Direktur PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Salyadi Saputra, mengatakan, hasil risetnya menunjukkan bahwa keunikan BPD adalah memiliki captive funding, yaitu Pemerintah Daerah (Pemda) dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD)
BACA JUGA: Indeks Bergerak Terbatas
"Walaupun tidak bisa lagi bergantung ke sana atau menunggu anggaran daerah, tetapi itu fakta, bahwa mempunyai captive fund itu faktor positif yang harus dipertimbangkan," ujarnya dalam seminar "Saatnya BPD Go Public" di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin (7/4).Di dalam Pemda itu ada aset legal yang sangat baik yaitu para Pegawai Negeri Sipil (PNS)
BACA JUGA: Bakrie Microfinance Usung Misi Sosial
Sementara, Bank Indonesia (BI) baru-baru ini menganjurkan setiap bank di dalam negeri untuk meningkatkan pembiayaan kreditnyaBACA JUGA: SPV Austria Bangun Pabrik Terbesar di Asia
Itu juga baik," ucapnya.Di luar itu, kata Salyadi, keunikan yang terkandung dalam BPD juga menjadi tantangan besar dalam upaya menuju perusahaan terbukaAntara lain, faktor intervensi Pemda dan BPD yang terpengaruh kondisi demografi"Investor pasti melihat potensi daerahnya masing-masingKalau kondisi masyarakatnya secara ekonomi dan jumlahnya baik maka berpengaruh terhadap BPD bersangkutan," jelasnya.
Kemampuan BPD untuk mendapatkan funding dari pihak ketiga selain Pemda juga menjadi tantanganTetapi, tantangan itulah yang seharusnya membulatkan tekad menjadi perusahaan go public"Dulu kan, BPD ini cenderung menunggu anggaran daerah dan tidak berani tetapkan target seperti bank komersil lainnya," terusnya.
Direktur Konsumer PT Bank Jabar Banten Tbk (BJBR) Tatang Sumarna, mengakui hal tersebutKetika perseroan berupaya listing di bursa, menurutnya, butuh waktu dua sampai tiga tahun agar bisa memberi keyakinan kepada stakeholder"Inilah tantangan BPDPerlu tingkatkan intensitas komunikasi dengan owner (Pemda dan anggota dewan)Owner ini pemahamannya belum inline dengan bisnis perbankan," ujarnya.
Menuju proses Initial Public Offering (IPO) menjadi sangat alot karena harus melakukan pembicaraan intensif dengan semua pemegang saham"Banyak anggapan istilahnya, "Saya yang mengurus dari kecil sampai besar dan cantik, masa kemudian dijual ke orang lain?" Ada juga yang takut kehilangan kontrol, karena akan ada orang lain memiliki sahamItu semua yang harus diluruskan," kisahnya.
Namun pada akhirnya terjadi kesamaan pikiran dan BJBR disepakati melepas saham ke publik sebesar 40 persen dan baru dieksekusi sebesar 25 persenSisanya akan dilepas sesuai kebutuhan di masa mendatang"Saat IPO kami berhasil meraup dana Rp 1,4 triliun dengan harga saham perdana Rp 600 dan di hari pertama naik ke level Rp 900," ungkap Tatang bangga.
Tatang mengatakan, data per September 2010 menunjukkan bahwa modal inti rata-rata BPD sekitar Rp 827 miliar atau jauh di bawah Bank Nasional yang mencapai sekitar Rp 2 triliunKekuatan permodalan yang tidak berimbang itu bisa membuat BPD kalah saing"Ketidakseimbangan ini secara realistis menimbulkan kendala dalam pertumbuhan bisnis BPDIni juga melemahkan ketahanan kompetisi dengan bank lain, karena setiap ekspansi harus didukung kekuatan modal," tuturnya.
Salah satu kekuatan modal paling realistis dan besar untuk diraup BPD adalah melalui mekanisme IPO ituDirektur Utama Bank Sulut (Sulawesi Utara), Jeffry Wurangian, mengatakan bahwa pihaknya siap melantai di bursa dengan menawarkan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) di bulan Juni 2011Porsi saham yang akan dilepas kepada publik sekitar 30 sampai 40 persen.
Rinciannya akan disampaikan pada bulan April ini, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST)Pemegang saham telah menyatakan persetujuan awal dalam RUPS di akhir tahun 2010Porsi saham yang ditawarkan kepada publik sekitar 30 persen"Kita inginkan 30 persen, maksimum 40 persenJuni mudah-mudahan sudah bisa IPO," harapnya(gen/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ikuti Trend, Pos Indonesia Buka 24 Jam
Redaktur : Tim Redaksi