”Pada prinsipnya, berkas kami terima
BACA JUGA: BBM Langka, SBY Semprot Pertamina
Nanti, diteliti dulu sebelum dinyatakan lengkap,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Abdul Hakim Ritonga kepada Jawa Pos, Senin (5/1)Mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel itu mengatakan, sesuai dengan prosedur, pihaknya hanya menunggu pelimpahan dari polisi
BACA JUGA: Rizal Jamin Ferry Tak Lari
Dia juga mengapresiasi janji Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri yang menolak menghentikan penyidikan kasus lumpur LapindoBACA JUGA: Kasus KDRT didominasi Kekerasan Seksual
Kita lihat dulu petunjuknya, dipenuhi atau tidakKalau lengkap, kami limpahkan,” jelasnya.Terkait desakan Komnas HAM agar pertentangan pendapat ahli –yang mengatakan semburan akibat kelalaian pengeboran atau akibat bencana alam– diuji di pengadilan (Jawa Pos, 5/1), Ritonga menyerahkan sepenuhnya kepada jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani”Tergantung jaksanyaKalau mau seperti itu, silakan,” tegas pria 58 tahun tersebut.
Terpisah, Koordinator LBH Masyarakat Taufik Basari sependapat dengan desakan Komnas HAM agar berkas perkara lumpur Lapindo segera dilimpahkan ke pengadilanMenurut dia, itu terkait dengan tugas jaksa untuk membuktikan bahwa tersangka atau terdakwa bersalah”Nah, untuk membuktikan, mereka harus ’berperang’ di pengadilan,” tegas Taufik.
Meski demikian, pria yang akrab disapa Tobas itu meminta kejaksaan tidak asal menerima pendapat ahli yang berpihak kepada Lapindo dengan mengatakan semburan akibat bencana alam”Kejaksaan harus melakukan tracking, cek kredibilitasnya, termasuk konflik kepentingannyaJangan sampai kejaksaan diakali Lapindo,” kata Tobas yang pernah mengadvokasi korban lumpur dalam gugatan perdata terhadap Lapindo Brantas itu.
Dia juga menunjuk kesimpulan konferensi internasional yang diselenggarakan American Association of Petroleum Geologist (AAPG) sebagai bukti bahwa pendapat ahli cukup bulat”Itu modal berharga bagi kejaksaanKalau Lapindo mau beda, itu urusan mereka,” kata mantan pengacara publik YLBHI itu
Seperti diketahui, dalam konferensi yang dihelat di Cape Town, Afrika Selatan, 26–29 Oktober lalu, 42 ahli geologi dunia berpendapat bahwa bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo terjadi karena kesalahan pengeboranHanya tiga ahli yang menyatakan lumpur yang menyembur tanpa henti sejak 2,5 tahun lalu itu disebabkan gempa bumi.
Dalam pandangan Tobas, kasus pidana lumpur Lapindo memiliki beberapa keanehanDi antaranya, lamanya waktu, yakni sejak 2006 hingga kini memasuki 2009”Untuk sebuah perkara pidana, itu tidak wajar,” kata Tobas(fal/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... UU Tak Berpihak, KDRT Tetap Marak
Redaktur : Tim Redaksi