jpnn.com - Orang tua yang menolak memberikan vaksin campak kepada anak mereka bisa disalahkan atas kenaikan penyakit ini sebesar 30 persen dalam kasus yang dilaporkan oleh WHO.
"Apa yang lebih mengkhawatirkan tentang peningkatan ini adalah bahwa kita melihat tingkat transmisi yang berkelanjutan selama bertahun-tahun," kata acting director of WHO's immunisation, vaccines and biologicals division, Martin Friede, seperti dilansir laman The Independent, Kamis (28/2).
BACA JUGA: Dirjen IKP: Ini Penting Untuk Masa Depan Bangsa
"Ini menunjukkan bahwa kita benar-benar mengalami kemunduran dalam kasus-kasus tertentu," tambah Friede.
Penyakit yang sangat menular ini bisa berakibat fatal serta bisa menyebabkan gangguan pendengaran dan gangguan mental pada anak-anak. Seringkali terjadi wabah lain seperti populasi difteri.
BACA JUGA: Enam Orang Positif Terinfeksi Virus Rubella di Padangpanjang
Negara seperti Jerman, Rusia dan Venezuela mengalami wabah campak besar tahun lalu, yang menyebabkan penarikan sertifikasi mereka karena transmisi terganggu.
"Kami melihat data 2018 dan kenaikan ini tampaknya berkelanjutan sehingga kami khawatir tentang apa yang mungkin menjadi lonjakan kini justru menjadi menjadi tren," jelas Friede.
BACA JUGA: Campak Rubela Ancam Aceh
Cakupan vaksin global untuk dosis pertama vaksin telah berhenti di angka 85 persen, sementara 95 persen diperlukan untuk mencegah wabah. Cakupan dosis kedua adalah 67 persen.
"Sebagian besar anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin campak adalah mereka yang tinggal di komunitas termiskin dan paling tidak beruntung di seluruh dunia, banyak di daerah konflik," kata Lind Lindand. (fny/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masyarakat Diimbau Sadar Bahaya Campak dan Rubella
Redaktur & Reporter : Fany