yang ramah terhadap manusiaKalau lapar, dan tidak menemukan makanan, Komodo tidak segan-segan menyerang manusiaDia juga menilai status warisan cagar budaya oleh UNESCO sudah cukupApalagi, selama ini 95 persen wisatawan yang datang kesana sudah wisatawan asing(dim/kuh/iro)

Polemik Pulau Komodo
Versi Djoko Susilo
1Swiss tidak mengizinkan organisasi/perusahaan hanya memiliki kantor virtual tanpa alamat dan organisasi asli.
2Tidak ada karyawan N7H yang ditemukan di museum.
3Warga Swiss yang berkunjung ke Pulau Komodo mengaku tahu dari UNESCO dan sumber lain, tetapi tidak N7W.
4Diharap tidak terpukau dengan keberhasilan yayasan membuat N7W pada 2007.
5Menyerukan stop SMS kalau tetap ada embel-embel membayar sejumlah uang.

Versi JK
1Swiss tidak seperti kampung di Indonesia yang harus ada RT/RW
2Cukup kantor virtual, tidak harus ada bentuk fisik.
3Kemenangan bisa meningkatkan kunjungan sampai tiga atau empat kali lipat.

BACA ARTIKEL LAINNYA... KY Eksaminasi Putusan Bebas Bupati


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler