jpnn.com, BATAM - Ketua DPRD Kota Batam Nuryanto mengatakan sebagian pengusaha di Kota Batam merasa kecewa dengan Menteri Kordinator Perekonomian Darmin Nasution.
Pasalnya, mereka merasa tertipu akan transpormasi kawasan perdagangan bebas (FTZ) menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) karena tak sesuai seperti yang dipaparkannya beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Kadin Batam Sebut Transformasi FTZ ke KEK Langkah Kemunduran
Diakuinya, dulu saat sosialisasi FTZ kek KEK, Darmin menegaskan bahwa status perdagangan bebas Batam tidak hilang mesti statusnya sudah menjadi KEK.
"Ide awalnya menjadikan Batam FTZ plus-plus. Artinya ketika ini sudah diberlakukan, FTZ-nya tidak hilang," kata Nuryanto, Rabu (23/3).
BACA JUGA: FTZ Gagal, Pemko Batam Ingin Terapkan KEK, Kadin Menolak
Saat itu pengusaha menyambut baik ide dan gagasan tersebut. Namun setelah dikaji ulang, ternyata di undang-undang tidak ada menyebutkan daerah yang tak ditetapkan KEK, masih memiliki fasilitas FTZ.
Di sisi lain, apa yang disampaikan Darmin bertentangan dengan peraturan yang ada.
BACA JUGA: Dewan Kawasan Pastikan Bahas Usulan Pengusaha Soal FTZ Plus
"Ini yang saya terima (pengusaha), artinya bahasa ini tak bisa dipertanggungjawabkan dan hanya membuat pengusaha resah," tutur dia.
Terkait RDPU kemarin, politisi PDIP itu mengaku akan segera menyusun rekomendasi untuk disampaikan ke pemerintah pusat.
Dia menambahkan memang ada dua pandangan berbeda baik dari pengusaha (kadin) maupun Pemko Batam.
Pemerintah daerah menilai, status FTZ yang disandang Batam telah gagal, sehingga membuat pertumbuhan ekonomi jatuh merosot. Sementara dari Kadin melihat kebijakan KEK kurang tepat di Batam.
"Apapun aspirasi di rapat kita rangkum dan sampaikan ke pusat," lanjut dia.
Status FTZ dan KEK, lanjut Nuryanto, adalah bentuk fasilitas yang diberikan pemerintah pusat. Memang yang punya wewenang adalah pemerintah pusat. Pemko dan BP Batam hanya sebagai pelaksana kebijakan tersebut.
"Namun sebelum wacana ini diberlakukan, kiranya pemangku kepentingan solid dan duduk bersama. Kira-kira apa sih yang dibutuhkan Batam, sehingga apapun itu jadi keputusan bersama," harapnya.
Nuryanto menambahkan, pemerintah juga harus melihat dari sisi hukum. Pasalnya, undang-undang FTZ Batam disepakati untuk waktu 70 tahun. Sementara hingga sampai saat ini baru berjalan 12 tahun.
Dia khawatir, dengan perubahan status ini akan berimbas pada iklim investasi di Batam. Pengusaha dan investor akan takut berinvestasi karena tidak adanya kepastian hukum serta aturan yang selalu berubah-ubah.
"Ini yang kita khawatirkan. Kalau memang ada masa transisi FTZ ke KEK, sementara durasi waktu sudah mengikat dan itu menjadi pertimbangan masalah baru sekaligus penilaian negatif orang berinvestasi di Batam," sebut Nuryanto.
Selain itu dia menyesalkan tidak ada sosialisasi yang jelas terkait transpormasi tersebut, sehingga menjadi sesuatu yang tidak pasti di masyarakat. Baik itu pemerintah pusat ataupun dewan kawasan termasuk gubernur Kepri yang menjadi kepanjangan tangan pemerintah pusat tidak memberikan pemahaman terhadap perubahan ini.
Bahkan dia akui DPRD sebagai lembaga pemerintah tidak mengetahui transpormasi secara konkrit.
"Gambaran KEK yang dimaksud seperti apa? dan sifatnya seperti apa? kami gak tahu," sesalnya.
Oleh sebab itu dia berharap kepada pihak yang memiliki kapasitas segera memberikan klarifikasi dan pemaparan kepada masyarakat. Sehingga apapun yang disampaikan pemerintah pusat, bisa diketahui masyarakat, sehingga tidak ada muncul opini-opini yang meresahkan masyarakat.
"Jujur saya sangat kecewa. Transpormasi FTZ ke KEK ini sesuatu yang besar dan berdampak langsung pada kepentingan perekonomian Batam dan masyarakat Batam. Mestinya harus ada penjelasan dan informasi yang benar dari pihak berwenang dalam hal ini pemerintah pusat atau dewan kawasan. Gubernur bagian dewan kawasan juga harus aktif. Jangan sampai opini itu berkembang dan mengganggu iklim investasi," tegas dia. (rng)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Please, Jangan Tergesa-gesa Terapkan KEK Batam
Redaktur & Reporter : Budi