jpnn.com, YOGYAKARTA - Penyidikan kasus penipuan dan penggelapan seleksi CPNS dan PPPK di Kabupaten Bantul dihentikan alias SP3 oleh penyidik Polda DIY.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda DIY Kombes Yuliyanto, kasus itu diselesaikan melalui keadilan restoratif (restorative justice).
BACA JUGA: Ya Ampun, Satu Lagi Oknum Polisi Terlibat Penipuan Casis Polri di NTT
"Perkaranya sudah dianggap selesai atau dalam bahasa hukumnya telah dilakukan penghentian penyidikan (SP3, red)," ucap Yuliyanto saat konferensi pers di Mapolda DIY, Yogyakarta, Kamis (24/11).
Sementara itu, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY AKBP Tri Panungko menyebut penerapan restorative justice itu bukan inisiatif penyidik
BACA JUGA: Ternyata Ini Motif KH Membunuh Febri, Lalu Membakar Mayat Mahasiswa Itu, Sadis
Dia mengatakan inisiatif penyelesaian secara keadilan restoratif itu datang dari pihak yang berperkara antara terlapor dan pelapor.
Pada kasus itu, Polda DIY sebelumnya menetapkan seorang anggota DPRD Bantul berinisial ESJ tersangka dan ditahan di Mapolda DIY pada 30 September 2022.
BACA JUGA: Santri Tewas Dianiaya Senior di Sragen, Konon Inilah Pemicunya, Ya Tuhan
Tiga laporan terkait tindak pidana penipuan CPNS yang diduga dilakukan ESJ diterima Ditreskrimum Polda DIY pada 24 Maret 2022.
Lalu, pada 15 November 2022 ketiga pelapor atas nama Harjiman, Sutarno, dan Agus Sumarto dengan tersangka ESJ bersepakat menyelesaikan kasus itu secara kekeluargaan dengan menempuh keadilan restoratif.
Tiga korban sebelumnya dirugikan masing-masing Rp 40 juta, Rp 75 juta, dan Rp 150 juta juga sudah menerima pengembalian uang dari tersangka.
Setelah ketiga korban menerima pengembalian uang sesuai kerugian, maka mereka kemudian mencabut laporannya.
"Perkara tersebut kemudian kami lakukan gelar perkara untuk menghentikan penyidikan," ucap AKBP Tri.
Kendati demikian, Polda DIY siap menerima laporan apabila di kemudian hari masih ada korban lain dari kasus penipuan atau penggelapan tersebut.
"Kami dari kepolisian menunggu apabila ada korban-korban lain yang merasa pernah mengalami tindak pidana itu untuk melapor," ujarnya.
Tri juga menyampaikan restorative justice telah diatur dalam Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan.
Kasus yang dapat diselesaikan melalui restorative justice adalah tindak pidana yang tidak menimbulkan keresahan atau penolakan dari masyarakat, tidak berdampak pada konflik sosial.
Lalu kasusnya tidak berpotensi memecah belah bangsa, bukan tindak pidana radikal atau separatis, narkoba, dan penganiayaan atau penghilangan nyawa. (antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2 Kasus Ini Menyeret Nama Petinggi Polri, Mahfud MD Disarankan Minta Atensi Jokowi
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam