jpnn.com, JAKARTA - Kerja sama antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) telah berjalan sejak sedekade lalu. Saat itu, pemerintah berkeinginan membangun dan mengembangkan wilayah Marunda C01 sebagai penopang Pelabuhan Utama Tanjung Priok.
Sayangnya, perjalanan kerja sama itu malah menuai sengketa di mana KBN menggugat PT Karya Citra Nusantara (KCN), Kemenhub, dan KTU.
BACA JUGA: Kasus KBN vs KCN Alot, Bakal Dibawa ke Presiden
KBN dianggap tidak mematuhi rekomendasi Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi.
Hal itu bisa mengancam keberadaan investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur.
BACA JUGA: Dua Pejabat ini Buka Suara Soal Sengketa Pelabuhan Marunda
“BUMN tidak patuhi rekomendasi Pokja IV, maka itu kami akan bawa ke rapat menteri sampai presiden,” ujar Menkumham Yasona Laoly yang juga bertindak sebagai Ketua Pokja IV.
Sejalan dengan itu, KBN diminta untuk melakukan studi kelaikkan pengembangan pelabuhan menjadi Terminal Umum. Studi kelaikan yang diterbitkan LPM UGM direstui dengan kontrak No. 02/PJ-PB/DIRUT/I/2003 pada 2003 menyebutkan pengembangan Marunda C01 amat potensial jika menggandeng mitra swasta, sehingga tidak membebani anggaran negara.
BACA JUGA: Kasus KCN vs KBN Harus Jadi Pelajaran
Hasil studi itupun menyebutkan untuk menarik minat swasta, besaran saham KBN tidak melebihi 20%. Sedangkan pendanaan pembangunan seluruhnya merupakan modal dari investor swasta.
Sebagai tindak lanjut, KBN lantas melakukan lelang atau tender pengembangan lahan Marunda C01. Munculah KTU selaku pemenang tender yang kemudian bersepakat mendirikan usaha patungan, KCN dengan porsi kepemilikkan saham KBN 15% tanpa delusi yang merupakan penyetoran modal berupa garis pantai 1.700 meteri dari Cakung Drain sampai Sungai Blencong, dan sisanya porsi saham milik mitra swasta.
Perjalanan perjanjian kerja sama yang bermula dari rencana besar pemerintah mengembangkan Tanjung Priok setidaknya bertentangan dengan klaim Direktur Utama KBN Sattar Taba yang baru menjabat pada akhir 2012 lalu.
Perjanjian kerja sama yang disokong penelitian LPM UGM itu dimaksudkan untuk pengembangan kawasan Marunda C01 sebagai Pelabuhan Umum.
Dengan rangkaian perjanjian itu, maka KCN selaku anak usaha KBN yang diakui pemegang modal perseroan dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta dan Menteri BUMN, sah membangun dan mengembangkan bibir pantai.
KCN mendapatkan restu dari Menteri BUMN melalui surat No.S-528/MBU/2004 tentang izin anak perusahaan bidang Kepelabuhanan pada lahan C-1 yang saat itu dijabat Laksamana Sukardi.
Di sisi lain, Pokja IV masih berupaya agar sengketa KBN dan KCN yang mempertaruhkan investasi triliunan dari pihak swasta bisa diselesaikan secara baik. Hal tersebut, agar tidak menjadi preseden negatif bagi geliat investasi swasta pada pembangunan infrastruktur sebagaimana keinginan pemerintah.
Selain itu, Rekomendasi Pokja IV juga menyinggung laporan dugaan penggelapan dana KCN oleh direksi KBN. Pelaporan terhadap Sattar Taba dan Ahmad Khusyairi yang diduga melakukan korupsi dana KCN masih dalam proses penyidikan Polda Metro Jaya.
Dengan dasar itu, kasus hukum yang membelit Sattar Taba tidak bisa dikaitkan dengan sengketa Pelabuhan Marunda. Pokja IV menganggap pengusutan yang dilakukan Polda Metro Jaya merupakan upaya menegakkan GCG pada usaha milik negara.
“Kami telah mempelajari detil dan menyeluruh persoalan ini, solusinya sudah kami kantongi, itu sangat jelas dan mudah. Tinggal bagaimana nanti rapat di tingkat lebih atas, yakni Kementerian dan Kemenko,” kata Sekretaris Pokja IV Purbaya Yudha Sadewa.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KBN Vs KCN, Menhub Dorong Rekonsiliasi
Redaktur & Reporter : Yessy