Melihat Kehidupan Warga di Pulau Sebatik Saat Indonesia-Malaysia Tegang karena Ambalat

Masih Tergantung Tawau, Tidak Mungkin Perang

Jumat, 12 Juni 2009 – 06:23 WIB
Memanasnya kembali hubungan Indonesia dengan Malaysia lantaran persoalan Ambalat tidak terlalu berpengaruh pada warga yang hidup di kawasan perbatasan dua negara ituContonya warga Pulau Sebatik

BACA JUGA: Manohara Odelia Pinot setelah Sepuluh Hari Kumpul Keluarga

Mereka yakin, ketegangan yang terjadi sekarang tidak setegang empat tahun lalu.

----------------------------------------------
ADHARSYAH-MUSTARI, Nunukan
----------------------------------------------

MALAM itu kebetulan harinya Jumat (29/5)
Jam hampir menunjukkan pukul 20.00 Wita

BACA JUGA: Prita Mulyasari setelah Seminggu Berkumpul Keluarga

Radar Tarakan (Jawa Pos Group) baru saja tiba di Sei Nyamuk
Ini adalah ibu kota Kecamatan Sebatik Induk, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.

Kecamatan Sebatik terletak di Pulau Sebatik

BACA JUGA: Orang-Orang di Balik Berdirinya Jembatan Suramadu

Kawasan ini berbatasan dengan Kota Tawau yang terletak di Negara Bagian Sabah, MalaysiaDengan posisi demikian, Sebatik disebut juga sebagai pintu perbatasan antara Indonesia dan Sabah

Dari pengamatan Radar Tarakan, malam itu tidak ada yang berubah jika dibandingkan dengan hari-hari sebelumnyaPadahal, saat itu media massa sedang ramai-ramainya memberitakan ketegangan Indonesia dengan Malaysia mengenai perairan Ambalat

Supermarket Kebalen Jaya -satu-satunya tempat berbelanja terlengkap di Sebatik- tetap melayani pembelanja hingga pukul 21.00Toko-toko yang menjual barang kelontong maupun konter penjualan handphone juga tetap menjalankan aktivitas seperti biasa

Sejumlah warung makan pun tetap buka"Lihat sendiriTidak ada yang berbeda dibanding hari-hari biasaMasyarakat di sini (Sebatik) tenang-tenang sajaWarga malah heboh membicarakan banyaknya wartawan yang datang ke Sebatik," kata Iswan, warga setempat, sambil menyeruput kopi di sebuah warung"Padahal, di sini nggak ada apa-apa," lanjutnya

Menurut Iswan, warga Sebatik menganggap persoalan Ambalat tidak seheboh seperti yang ditayangkan dan diberitakan di televisi-televisi nasional"Lalu-lalang armada kapal perang Malaysia di perairan sekitar perbatasan Sebatik dengan Tawau merupakan pemandangan biasa," ceritanya

"Hampir setiap hari sejak puluhan tahun tinggal di Sebatik, kami melihat kapal TLDM (Tentara Laut Diraja Malaysia) melintas (di perbatasan)Selama ini memang tidak pernah ada masalah," sambung Iswan yang pengusaha itu

Hasan, rekan Iswan yang menemaninya bersantai di warung, menimpali"Saya ini orang SebatikTapi tahu ada permasalahan perbatasan di Ambalat antara Indonesia dan Malaysia justru dari pemberitaan televisi dan koran," terangnya"Di sini kami tidak merasakan apa-apa," lanjutnya.

Beberapa warga Sebatik yang ditemui Radar Tarakan mengatakan tidak tahu bahwa hubungan Indonesia dan Malaysia memanas karena terkait konflik AmbalatSetelah tahu, mereka berharap agar perang tidak akan terjadi"Kami berharap agar penyelesaian Ambalat ini bisa dengan jalan damaiTerus terang saja, hampir semua hasil pertanian dari Sebatik dijual ke Tawau," kata Mulkin, warga SebatikSelain itu, kebutuhan pupuk pertanian, bahkan garam dan bahan makanan, harus dibeli dari Malaysia"Bagaimana mungkin kita berperang dengan Malaysia kalau kebutuhan kita semua tergantung dari seberang (Tawau, Red)," ujar Mulkin

Menurut dia, konflik Ambalat kali ini berbeda dengan konflik Ambalat empat tahun laluDia menceritakan, pada 2005, konflik Indonesia dengan Malaysia memang membuat warga takutTidak heran, kala itu banyak warga yang menjual tanahnya dan mengungsi ke Tarakan atau Nunukan"Waktu itu kami takut benar-benar terjadi perangKalau sekarang, mudah-mudahan saja tidak jadiIni yang dipercaya warga," katanya.

Meski demikian, memang pernah ada insidenSenin lalu (8/6) warga Indonesia ditolak masuk ke TawauNamun, itu hanya berlangsung sekitar dua jam

Setelah itu warga kembali diperbolehkan beraktivitas seperti biasa"Saya terpaksa kembali membawa pulang penumpang ke Sebatik karena Polis Marine di Tawau melarang kami masukTapi, tidak lama, dua jam kemudian sudah normal," terang Umar, salah seorang pemilik speedboat

Meski demikian, konflik Ambalat tetap berpengaruh terhadap warga perbatasan, khususnya para pedagang yang sering bolak-balik Sebatik-TawauUmumnya, pedagang dari Sebatik membawa hasil perkebunan untuk dijual ke TawauJika masuk ke Tawau, para pedagang itu dikenai biaya cap stempel Pas Lintas Batas (PLB) di Imigresen Malaysia sebesar RM 20 atau setara dengan Rp 60 ribu

Namun, sejak konflik Ambalat mencuat, cap stempel naik tiba-tiba"Setiap pedagang harus bayar biaya cap stempel Imigresen sebesar RM 20 setiap memasuki Tawau dan bayar lagi RM 10 ketika akan keluar dari Tawau," terang Umar, pedagang di Desa Aji Kuning, Kecamatan SebatikPadahal, kata dia, sebelumnya tidak pernah ada tarikan biaya saat keluar dari TawauPenarikan itu baru diberlakukan sejak awal bulan ini ketika memanasnya soal Ambalat

"Sejak panasnya Ambalat itu, semuanya kok serbasulit," katanya

Menurut dia, rata-rata jumlah warga Sebatik, termasuk pedagang tradisional, yang menyeberang ke Tawau melalui pintu dermaga di Desa Aji Kuning mencapai 100 orang per hari

Jika warga Indonesia di Sebatik beraktivitas seperti biasa, demikian juga warga Wallace Bay Sebatik dan Tawau, MalaysiaMereka menganggap, konflik Ambalat bukanlah hal serius dan perlu dibesar-besarkan"Kami tak tahu soal itu," kata Hafis, seorang penjaga pos Polis Gerak Am (di Indonesia semacam Brimob).

Soal Ambalat, kata pria berpangkat kapten itu, adalah urusan kerajaan"Pasal itu urusan orang atas dan yang boleh kasi selesai, melalui Mahkamah Internasional," katanya sambil menyuguhkan kopi kepada Radar TarakanRadar Tarakan lantas membalasnya dengan memberikan rokok

"Kopi Indon (sebutan untuk Indonesia) berbeda rasa dengan NescafeKopi Indonesia kurang enak, tapi rokok boleh tahan (enak, Red)," tutur pria 26 tahun ini seraya tertawa

Dia mengakui, sejak hubungan Indonesia dengan Malaysia memanas, dia dan kawan-kawannya tak bisa lagi bercengkerama dengan kawan-kawannya yang ada di Indonesia"Sejak Ambalat memanas akhir-akhir ini, kami takut lagi pergi ke Indon untuk main bola takrawRindu jualahPadahal, kita negara serumpunKenapa harus nak begaduh," kata Hafis dengan logat Melayu

Lulusan Akademi Polis Diraja Malaysia itu menambahkan, sejak konflik Ambalat mencuat lagi, memang ada peningkatan pengamanan"Di Sebatik Tawau, kerajaan membolehkan polis menjaganya, sedangkan di luar pulau itu tentaraSekarang ini ada satu kompi di kawasan Begusung," beber Hafis.

Ada juga penambahan tentara di beberapa kawasan"Kami juga sudah dilatih tempur," ujarnya(kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Prosesi Pernikahan Dua Budaya Putra Hatta Rajasa dan Cucu Mooryati Soedibyo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler