Keistimewaan Jogja Bukan Keinginan HB IX dan PA VIII

19 Agustus 1945 Jadi Tanggal Keramat

Minggu, 21 Agustus 2011 – 06:59 WIB

JOGJAKARTA - Tanggal 18-19 Agustus 1945 merupakan tanggal penting dalam sejarah Republik Indonesia maupun Keistimewaan JogjakartaPada tanggal tersebut dua wilayah berdaulat (Kesultanan dan Pakualaman Jogjakarta) menyatakan bergabung dengan RI.

Itulah yang terungkap dalam Sarasehan Piagam Kedudukan: Penghargaan Presiden Soekarno kepada Hamengku Buwono (HB) IX dan Paku Alam (PA) VIII dengan tema Peran Rakyat Jogja Sehari Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI di Pusat Kebudayaan Koenadi Harjosoemantri kemarin (20/8)

BACA JUGA: MA Lambat Proses Sanksi Hakim Kasus Antasari

Hadir sebagai pembicara Moh
Fajrul Falaakh, pakar hukum tata negara UGM, dan Sudomo Sunaryo, pengamat Keistimewaan Jogjakarta.

Status keistimewaan yang disandang Jogjakarta bukan merupakan keinginan HB IX maupun PA VII

BACA JUGA: Interpol Buru Istri Nazaruddin

Ini merupakan kosakata dari konstitusi negara Indonesia, UUD 1945, yang dirumuskan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Status itu diperoleh setelah Kasultanan Jogjakarta maupun Pura Pakualaman menyatakan diri sebagai bagian dari Indonesia.

Menurut Sudomo, keputusan bergabungnya Kasultanan dan Pura Pakualaman adalah buah dari konsultasi HB IX dan PA VIII

BACA JUGA: Mesin Mafia Anggaran Harus Dipreteli

Setelah mendengar lewat radio tentang kemerdekaan Indonesia, PA VIII bertemu HB IX di Kepatihan. 

Dalam pertemuan tersebut Sultan HB IX langsung mengatakan "yes" setelah PA VII mengusulkan bergabung dengan Indonesia,  kata Sudomo, yang mendapat cerita langsung dari PA VIII dalam sebuah kesempatan"Ini menunjukkan bahwa Sultan HB IX sudah memiliki konsep tentang integrasi tersebut,  tambahnya.

Sebelumnya, sempat ada kekhawatiran tentang adanya adu domba RI dengan Kesultanan dan Pura Pakualaman oleh pihak JepangSetelah itu, HB IX dan PA VIII mengirim telegram ke Jakarta yang isinya mengucapkan selamat atas proklamasi Indonesia dan menyatakan penggabungan wilayahnya ke NKRI

Dengan demikian, Pemerintah RI melalui Presiden Soekarno memberikan piagam kedudukan kepada HB IX dan PA VIIDengan diberikannya piagam kedudukan tersebut, dikeluarkan amanat 5 September 1945 sebagai tanda bahwa Keraton Jogjakarta maupun Pura Pakualaman sebagai bagian NKRI yang bersifat istimewa.

Sebelumnya, Sultan HB IX dan PA VIII juga mengajak dua keraton Surakarta untuk bergabungTetapi, dua utusan yang dikirim, yaitu Selo Sumardjan dan Joyodiningrat, gagal bertemu Paku Buwono maupun MangkunegoroPenyebabnya, saat itu di Surakarta terjadi pergolakan anti swapraja dan feodalisme.

"Telegram yang dikirim ke Bung Karno saya yakin banyak berpengaruh pada pembahasan UUD 1945, terutama pasal 18," kata SudomoDalam pasal 18 UUD 1945 sebelum diamandemen terdapat pengakuan adanya  hak-hak asal usul  suatu daerah.

Sementera itu, Fajrul Falaakh lebih menggarisbawahi proses sejarah perkembangan politik yang kemudian berujung pada integrasiMenurut dia, penempatan Keistimewaan Jogjakarta harus dilihat dalam multiaspekKetentuan ketatanegaraan juga harus dibacaPola hubungan pusat daerah tidak bisa lagi top-down.

Menurut dia, proses penggabungan ini merupakan politik kebangsaan dari dua raja berdaulatYakni, melalui proses dialog internal yang bermuara pada integrasi"Dari cerita beliau (Sudomo) banyak hal baru yang didapat dan tidak terdokumentasikanSeperti pertemuan Sultan HB IX dan PA VIII yang merupakan dialog raja-raja,"  ujarnyaPrespektif historis ini tentu tidak dapat dihapuskan begitu saja(jpnn/c2/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Elit Terima Manfaat, Imbasnya ke Masyarakat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler