Kecewa tak Bertemu Jokowi, Para Guru Hibur Diri Berselfie di Monas

Senin, 14 Desember 2015 – 16:10 WIB
Muhayi (kiri) dan Mukhris (kanan). Foto: Mesya Muhammad/JPNN

jpnn.com - MESKI berlangsung meriah, namun ‎HUT PGRI ke-70 menyisakan kekecewaan mendalam di hati 115 ribu guru. Jauh-jauh datang dari kampung ke ibukota negara, hanya ingin bertemu Presiden RI Joko Widodo. Namun apadaya, yang diharap tak kunjung tiba dan hanya mengutus seorang menteri. 

Mesya Muhammad-Jakarta

BACA JUGA: Kisah Menginspirasi dari Guru Asal Malang yang Mengabdi di Ujung Papua

STADION Utama Gelora Bung Karno (GBK) pada Minggu (13/12) begitu semarak. Di sana-sini tampak spanduk dan umbul-umbul bertuliskan HUT PGRI ke-70. Di pintu utama, ada dua spanduk besar yang menyita perhatian orang. Yang kiri bertuliskan selamat datang kepada anggota PGRI dari seluruh Indonesia dengan gambar foto Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo. Di sisi kanan,  bertuliskan selamat datang Presiden RI Joko Widodo lengkap dengan fotonya.

Sementara di luar stadion, bus-bus tampak berjejer memenuhi sepanjang jalan kawasan Senayan.‎ Saking banyaknya bus yang dicarter guru-guru, hampir seluruh ruas jalan kawasan Senayan dipakai untuk parkir.

BACA JUGA: Minim Teknologi Tapi Kaya Inovasi

Hajatan HUT PGRI ke-70 ini boleh dikata terakbar. Biasanya HUT PGRI hanya dihadiri oleh perwakilan pengurus PGRI di masing-masing cabang. Namun untuk usia ke-70 ini, PB PGRI tidak memberikan batasan. Hanya dimintakan minimal tiga guru dan maksimalnya tanpa batas.

Suharto, ketua PGRI Cabang Mojobo mengungkapkan, untuk Kudus hanya dijatahkan tujuh bus saja. Tapi yang berangkat sembilan bus sehingga total guru sekitar 600 orang. Sedangkan untuk Kabupaten Pati, dari jatah 12 bus, yang berangkat ke Jakarta ada 25 bus. 

BACA JUGA: Sedih, Pengin Nangis...Bocah-bocah Itu Harus Berenang Menuju Sekolah

"Ini memang hajatan akbar PGRI. Tiap cabang tidak dibatasi untuk datang ke ibukota negara. Kami semangat sekali karena ingin menyampaikan aspirasi guru kepada presiden," tutur Suharto.

‎Pengakuan serupa diungkapkan Muhayi, Ketua PGRI Cabang Gisting, Lampung. Guru senior ini menyatakan, HUT ke-70 sengaja dibuat meriah karena angka tersebut menunjukkan PGRI sudah banyak makan asam garam. Itu sebabnya ketika PB PGRI berencana memeriahkan HUT ke-70 ini secara besar-besaran langsung disambut sukacita seluruh guru.

"Banggalah kami menjadi anggota PGRI. Kami tidak peduli meski jauh-jauh datang dari kampung ke ibukota negara," ujar Muhayi.

Ditambahkan Mukhris, sekretaris PGRI Cabang Gisting, Lampung, untuk menggelar acara akbar tersebut, banyak donatur yang mendukung. Sebanyak 3,4 juta anggota PGRI tidak mengeluarkan sepeserpun dana untuk hajatan tersebut. Semuanya diambil dari dana organisasi dan sumbangan pihak ketiga.

Selama menjadi anggota PGRI, keduanya mengaku banyak manfaat yang dirasakan. Ketika guru mendapatkan masalah, PGRI tampil ke depan memberikan advokasi. Ketika guru tertimpa musibah baik sakit, kecelakaan, kematian, PGRI juga membantu.

"Unsur kegotongroyan di PGRI itu sangat kuat. Tiap anggota memang dikenakan iuran sesuai AD/ART sebesar Rp 4 ribu, dana itu dibagi-bagi Rp 400 untuk PB PGRI, Rp 800 untuk PGRI Provinsi,  Rp 1600 untuk kabupaten/kota, Rp 1.600 untuk cabang. Tapi dana ini dikembalikan ke guru juga karena setiap ada acara tidak ditarik duit," papar Mukhris.

Muhayi menambahkan, semangat guru-guru di HUT PGRI ke-70 sangat besar karena berharap bisa bertemu Jokowi. Itu sebabnya, pria 50 tahun ini tidak bisa menolak ketika ada 600 guru yang ingin‎ ikut ke Jakarta. Ada satu tekad yang ingin disampai ke Presiden, bahwa seluruh guru di Indonesia mendukung pemerintahan Jokowi-JK. Sayang seribu kali sayang, yang ingin dititipkan amanat guru tidak hadir.

"Untuk ke sini kami harus melewati perjalanan 10 jam dengan bus. Yang dari Kudus dan Pati lebih jauh lagi. Tadinya rasa lelah itu kami tepis karena inginnya bertemu presiden. Tapi kini rasa lelah bercampur kecewa makin terasa karena presiden batal hadir," ujar Muhayi yang sengaja berdiri di pagar dekat pintu masuk VIP agar bisa menyalami‎ presiden begitu tiba di GBK.

Muhayi lantas mengaitkan absennya Jokowi dengan SE MenPAN-RB dan Mendikbud. SE dua menteri itu dinilai mengandung unsur provokatif untuk menggagalkan acara HUT PGRI. Semestinya negara memberikan perlindungan kepada guru-guru untuk berserikat/berkumpul dan bukannya dihadang dengan SE yang tidak jelas.

Kecewa tidak bisa melihat Jokowi, Muhayi serta guru-guru lainnya yang rata-rata berasal dari seluruh daerah memilih menghibur hati dengan jalan-jalan ke Monas. Setelah itu, mereka langsung pulang ke daerah masing-masing untuk menunaikan tugas sebagai pendidik.

"Tidak bisa bersalaman dan foto dengan presiden, kami ke Monas saja. Biar bisa selfie dan jadi kenang-kenangan pernah datang ke ibukota negara," tandasnya. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pria Tampan Pemenang Pilkada Itu Bilang Saya Kagum dengan Arumi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler