jpnn.com, BATAM - Sejumlah pengusaha di Batam konsisten menentang penerapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam, Kepulauan Riau.
Pasalnya, KEK dinilai hanya akan menguntungkan perusahaan raksasa yang memiliki nilai investasi di atas Rp 500 miliar.
BACA JUGA: Pengusaha Kecewa, Merasa Tertipu Transpormasi FTZ ke KEK
Sebaliknya sangat merugikan bagi perusahaan kecil dan menengah.
"Dalam persyaratan KEK, setiap perusahaan harus memiliki nilai investasi lebih dari Rp 500 miliar. Artinya, hanya perusahaan yang besar yang dapat fasilitas KEK," kata ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk, seperti dilansir Batam Pos (Jawa Pos Group) hari ini.
BACA JUGA: Kadin Batam Sebut Transformasi FTZ ke KEK Langkah Kemunduran
Dan untuk menjadi KEK, itu pun tidak otomatis. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Akan dikaji nanti apa produk unggulan dari sebuah perusahaan dan beberapa persyaratan lainnya.
"Akan dilihat juga bahan baku yang digunakan apakah mayoritas dari produk lokal atau tidak. Jadi tidak langsung otomatis mendapatkan fasilitas KEK itu," katanya.
BACA JUGA: FTZ Gagal, Pemko Batam Ingin Terapkan KEK, Kadin Menolak
KEK ini juga tidak langsung bersentuhan dengan sektor ril karena hanya berlaku untuk perusahaan yang ada di kawasan. Jadi semua yang ada di luar kawasan, maka tidak akan mendapatkan fasilitas apa-apa.
"Makanya KEK ini harusnya diterapkan di daerah baru yang belum ramai penduduk dan investasi. Di daerah Rempang-Galang ini masih bisa atau di pulau lainnya," katanya.
Menurut Jadi, pemerintah pusat tidak boleh langsung terburu buru menerapkan KEK di Batam. Apalagi selama ini belum ada succes story KEK di seluruh Indonesia.
"Kenapa harus memaksakan KEK di Batam. Kalau mengenai insentif untuk investasi, kenapa tidak ditambah saja ke fasilitas FTZ," katanya.
Menurutnya, pemerintah pusat juga harus mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk merelokasi perusahaannya ke kawasan KEK. Untuk perusahaan besar, tidak akan mampu merelokasi karena pastinya akan menelan biaya yang sangat mahal.
"Untuk relokasi saja, bisa lebih besar dari nilai investasi perusahaan. Di sini pemerintah pusat harus bisa bijak," katanya.
Ketua tim FTZ Plus plus Soerya Respationo mengatakan, selama FTZ sudah banyak memberikan kontribusi terhadap perkonomian di Batam. Termasuk alasan beberapa investor yang ingin menananamkan modalnya di Batam.
"Seperti yang sudah saya sampaikan beberapa waktu lalu, FTZ umurnya 70 tahun, tetapi saat ini baru sekitar 13 tahun. Padahal kepastian hukum sangat penting bagi investor," katanya.
Soerya berharap pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, Pemko Batam, BP Batam dan DPRD Kepri, DPRD Kota Batam, pengusaha dan tokoh masyarakat duduk bersama membahas ini. Mencari formula yang terbaik untuk kemajuan Batam.
"Kita harus melepaskan ego sektoral. Mari duduk bersama mencari yang terbaik untuk Batam. Tentunya yang berorientasi untuk kesejahteraan masyarakat," katanya.
Anggota komisi II DPRD Kota Batam Mulia Rindo, mengatakan untuk mengakhiri polemik ini, maka harus ada tindakan tegas dari pemerintah pusat. Intinya semua kebijakan harus untuk kepentingan warga.
"Apakah itu KEK atau FTZ tidak persoalan, tetapi intinya masyarakat tidak dirugikan," katanya.
Dia berharap, semua pihak duduk bersama untuk mencari formula yang terbaik untuk Batam. Semua keluhan dari pengusaha dan masyarakat harus menjadi pertimbangan pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan.(ian)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perusahaan Energi Korsel Investasi USD 1.050 di Aceh
Redaktur & Reporter : Budi