Kejam! Assad Bombardir Ghouta Timur dengan Gas Beracun

Selasa, 27 Februari 2018 – 23:47 WIB
Ghouta Timur porak-poranda akibat perang saudara Syria. Foto: Al Jazeera

jpnn.com, DAMASKUS - Dewan Keamanan (DK) PBB memang memberlakukan gencatan senjata 30 hari di Syria sejak Sabtu (24/2).

Namun, Eastern Ghouta masih terus menjadi sasaran aksi udara pasukan Syria dan Rusia sampai kemarin, Senin (26/2).

BACA JUGA: DK PBB Sepakat, Ghouta Setop Jadi Neraka selama 30 Hari

Korban jiwa kembali berjatuhan. Satu keluarga yang terdiri atas sembilan orang tewas dalam serangan terbaru.

”Tim penyelamat mengevakuasi dua mayat dari balik puing rumah warga. Tujuh mayat lainnya dari lokasi yang sama ditemukan setelah dilakukan penggalian lebih dalam.” Demikian bunyi keterangan tertulis Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) sebagaimana dilansir Reuters.

BACA JUGA: Neraka di Eastern Ghouta, Ratusan Ribu Nyawa Terancam

Sembilan orang itu menjadi korban sipil pertama yang tewas sejak gencatan senjata berlaku di Syria.

Pasukan Syria dan Rusia yang menggempur Eastern Ghouta sejak Minggu (18/2) tidak akan berhenti melancarkan aksi udara. Sebab, yang mereka perangi adalah oposisi bersenjata yang mereka klaim sebagai ekstremis dan teroris.

BACA JUGA: Dibombardir 48 Jam, Ghouta Timur Kini Bak Neraka

Dalam resolusi DK PBB yang menjadi dasar gencatan senjata tersebut memang disebutkan bahwa aksi antiteror tetap boleh berlanjut.

Hanya dalam waktu delapan hari, operasi militer kubu Presiden Bashar Al Assad telah merenggut sedikitnya 556 nyawa.

SOHR menyebut aksi udara delapan hari itu sebagai operasi militer paling mematikan sejak perang Syria bermula pada Maret 2011.

Itu belum termasuk korban luka dan mereka yang terpaksa mengungsi demi menghindari pertempuran.

Bersamaan dengan berlanjutnya kekejian di Eastern Ghouta, White Helmets alias Syria’s Civil Defense melaporkan dugaan pemakaian senjata kimia oleh rezim Assad.

Sebab, paramedis di kota satelit pinggiran Kota Damaskus itu mendapati gejala keracunan gas pada pasien-pasien baru. Sedikitnya satu bocah meninggal dunia setelah mengalami sesak napas gara-gara menghirup gas klorin.

”Beberapa pasien yang dirujuk ke sini mengalami sesak napas, iritasi berat pada membran selaput lendir, iritasi mata, dan mengeluh pusing,” kata seorang dokter di sebuah klinik kesehatan di kawasan Al Shifoniyah.

Oposisi Eastern Ghouta melaporkan bahwa jumlah korban yang keracunan gas berkisar 18 orang. Kini mereka menjalani perawatan intensif dan terpaksa terhubung dengan tabung oksigen.

Dugaan serangan gas klorin di Eastern Ghouta itu membuat Sekjen PBB Antonio Guterres geram.

”Eastern Ghouta tidak bisa menunggu lebih lama. Saat ini juga kita harus menghentikan neraka ini,” kata diplomat asal Portugal tersebut dalam pertemuan Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, seperti dikutip Al Jazeera kemarin.

Sekali lagi, dia mengimbau Syria dan Rusia berhenti menggempur Eastern Ghouta.

Imbauan Guterres itu disuarakan ulang oleh para petinggi Dewan HAM PBB yang hadir dalam pertemuan tersebut.

”Kondisi Syria sudah semakin tidak terkendali. Gencatan senjata yang katanya sudah berlaku pun sama sekali tidak terasa,” keluh seorang diplomat asal Eropa.

Karena gencatan senjata diwarnai serangan mematikan, distribusi bantuan kemanusiaan pun tidak berjalan lancar. (hep/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemiskinan Paksa Warga Rusia Jadi Serdadu Bayaran di Syria


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler