jpnn.com, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan pejabat utama Polri menghadiri Sidang Senat Terbuka Komjen Gatot Eddy Pramono di Universitas Riau (Unri), Rabu (20/7).
Pejabat utama Polri itu ialah Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Dankorbrimob Komjen Anang Revandoko, Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri, Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto, dan Kalemdiklat Komjen Rycko Amelza Dahniel.
BACA JUGA: Cermati Langkah Kapolri Menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo, Suparji Lalu Berkata
Ada juga Kakorlantas Irjen Firman Shantyabudi, Kadiv Humas Irjen Dedi Prasetyo, Asisten Perencanaan dan Anggaran Kapolri Irjen Wahyu Hadiningrat, Asisten Sumber Daya Manusia Kapolri Irjen Wahyu Widada, Asisten Operasi Kapolri Irjen Agung Setya, Asisten Logistik Kapolri Irjen Argo Wuyono, dan pejabat Polri lainnya.
Hadir juga pejabat instansi pemerintah pusat dan alumni AKABRI 1988 yang merupakan teman-teman angkatan Komjen Gatot.
BACA JUGA: Kombes Budhi & Brigjen Hendra Belum Dinonaktifkan, Kapolri Dianggap Tak Serius
Sidang terbuka itu dilaksanakan di Unri di Pekanbaru, Riau, yang menjadi wilayah hukum Irjen Mohammad Iqbal.
Pada kesempatan itu, Wakapolri Komjen Gatot dikukuhkan sebagai Guru Besar Kehormatan Universitas Riau Bidang Ilmu Hukum.
BACA JUGA: Pak Kapolri, Kombes Budhi dan Brigjen Hendra Layak Dinonaktifkan
Di awal penyampaiannya, Komjen Gatot secara khusus mengungkapkan rasa terima kasih kepada Unri. Mantan Kapolda Metro Jaya itu menyatakan gelar Guru Besar Kehormatan ini adalah amanah yang harus dijaga.
"Ini adalah tanggung jawab yang tentunya terus mendorong saya untuk melanjutkan pengabdian bagi dunia pendidikan, dunia kepolisian dan masyarakat," ungkap Wakapolri.
Gatot dalam orasi ilmiahnya mengambil tema 'Pemolisian Humanis, Transformasi Penegakan Hukum yang Berkeadilan'.
Dia menilai tema itu mengibaratkan dua sisi koin mata uang yang saling melengkapi satu dengan lainnya.
"Keduanya adalah keseimbangan dari suatu wajah pemolisian yang benar-benar bernilai untuk tegaknya supremasi hukum serta keadilan masyarakat. Keadilan yang abadi harus terus diperjuangkan, setidak-tidaknya kami bersama tidak pernah berhenti menjaga nilai-nilai yang paling mendekati dengan keadilan itu, sehingga keadilan itulah juga yang akan menjaga peradaban kita," kata Komjen Gatot.
Dia menyampaikan kajian tentang kepolisian pastinya masih menarik minat banyak kalangan, mulai dari akademisi, praktisi, kalangan hukum, hingga masyarakat umum yang menaruh minat besar pada isu-isu seputar penegakan hukum dan sosial secara umum.
Hal ini dilatari semata-mata oleh fakta bahwa konsep dan praktik pemolisian selalu mengalami perkembangan yang disebabkan oleh kondisi sosial masyarakat yang terus berubah.
"Dinamika perubahan tersebut disebabkan oleh banyak hal, mulai dari pergeseran nilai-nilai sosial, kemajuan teknologi, hingga globalisasi dan demokratisasi," tutur Wakapolri.
Sejak hadirnya sejumlah pergeseran nilai itu, kata dia, turut mengubah seluruh pondasi peradaban kehidupan manusia, termasuk menggeser fundamental pada konsep dan praktik-praktik pemolisian dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban sosial.
"Saya ingin menekankan bahwa transformasi kepolisian yang turut mengalami perkembangan itu akan selalu tegak lurus dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Sebagai alat negara yang di bidang penyelenggara keamanan dan ketertiban masyarakat, kepolisian memiliki kewenangan untuk menggunakan kekuatan dalam penyelenggaraan kamtibmas," urainya.
Menurut Plt Kadiv Propam itu, intitusi kepolisian harus bisa menerima penyebaran nilai-nilai demokratisasi yang berdampak langsung pada praktik-praktik pemolisian. Dampak tersebut dapat dilihat pada menguatnya peran legislatif, media, tuntutan kebebasan individu, dan supremasi hukum.
Gatot menegaskan kepemimpinan Jenderal Sigit kerap konsisten dalam menjalankan undang-undang. Ini berarti polisi harus pula senantiasa menyadari kebutuhan dari perkembangan hukum.
Polisi harus menjalankan hukum untuk menjaga hak dan keadilan warga negara atau menjaga kekuatan dari undang-undang yang dibuat elite politik tersebut untuk mengatur masyarakat.
Berikutnya, kepolisian harus menyadari bahwa era demokratisasi telah membawa perubahan besar dalam kehidupan sosial masyarakat. Di mana sistem demokrasi memang menjunjung tinggi hak untuk bebas.
Kendati begitu, polisi sebagai pemegang wewenang penegakan hukum dapat menonaktifkan kebebasan tersebut dalam kondisi-kondisi tertentu. Terlebih polisi memang kerap dihadapkan pada situasi yang mengharuskan untuk membatasi kebebasan. Seperti saat melakukan penyidikan, penggeledahan, penyitaaan, penangkapan, penahanan hingga upaya-upaya hukum lainnya.
Dia menambahkan polisi di era demokrasi dituntut untuk dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat. Namun, masyarakat sendiri terkadang tidak peduli seberapa adilnya atau efektifnya polisi bekerja untuk menegakkan demokrasi itu sendiri.
"Dengan semakin berkembangnya tuntuntan masyarakat seturut dengan semakin dinamis nya perubahan sosial, kepolisian harus mampu beranjak untuk tidak hanya sebagai institusi, tetapi turun langsung untuk melindungi dan mengayomi," paparnya. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri Menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo, Komisi III Angkat Bicara
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga