Kejaksaan Agung (Kejagung) pun siap memperdatakan Sjamsul untuk meminta pengembalian duit negara tersebut.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy mengatakan, tim penyelidik kasus BLBI BDNI memang tidak menemukan pelanggaran hukum secara pidana
BACA JUGA: SBY: Minyak USD 150, Subsidi Rp 320 Triliun
‘’Tapi (pelanggaran) perdatanya adaMenurut Marwan, temuan kekurangan pemenuhan kewajiban Sjamsul itu seharusnya ada dalam materi keterangan pers penghentian penyelidikan pada 29 Februari lalu
BACA JUGA: Men PAN Miris Kasus Hukum Libatkan PNS
Namun, JAM Pidsus kala itu –Kemas Yahya Rahman tidak menyebutkanBACA JUGA: Dana Jamkesmas Tahap Kedua Cair
Mungkin saat itu Pak Kemas lupa umumkan,’’ kata mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur ini.Dalam persidangan Urip (1/7), anggota tim penyelidik kasus BLBI Hendro Dewanto yang menjadi salah satu saksi menyebutkan, tim menemukan kekurangan pemenuhan kewajiban Rp 4 triliun yang harus dipenuhi SjamsulTemuan tersebut telah dilaporkan pada 25 Februari 2008Namun, dalam pengumuman penghentian penyelidikan, hal itu tidak disampaikan oleh Kemas.
Sebelumnya, pada ekspos 4 Februari, tim memutuskan mengubah status kasus dari pidana menjadi perdata karena tidak dapat menghitung kerugian negaraKasus itu kemudian akan dikoordinasikan dengan JAM Datun.
Mantan Kapusdiklat Kejagung itu menolak tudingan bahwa Kemas Yahya sengaja menyembunyikan informasi tunggakan tersebutDia pun berjanji akan terlebih dahulu mempelajari temuan tersebut sebelum diserahkan ke DatunJaksa Agung Hendarman Supandji juga telah dilaporinya
”Kalau ada unsur perdatanya, ya akan kita serahkan ke yang kompeten (Datun, Red),” kata Marwan yang mengaku baru mengetahui perihal tunggakan itu dari berita di media cetak kemarin
Dia juga membantah adanya unsur kesengajaan dari Kemas karena tidak mencantumkan dalam memori saat sertijab JAM Pidsus”(Memori) kan hanya jumlah perkara, tidak menyebutkan yang detil-detil,” kilahnya.
Untuk keperluan itu, Marwan telah memerintahkan direktur penyidikan pada JAM Pidsus untuk memanggil jaksa penyelidik kasus BLBI BDNI untuk meminta keterangan lebih lengkap.
Bagaimana dengan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang telah dikantongi Sjamsul? Marwan menjelaskan, hal itu berbeda perkaranya dengan tunggakan yang Rp 4,7 triliun
Menurut Marwan, SKL hanya terkait dengan SP3 Sjamsul Nursalim yang kini tengah dalam proses banding”Itu lainSKL itu yang banding,” terang mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim ituPihaknya siap menangani kasus BLBI Sjamsul Nursalim jika keputusan pengadilan memerintahkan untuk membuka lagi kasus tersebut.
Secara terpisah, Indonesian Corruption Watch mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengambil alih kasus BLBI dari Kejagung
Meski saat ini Kejagung bermaksud mengajukan gugatan perdata, kepercayaan publik terhadap legitimasi lembaga tersebut telah merosot”Kasus BLBI bukan hanya Sjamsul Nursalim,” kata Emerson Yuntho, kordinator bidang hukum dan peradilan ICW, usai jumpa pers di Warung Daun Cikini, Jakarta, kemarin (2/7).
Emerson menegaskan, pengambil alihan kasus BLBI oleh KPK memungkinkan karena kasus tersebut sarat mengandung unsur tindak pidana korupsiSesuai ketentuan UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK (pasal 68 juncto pasal 8 dan pasal 9 huruf d dan huruf j) KPK bisa melakukan pengambilalihan suatu kasus apabila hal itu terkait dengan pidana korupsi”KPK memiliki justifikasi yang kuat baik dari sisi kewenangan maupun kredibilitas kelembagaan,” kata dia.
Berdasarkan data yang dihimpun ICW, dari total utang lima obligor BLBI senilai Rp 89.874,96 miliarSaat ini, baru Rp 27.132,42 miliar yang telah dikembalikanUntuk kasus Sjamsul Nursalim, pemilik BDNI itu belum mengembalikan 82,64 persen utang dari total pinjaman sebebsar 28,41 miliarSalim Group yang merupakan pengemplang BLBI terbesar yakni Rp 52,73 miliar, total baru mengembalikan utang sebesar 19,39 miliar atau baru 37,77 persen(fal/bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dephub Minta Bukti Konkret
Redaktur : Tim Redaksi