Kebanggaan dan Kegundahan Orang-Orang Indonesia di Boeing

Utang Budi ke IPTN, Ikut Rancang Pesawat Komersial Tercanggih

Senin, 19 September 2011 – 08:08 WIB

Dari 30-an orang Indonesia yang bekerja di Boeing, banyak yang menduduki posisi vitalBerikut laporan SUHENDRO BOROMA, direktur Manado Post (JPNN Group) yang mengunjungi markas pabrik pesawat tertua di dunia itu di Seattle bersama Lion Air

BACA JUGA: Jadi Tukang Ojek pun Siap, Orang Tua Sempat Kecewa


 
==========================================

MIMPI buruk itu menghampiri Agung H
Soehedi seiring dengan terjadinya serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat

BACA JUGA: Babak Baru Alfred Riedl, mantan Pelatih Timnas Indonesia

Pria kelahiran Temanggung, Jawa Tengah, 8 Mei 1963 tersebut harus kembali kehilangan pekerjaan


Ya, tragedi yang menewaskan lebih dari tiga ribu jiwa itu membuat banyak orang menghindari transportasi udara

BACA JUGA: Terus Melawan, Antasari Azhar Luncurkan Buku dari Balik Penjara

Akibatnya, permintaan pesawat menurun drastis dan itu memaksa Boeing, pabrik pesawat tertua di dunia yang berbasis di Seattle, Amerika Serikat, tempat Agung bekerja selepas dari IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara, kini PT Dirgantara Indonesia, Red), mesti merumahkan banyak karyawanAgung termasuk salah satunya

Karena sudah membawa istri dan empat anaknya boyongan ke Seattle, Agung pun mesti memutar otak untuk bertahan hidupAlumnus Itenas, Bandung, yang keluar dari IPTN sebelum pabrik pesawat terbang satu-satunya di Asia Tenggara itu kolaps akibat krisis moneter, itu pun akhirnya rela bekerja apa saja untuk menafkahi keluarga

Menjadi tukang cuci mobil, sopir shuttle bus, pengatur dan pembuat taman, tukang memperbaiki rumah, hingga mendirikan perusahan perumahan, semuanya pernah dia jalaniNah, pada usaha terakhirnya itu Agung menemukan peruntungan"Usaha saya dan partner maju," katanya
   
Tapi, tetap saja kesuksesan itu tak mampu menghapus kecintaan Agung kepada dunia aeronautikaMeski dua kali mengalami pengalaman pahit, ketika pada 2006 Boeing menawarinya untuk bekerja lagi seiring pulihnya pasar pesawat, Agung tak butuh waktu panjang untuk mengiyakan"Partner saya tak mau melepas, tapi saya bersikeras kembali ke Boeing," ujarnya.
   
Pilihan itu terbukti tepatDi industri pesawat yang didirikan William Boeing itu karir Agung terus menanjak, meski bisnis bersama sang partner tadi tetap dijalankanKini alumnus SMAN 3 Bandung tersebut menduduki jabatan structural analysis engineerPesawat produksi Boeing yang pernah ditangani sektor stress analysis-nya adalah Boeing 737 dan Boeing 757

Agung adalah satu di antara sekitar 30 orang Indonesia yang kini berkarir di BoeingMayoritas jebolan IPTN alias PT DIMereka tersebar di berbagai departemenBukan hanya di urusan teknis, tapi ada juga yang bekerja di bagian keuangan

Dari ke-30 orang itu, tak sedikit pula yang menduduki posisi bergengsi atau berpengaruh karena skill yang mereka milikiAgung, misalnya, ketika hendak dipindah ke pembuatan Boeing 777, dengan tegas menolak

"Saya bilang mau keluar kalau dipaksa pindah," kisahnya"Bos saya bilang, sama sekali tak terpikirkan Anda keluar dari Boeing," lanjutnya.

Itu menunjukkan kapasitas dan kualitas Agung yang sangat dihargai di BoeingSama halnya dengan Tonny SoehartoLulusan ITB 1982 itu menduduki posisi lead engineer-MB production support engineering Boeing 777Pada pembuatan pesawat berbadan lebar untuk penerbangan lintas benua yang sangat diminati pasar itu, Tonny dipercaya menjadi pimpinan di salah satu bagian yang vital.

"Tak terbayangkan kita orang Indonesia membawahkan orang-orang Amerika di BoeingAlhamdulillah, itu bisa kami capai di sini," kata Tonny dengan mata berkaca-kaca

"Mereka respek dan menghargai kemampuan kita, orang IndonesiaSaya juga dengan bangga bilang sebagai alumnus IPTN," lanjut pria yang mempersunting gadis asal Bangkalan, Madura, itu.

Agung dan Tonny memang sama-sama mengakui bahwa apa yang mereka capai saat ini tak lepas dari latar belakang pengalaman mereka di IPTNBekerja di perusahaan yang identik dengan mantan Presiden B.JHabibie itu sangat berjasa dalam pembentukan kualitas dan kapabilitasDengan kata lain, IPTN telah menempa mereka hingga memiliki kualitas dunia untuk bidang teknologi pembuatan pesawat

"Di sini (Boeing), menyebut IPTN tidak meragukanMemudahkan untuk diterima," kata Agung dan Tonny yang ditemui di tempat terpisah di Seattle

Yang bukan alumnus IPTN pun tak kalah membanggakan prestasinyaMisalnya, Bramantya DjermaniDia kini menjadi satu-satunya orang Indonesia yang terlibat dalam pembuatan pesawat Boeing tercanggih, Boeing 787 Dreamliner.

Dreamliner menggunakan bahan dasar kompositPesawat ini paling ringan di antara semua jenis pesawat komersial yang pernah ada dan paling hemat bahan bakar

Meski belum dilepas ke pasaran, pesanan kepada Boeing sudah menumpuk, mencapai 800-an"Untuk saat ini masih dalam tahap persiapan," kata Bram yang langsung bekerja di Boeing begitu lulus dari University of Foledo, Ohio.

Di pembuatan pesawat berjuluk Boeing Next Generation itu, Bram memegang jabatan industrial engineer"Saya berusaha menjalankan tugas dengan sebaik-baiknyaUntuk karir saya dan mudah-mudahan menyumbang bagi nama baik Indonesia," katanya.

Atas kemampuan masing-masing, orang-orang Indonesia di Boeing rata-rata sudah hidup mapan di negeri Paman SamGaji pokok mereka berkisar USD 200.000 per bulan (sekitar Rp 1,86 miliar)Itu belum termasuk tunjangan dan penghasilan tambahan lain-lain.

Agung, contohnya, punya dua rumah yang megah"Rumah saya seperti jadi tempat berkumpul mahasiswa asal Indonesia dan tempat penitipan barang-barang mereka," katanya saat menjamu penulis di salah satu rumahnya di kawasan Way, Kent, Washington.

Tonny juga sudah berhasil menuntaskan kuliah anak tertuanya di University of Washington (UW), SeattleSi sulung yang beristrikan perempuan Vietnam itu kini mengikuti jejak ayahnya sebagai engineer

Anak kedua memilih jurusan arsitek di perguruan tinggi yang sama"Alhamdulillah, kami juga terus berusaha membantu siapa saja anak Indonesia yang kuliah di sini (Seattle dan sekitarnya)," ujar Tonny.

Di luar Agung, Tonny, dan Bram, masih ada Kholid Hanafi yang berada di bagian pembuatan Boeing 737 dan Maurita Sutedja yang berkarir di departemen keuanganSulaeman Kamil, mantan direktur teknologi IPTN dan pernah menjadi asisten Menristek-kepala BPPT, juga bekerja di Boeing.

"Intinya, kami semua bangga," kata Bram"Kami membuktikan bahwa orang Indonesia tidak kalah dengan warga Amerika atau bangsa-bangsa lain di dunia," lanjutnya.
   
Namun, di balik kebanggaan itu juga tersembul kegundahan"Sedih karena semua kemampuan iptek yang kami miliki tak bisa dikembangkan atau dipakai di tanah air," kata Tonny

"Potensi dan kemampuan anak-anak Indonesia tak kalahSayang ndak bisa diaplikasikan di tanah airTidak ada ruang dan wadah yang cocok bagi penerapan dan pengembangan teknologi dirgantara di Indonesia," tambah Bram.

Bahkan, kalau saja IPTN tak kolaps akibat krisis moneter yang bermula dari mismanajemen dan konsistensi mengembangkan produksi mereka seperti CN315, N250, dan N2130, Agung yakin perusahaan pelat merah itu akan menguasai pasar yang kini dikangkangi ATRATR adalah anak perusahaan saingan Boeing, Airbus, yang bermarkas di Toulouse, Prancis

"Saya prihatin dan sedih," ujar AgungSuaranya melemah dan matanya sayu"Kita seharusnya kini raja di pasar seperti yang dikuasai ATR sekarang."
   
Apalagi, B.JHabibie dulu menerapkan teknologi pesawat masa depan yang saat itu belum dimiliki pabrik pesawat lain: fly-by-wireBoeing sendiri menggunakan teknologi ini untuk pembuatan B777 pada 1994

Teknologi itu pula yang kini "dicuri" Boeing dan Airbus dalam merancang pesawat-pesawat masa depanSesuatu yang lebih dulu diterapkan IPTN pada N2130"Sedih dan prihatinItu tinggal kenangan," kata Agung, Tonny, dan Bram(*/jpnn/c2/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yudi Kurniawan, Petani asal Malang yang Melatih Pertanian di Gambia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler