Berurusan dengan institusi yang "alergi" kritik tak hanya dialami Prita MulyasariKhoe Seng Seng pun harus berurusan dengan hukum dan sudah menjalani 27 kali sidang gara-gara menulis surat pembaca
BACA JUGA: Cara Konjen RI Hongkong Mengelola TKW Kita (2-Habis)
---------------------------------------------------------
AGUNG PUTU-ANGGIT SATRIYO, Jakarta
--------------------------------------------------------
KHOE Seng Seng, 44, diseret ke meja hijau dengan kasus yang hampir sama dengan Prita Mulyasari
BACA JUGA: Cara Konjen RI Hongkong Mengelola TKW Kita (1)
Bedanya, jika Prita dijerat dengan pasal di UU Informasi dan Transaksi Elektronik, Khoe Seng dijerat KUHP dengan pasal 310 (pencemaran nama baik), 335 (perbuatan tak menyenangkan), dan 314 (fitnah).Berbeda dengan Prita yang menulis lewat e-mail, lelaki yang biasa dipanggil Aseng itu menulis surat pembaca di sejumlah media cetak
BACA JUGA: Melihat Kehidupan Warga di Pulau Sebatik Saat Indonesia-Malaysia Tegang karena Ambalat
Yakni, pada 26 September dan 21 November 2006Isinya mengenai keluhan Aseng terhadap status stan miliknya di ITC Mangga Dua, Jakarta Utara.Dalam surat yang dimuat media terbitan nasional pada 26 September 2006, dia mengeluhkan stan yang dia beli awalnya berstatus hak guna bangunan (HGB)Namun, setelah 18 tahun (sejak 1988), para pedagang baru diberi tahu oleh pengelola, PT Duta Pertiwi, bahwa stan itu berstatus hak pengelolaan lahan (HPL)Artinya, mereka tak memiliki hak atas bangunan dan lahan.
Konsekuensinya, kata Aseng, bisa saja sewaktu-waktu mereka diusir dari ITC Mangga DuaSebab, tanah tersebut milik Pemprov DKI Jakarta"Saya merasa ditipuKarena itu, saya menulis surat pembaca, mempertanyakan kredibilitas PT Duta Pertiwi," ujar Aseng saat ditemui Jawa Pos di stannya di lantai dua blok B ITC Mangga Dua, Jakarta, kemarinPenampilannya sederhana dengan kaus berkerah warna cerahGaya bicaranya penuh antusias
Aseng tak mengira surat pembacanya berbuntut panjangPihak PT Duta Pertiwi mempersoalkan Aseng dan menuduh telah melakukan upaya pencemaran nama baikPadahal, tak ada niat Aseng untuk mencemarkan nama baik perusahaan tersebutDia hanya meminta tanggapan dari perusahaan pengelola terkait status stan yang tiba-tiba beralihDia khawatir hak sebagai pemilik stan bisa digerus karena status ituNamun, PT Duta Pertiwi tetap memerkarakannya.
Sejak itu Aseng harus berurusan dengan hukumSelama menjalani proses hukum, agar paham dengan masalah yang dia geluti, Aseng memborong berbagai buku literatur hukumMulai hukum agraria hingga hukum pidanaLelaki yang menjadi pedagang di ITC Mangga Dua sejak 1994 itu pun sudah hafal di luar kepala undang-undang pers dan pasal-pasal KUHP"Pokoknya, saya tahulahMau tanya apa saja, saya pasti bisa jawab," ujarnya lantas tersenyum.
Ketika kasus Prita mencuat ke permukaan, Aseng pun ikut terkenalTapi, sebenarnya, kasus Aseng lebih dulu terjadiYakni, sejak akhir 2006 dan sampai sekarang masih dalam proses sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta TimurKasus Prita baru diperkarakan pada Agustus 2008 dan mencuat sejak dia ditahan bulan lalu"Kalau tidak ada Ibu Prita, barangkali kasus saya ini juga tidak besar ya," ujarnya.
Aseng mengakui, mencuatnya kasus Prita ikut membantu kasus yang dia alamiSebab, sidang yang dia jalani menjadi perhatian publik dan mediaSebelum kasus Prita, Aseng pesimistis bisa menang"Saya saat itu 99 persen tidak yakin bisa menang," katanya
Namun, dengan adanya kasus Prita, Aseng menjadi optimistisDia yakin hakim akan melihat kasusnya sebagai ungkapan biasa konsumen yang mengeluhkan layananTidak ada niat untuk mencemarkan nama baikIni seperti yang dilakukan Prita"Kalau seperti sekarang ini, saya optimistislahPeluangnya fifty-fifty," ujarnya
Di lingkungan pedagang ITC Mangga Dua, Aseng pun mendadak jadi "ahli hukum"Orang-orang yang mengalami kasus serupa langsung menyerbu Aseng untuk berkonsultasiUmumnya dari kalangan pedagangPaling tidak, yang kasusnya sampai mencuat ada dua orangYakni, Vivi Tanang yang mengeluhkan apartemennya dan Kwee Meng Luan yang tetangga stan Aseng di ITC Mangga DuaVivi sudah divonis percobaan satu tahun empat bulan, sementara Kwee Meng Luan akan membacakan pleidoi (pembelaan) pada sidang hari ini (17/6)Aseng juga akan membacakan pembelaan pribadi pada hari yang samaDia mengaku sudah menjalani sidang ke-27
Dia menghitung di pengadilan, sidang kasusnya berjalan tujuh bulanSelama terlibat kasus hukum, Aseng harus wira-wiri meminta perlindungan ke sejumlah lembagaDi antaranya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) hingga Komnas HAM
Aseng juga sempat tak mau didampingi pengacaraSebab, sejumlah pengacara yang dia datangi memasang tarif selangitMulai Rp 10 juta hingga Rp 60 juta"Yang paling murah itu Rp 10 jutaDuit dari mana uang sebesar ituEmang cari duit gampang apa," ujarnya
Aseng lantas meminta bantuan Dewan PersLembaga yang diketuai Ichlasul Amal itu lantas menawarkan bantuan hukum lewat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PersBiaya pengacara gratisTidak perlu keluar uang sepeser pun"Tapi, ya tetap saya kasih uang makan dan transporSaya juga tidak miskin-miskin amatlah," katanya lantas terkekeh.
Biasanya, orang yang beperkara hukum selalu menghabiskan banyak uangBiaya besar itu untuk ongkos pengacara dan urusan "nonteknis" lainNamun, Aseng tak mengalaminyaSoal biaya bukan jadi masalah utamaYang jadi masalah justru roda bisnisnyaStan miliknya yang berjualan perlengkapan pernikahan itu rentan seretBahkan, selama menjalani kasus itu, salah satu karyawannya ikut jadi korbanDia memutuskan berhenti bekerja
"Waktu itu saya cuma bilang begini, tolong dihitung lagi keuntungan mulai Januari sampai MaretSepertinya keuntungannya kok tidak seperti biasanyaEh, lima hari kemudian dia keluarBarangkali takut saya nanti dipenjara dan toko ditutup," ujarnya lantas tersenyum"Padahal, dia sudah ikut saya lima tahun," katanya menyayangkan.
Perkara hukum itu memang benar-benar menyita waktu AsengHubungannya dengan relasi bisnis pun tak lancarSebab, pikirannya kini tercurah untuk kasus tersebutApalagi, saat sidang, dia terpaksa mematikan handphonePadahal, tak jarang ada relasi yang menanyakan masalah jualan"Daripada mengganggu, HP saya matikanBiar mereka menghubungi toko langsung," katanya.
Kejadian menggelitik pernah dialami AsengGara-garanya, koran terbitan nasional yang dulu memuat tulisan Aseng salah membuat berita sidangSaat itu sidang masih membacakan tuntutan kepada Aseng satu tahun penjaraNamun, koran itu menulis Aseng divonis satu tahun penjara.
Semua kolega Aseng khawatirTelepon seluler Aseng tak pernah berhenti berderingHampir semua menanyakan kapan dia mulai masuk penjaraBukan lantaran sedih karena akan berpisah dengan lelaki pekerja keras itu, tapi mereka khawatir tagihan Aseng tak bisa dibayar gara-gara dia masuk penjaraBeberapa orang malah langsung menodong dia dengan pertanyaan, "Uang yang kemarin sudah ditransfer kan?"
Aseng balas bertanya, "Lho, kenapa?" Rekan bisnisnya itu lantas menjawab"Katanya sudah dipenjaraNanti kalau sudah dipenjara, tidak bisa bayar," tutur Aseng menirukan pernyataan rekannya itu(kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Manohara Odelia Pinot setelah Sepuluh Hari Kumpul Keluarga
Redaktur : Tim Redaksi