Kelompok Bersenjata Sulit Ditebak

Senin, 29 Februari 2016 – 00:59 WIB
Bambang Widodo Umar. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - KELOMPOK bersenjata pimpinan Din Minimi sudah memilih jalan damai. Sejumlah senjata sudah diserahkan. Namun belakangan muncul kelompok Raja Rimba, yang konon juga memiliki kekuatan senjata.

Jelang pilkada Aceh 2017, ada kekhawatiran kelompok-kelompok bersenjata kembali  bergerak, seperti jelang pilkada 2012 silam.

BACA JUGA: Jangan Hanya LGBT, tapi...

Saat itu, upaya pencegahan sudah dilakukan Kapolda Aceh, yang minta agar warga mau menyerahkan senjata. Warga yang mau menyerahkan senjata, dijanjikan tidak akan diproses hukum. Langkah tersebut tampaknya tidak efektif, terlihat setelah itu aksi-aksi kelompok bersenjata secara sporadis masih terjadi.

Apa yang harus dilakukan pihak kepolisian? Berikut wawancara wartawan JPNN Soetomo Samsu dengan pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, yang juga dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Prof Dr Bambang Widodo Umar, M.Si, kemarin (28/2).

BACA JUGA: Mereka Capek karena Intervensi

Bagaimana Anda menilai cara polisi menangani kelompok bersenjata di Aceh?

Yang harus selalu diingat, polisi itu merupakan aparat penegak hukum. Tugas utamanya adalah menindak siapa pun juga anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran hukum.

BACA JUGA: Membalap dengan Mobil Tercanggih

Memberi pengampunan bagi yang menyerahkan senjata itu tidak tepat?

Apa pun alasannya, entah itu menyerahkan senjata atau menyerahkan diri, kalau lantas diberi pengampunan, itu tidak tepat. Karena dengan cara seperti itu sama saja memberikan kelonggaran-kelonggaran dan memunculkan keberanian-keberanian untuk melakukan tindakan-tindakan yang lebih nekat lagi di masa mendatang.

Jadi yang menyerahkan senjata pun harus diproses hukum?

Iya, polisi harus tegas dalam menegakkan hukum. Harus tegas terhadap apa pun, apakah pembunuhan, perampokan, kelompok bersenjata. Sekali lagi, harus tegas.

Artinya, jika akhirnya Presiden Jokowi nanti memberikan amnesti kepada Din Minimi, juga tidak tepat?

Harus dibedakan. Kalau presiden itu punya pertimbangan politik. Presiden boleh bermain taktis dalam rangka strategi. Hari ini misalnya presiden mengeluarkan kebijakan kelonggaran demi menjaga situasi kebersamaan, besok bisa berubah menjadi tindakan tegas. Itu wilayah politik presiden. Tapi kalau polisi, tidak boleh punya pertimbangan lain, harus tegas dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum. Pendekatan yang dilakukan presiden berbeda dengan yang dilakukan polisi.

Ke depan, terutama jelang pilkada 2017, bagaimana kira-kira gerakan kelompok bersenjata di Aceh?

Perkembangan di Aceh dari jaman dulu, kelompok bersenjata di sana sulit ditebak. Yang pasti mereka akan bergerak terus sebelum tujuan mereka tercapai. Mereka memainkan strategi dalam rangka mencapai tujuan. Kepentingan-kepentingan mereka apa? Itu yang harus dibaca pemerintah.

Menurut Anda, bagaimana kebijakan pemerintah terhadap Aceh selama ini?

Dulu di sana kan muncul kehendak-kehendak untuk memecahkan diri, dengan pandangan-pandangan baru. Pemerintah sudah memberikan kelonggaran-kelonggaran kepada kelompok bersenjata, sehingga mereka membesar. Kalau dulu ada GAM, besok gak tahu seperti apa. Menurut saya, tidak ada pilihan lain, aparat penegak hukum harus tegas. Saya melihat cara-cara dialog justru dimanfaatkan mereka, menjadi bagian dari strategi mereka mengulur-ulur waktu, demi mencapai tujuan mereka.
 
Apakah pemberian otonomi khusus dan berbagai kekhususan lainnya di Aceh sudah cukup?

Posisi pemerintah memang bisa dibilang serba sulit. Tapi sudah mencoba mencari keseimbangan. Nah, otsus itu merupakan bagian dari cara pemerintah mendapatkan keseimbangan di Aceh. Itu menurut saya sudah bagus. Tapi kalau masih mau minta lagi, ya bagaimana?***

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lebih Kuat Lorenzo Ketimbang Rossi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler