jpnn.com - JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan proses pidana dalam Pemilukada Sumba Barat Daya membuat KPU setempat kesulitan. Sebab, di satu sisi KPU Sumba Barat Daya harus mengeksekusi putusan MK yang memenangkan pasangan Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha. Sementara fakta di lapangan justru menunjukkan pasangan itu bukanlah peraih suara terbanyak hasil Pemilukada yang digelar 5 Agustus lalu.
Menurut Ketua KPU Sumba BArat Daya, Yohanes Bili, pihaknya butuh payung hukum untuk mengubah komposisi perolehan suara pasangan calon berdasarkan hasil hitung ulang. Sebab, fakta di lapangan dari penghitungan suara ulang dari dua kecamatan, yakni Wawewa Tengah dan Wawewa Barat justru menempatkan pasangan Kornelius Kodi Mete-Daud Lende Umbu Moto sebagai peraih suara terbanyak.
BACA JUGA: Sarankan Mendagri Tak Buru-Buru Proses Usulan Pengangkatan
"Sengketanya memang sudah diputus MK. Tapi karena ada proses pidana tentang penggelembungan suara, di kepolisian dilakukan penghitungan ulang kotak suara dari dua kecamatan. Hasilnya ada perubahan perolehan suara yang berpengaruh pada pasangan yang ditetapkan sebagai pemenang (Markus-Ndara). Ternyata peraih suara terbanyaknya adalah Kornelius-Daud," kata Yohanes saat ditemui di KPU pusat, Jakarta, Jumat (20/0).
Karenanya, Yohanes merasa perlu melakukan konsultasi dengan KPU Pusat. Ia mengaku butuh petunjuk KPU pusat karena ada temuan baru hasil penghitungan ulang di kepolisian yang ternyata merubah posisi perolehan suara.
"Kami sudah usulkan pasangan pemenang ke DPRD sesuai putusan MK. Tapi ini memang ada proses pidana yang berjalan. Dan ternyata dari penghitungan ulang ada perubahan tentang peraih suara terbanyak," lanjutnya.
BACA JUGA: Dongkrak Partisipasi Pemilih dengan Pendekatan Keagamaan
Lebih lanjut Yohanes menuturkan, kotak suara dari dua kecamatan yang dipersoalkan pasangan Kornelius-Daud memang sempat dibawa ke MK untuk diajukan sebagai barang bukti. Namun, lanjutnya, MK memang tidak melakukan penghitungan ulang suara dari dua kecamatan itu. MK justru memutus sengketa Pemilukada Sumba Barat Daya pada 29 Agustus lalu. Isi amar putusannya adalah menolak permohonan pasangan Kornelius-Daud, sekaligus menguatkan penetapan perolehan suara versi KPU.
Kini, Yohanes dan empat komisioner KPU Sumba Barat Daya lainnya juga sudah ditetapkan sebagai tersangka pidana Pemilu. Karenanya ia berharap KPU pusat bisa memberi solusi atas polemik hasil Pemilukada di Sumba Barat Daya. "Sayajuga sudah diperiksa di polisi. Tapi soal hasil Pemilukada ini kami butuh petunjuk dari KPU pusat," pungkasnya.
BACA JUGA: Dorong Ada Dapil Luar Negeri pada Pemilu 2019
Sebelumnya, KPU Sumba Barat Daya menetapkan pasangan Markus-Ndara sebagai pemenang. Namun, pasangan Kornelius-Daud yang tak terima dengan putusan KPU itu mengajukan gugatan ke MK. Selain itu, Kornelius juga melaporkan dugaan kecurangan yang dilakukan KPU Sumba Barat Daya dan sejumlah PPK karena merasa perolehan suaranya berkurang, sementara suara untuk Markus-Ndara justru bertambah.
MK dalam putusannya pada 29 Agustus lalu memang menguatkan keputusan KPU Sumba Barat Daya yang memenangkan pasangan Markus-Ndara. Namun, penghitungan suara ulang yang dilakukan Polres Sumba Barat untuk menelusuri bukti penggelembungan suara bagi Markus-Ndara dan pengurangan suara bagi pasangan Kornelius-Daud justru menunjukkan hitungan yang berbeda dengan versi KPU. Sebab, pasangan Kornelius-Daud justru unggul dengan 79.498 suara, sedangkan pasangan Markus-Ndara hanya meraih 67.831 suara.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pusat Diminta Jangan Potong Jatah Daerah
Redaktur : Tim Redaksi