Kebijakan Subsidi BBM Hampir Final

Mengerucut Opsi Pembatasan atau Kenaikan Harga

Jumat, 12 April 2013 – 11:24 WIB

jpnn.com - Kebijakan Subsidi BBM Hampir Final

Mengerucut Opsi Pembatasan atau Kenaikan Harga

BACA JUGA: Bank BUMN Publikasikan Debitor Bandel



JAKARTA - Pembahasan kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sudah mendekati tahap final. Di antara sekian banyak skenario yang ditimbang, saat ini kebijakan BBM mulai mengerucut kepada opsi pembatasan atau kenaikan harga. Rencananya, kebijakan final subsidi BBM itu diputuskan pekan ini. Ya, kini kedua opsi tersebut yang akan dibahas intensif di cipanas.


Menurutnya Menteri ESDM Jero Wacik, setiap opsi pembatasan atau kenaikan harga sama-sama memiliki plus dan minus. Tapi, semua opsi cenderung mengakibatkan inflasi. ""Yang ditekankan presiden, harus tetap menjaga kelompok miskin. Sebab, mana pun opsi yang diambil akan timbul inflasi dan itu akan memukul saudara-saudara kita kelompok miskin dan hampir miskin,"" kata Jero.


BACA JUGA: Rokok Gunakan Cukai Palsu


Ketika ditanya opsi mana yang terbaik, Jero mengatakan bahwa kemungkinan mengarah kepada pengendalian BBM. Opsi tersebut nanti berkaitan dengan pembatasan subsidi, khususnya bagi kalangan menengah ke atas.


Subsidi bagi kalangan mampu tersebut akan dihapus. ""Jadi, orang kaya dan mampu tidak berhak menerima subsidi atau subsidinya kecil. Masih ada subsidi, tapi kecil. Nah, kelompok yang tidak mampu masih diberi subsidi (penuh),"" kata politikus Partai Demokrat itu.

Dia menekankan, pemerintah menargetkan mengurangi subsidi yang nilainya Rp 300 triliun. Subsidi tersebut akan diprioritaskan bagi kelompok masyarakat miskin. ""Jadi, nanti subsidi untuk orang mampu dikurangi. Masak orang kaya disubsidi banyak-banyak,"" ujarnya.



BACA JUGA: Buah Impor Langka

Tapi soal implementasi, Jero belum bisa bicara banyak. ""Itu nanti. Tapi, arahnya ke sana,"" lanjut dia.


Nah, ketika disinggung terkait desakan para pengusaha yang terus mendorong agar harga BBM segera dinaikkan, Jero memaparkan bahwa pemerintah tidak bisa seenaknya mengikuti kemauan mereka. Sebab, pemerintah harus memikirkan dampak inflasi yang pasti terjadi. Selain itu, dalam hal tersebut, pemerintah tetap mengutamakan masyarakat miskin.


""Pemerintah kan mikirnya semua rakyat. Jadi nggak cuma (mikir) pengusaha. Kalau pengusaha mengusulkan agar dinaikkan saja, nanti dulu. Malah nanti nyalahin pemerintah lagi. Tapi, yang paling penting menjaga sektor yang kurang mampu,"" tegas dia. 



Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi terus mendesak pemerintah agar menaikkan harga BBM bersubsidi. Menurut dia, subsidi BBM saat ini sudah memberatkan negara dari sisi keuangan. ""Disparitas harga BBM bersubsidi terlalu tinggi. Untuk itu, kami meminta pemerintah menaikkan harga BBM. Kalau bisa, langsung naikkan saja,"" ujarnya saat Munas Apindo IX di Jakarta.



Dia menegaskan, langkah tersebut menjadi satu-satunya solusi untuk menyelesaikan subsidi yang terus membengkak. ""Kalau menggunakan konsep pelat kuniing dan hitam, misalnya, itu hanya akan menghemat Rp 40 triliun hingga Rp 80 triliun. Tapi, kemungkinan penyalahgunaan sangat besar. Padahal, kalau subsidi dikurangi 50 persen saja, otomatis terpotong dari Rp 300 triliun menjadi Rp 150 triliun,"" jelasnya.



Namun, subsdi tersebut tidak boleh dikurangi seenaknya. Jika pemerintah benar-benar mengurangi subsidi, dia meminta pemerintah lebih berfokus ke pembangunan infrastruktur dan penyediaan bantuan langsung tunai (BLT) kepada rakyat miskin. Upaya tersebut bisa diambil dari alokasi BBM subsidi yang tidak terpakai.



Merujuk data Pertamina, realisasi penyaluran BBM subsidi pada kuartal I 2013 sudah mencapai 10,74 juta kiloliter atau 100,6 persen dari kuota yang disediakan. Penyebab jebolnya kuota itu adalah penyaluran solar bersubsidi yang mencapai 3,70 juta kiloliter. Jumlah tersebut melebihi kuota yang disediakan pemerintah sebesar 3,53 kiloliter. (ken/bil/c4/oki)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Butuh Rp 5 Triliun untuk Raskin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler