JAKARTA -- Dualisme penanganan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kembali memicu persoalanPenanganan buruh migran oleh dua lembaga yakni Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2) TKI dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) memicu kenaikan TKI Bermasalah hingga 20 persen
BACA JUGA: Ical Lepas Tangan
"Karena penanganan TKI ada di dua pintu jadi cenderung menyusahkan upaya penertiban dan penanganan," kata kepala BNP2TKI, Moh Jumhur Hidayat di Jakarta kemarin (5/6).Jumhur menyebutkan, sejak dualisme penanganan terjadi di awal 2009, total penempatan TKI ke kawasan Timur Tengah Tahun 2009 sebesar 250.377 TKI
Data BNP2TKI mencatat, sejak 2006-2008 TKI Bermasalah hanya 12-14 persen
BACA JUGA: KPK Minta Awasi Sistem Birokrasi
Kini, sejak terjadi dualisme 2009 lalu, jumlah TKI Bermasalah meningkat menjadi 20 persen dan bahkan trendnya mencapai 25 persenBACA JUGA: KY Investigasi Calon Hakim Agung
Sejak dualisme, 100 persen PHK sepihak meningkat dibandingkan periode sebelumnya"Harusnya penanganan TKI dilakukan satu pintu agar lebih maksimal dan terintegrasi," kata dia.Jumhur berharap pemerintah daerah dan instansi terkait agar bisa mencegah dan menindak rekrutmen nonprosedural oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab di wilayah-wilayah daerah asal TKISerta menindak pemberangkatan TKI nonprosedural di wilayah pernyeberangan/embarkasi.
Jumhur mengatakan, data TKI Bermasalah itu berdasarkan proses pelaporan di terminal khusus kedatangan TKI Selapajang TangerangPermasalahan TKI itu, kata Jumhur adalah refleksi amburadulnya penempatanData terbaru juga menunjukkan, hingga kini terdapat sekitar 550 orang TKI yang menunggu di shelter Kuwait"Jumlah itu adalah contoh naiknya angka TKI bermasalah," kata dia.
Jumhur berharap, dualisme penanganan TKI akan berakhir dalam 1-2 bulan mendatangProblem itu diharapkan tuntas dengan keluarnya Inpres No3 Tahun 2010 yang mengatur pembagian kewenangan antara BNP2TKI dengan Kemenakertrans
Secara terpisah, Ketua Organisasi Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) Sringatin menentang keinginan pengusaha jasa tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk mengirim sebanyak mungkin TKI ke luar negeriUsul kebijakan yang menjiplak pola pengiriman tenaga kerja Filipina yang mencapai 10 persen dari populasi negara itu dinilai tidak akan berhasil"Devisa Filipina dari pekerja memang USD 15 miliar per tahun tapi itu adalah bentuk swastanisasi migrasi," kata dia.
Sringatin menyesalkan sikap pemerintah yang cenderung mengakomodir keinginan tersebutHal itu, kata dia, terlihat dari terbitnya Instruksi Presiden No 3/2006 tentang Perbaikan Iklim InvestasiMenurut Sringatin, Inpres itu mengarah agar migrasi tenaga kerja ke luar negeri dipermudah"Pemerintah dan pengusaha hanya berpikir mencapai target devisa, namun lupa terhadap tugasnya melindungi warga negara yang bekerja di luar negeri," ujarnya.
Menurut Sringatin, memecahkan persoalan pengangguran di dalam negeri bukan dengan mengirim warganya bekerja ke luar negeri sebagai buruh murahSeharusnya, kata dia, pemerintah menyusun UU Perlindungan Buruh MigranHal itu penting dalam rangka perbaikan perlindungan TKI di luar negeri(zul)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri LH Resmikan Pabrik Pupuk Petroganik
Redaktur : Tim Redaksi