BADAI politik yang menerpa Anas Urbaningrum tidak terlalu berpengaruh pada keluarganya di BlitarMereka tetap yakin Anas bersih dan semua yang terjadi merupakan ujian
BACA JUGA: Murid-Murid Kreatif Indonesia yang Berprestasi di Kompetisi Internasional
-----------------
Abdul Aziz Wahyudi, Blitar
----------------
Suasana rumah di RT 2, RW 3, Dusun Sendung, Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, itu terlihat sepi
BACA JUGA: Made Sudana, Politikus Nyentrik Asal Bali yang Membangun Gua untuk Rumah
Tangannya masih terlihat kuat memegang kayu seukuran alu atau penumbuk padi"Nasi ini tadi malam sisa kenduri megengan (selamatan menyambut Ramadan, Red)
BACA JUGA: Di Antara Tatas, Beje dan Antusiasme Warga, Masih Ada Keraguan
Daripada dibuang sia-sia, saya keringkan jadi karak dan saya simpan," kata perempuan berjilbab putih itu, lirih.Dialah Sriati, ibunda Anas Urbaningrum, ketua umum DPP Partai Demokrat yang beberapa pekan terakhir menjadi sorotan karena nyanyian Nazaruddin yang menudingnya menerima fee proyek hingga miliaran rupiah dan main politik uang saat kongres Demokrat di Bandung akhir 2010"Saya sudah dengar kabar ituSebagai orang yang mengandung dan ngemong dia dan paham dengan karakternya, (Anas) tidak mungkin menerima uang seperti ituAda-ada saja," ujarnya perempuan 65 tahun itu menanggapi berita tersebut
Pantas Sriati tidak percaya dengan kabar menyakitkan ituSebab, menurut pandangannya, selama menapaki karir politik, anak kedua dari empat bersaudara tersebut tidak pernah neko-nekoApalagi menerima uang.
Rumah Anas di Ngaglik terdiri atas dua bagianRumah di belakang atau yang berdempetan dengan Musala Darunnajah merupakan rumah neneknya, Sumilah, 90, yang kini masih terlihat segarRumah bergaya joglo itu jauh dari kesan mewahYang ada hanyalah kesan ndesoKursi reot masih teronggok di teras rumah, lantainya pun masih plester biasa"Rumah itu ditinggali ibu saya sendirianTiap hari lebih banyak menghabiskan untuk salat bersama-sama," kata Sriati.
Sementara, rumah bagian depan merupakan rumah keluarga Anas sendiriRumah itu kini ditinggali ibu dan adiknya, Kholis FikriTidak ada yang istimewa pada rumah tersebut jika dibandingkan dengan rumah-rumah di kampung tersebutUkurannya sekitar 100 meter persegiKalaupun ada yang sedikit mencolok, itu adalah dindingnya. Sebagian dinding itu dilapisi keramik warna kuning hasil renovasi sekitar sepuluh tahun laluDebu tebal menempel di tembok keramik tersebut.
Perbedaan lain, di rumah tersebut nongkrong Toyota Kijang Innova keluaran tahun 2008 bernopol B 7411 WJ warna hitamLagi-lagi, terlihat debu tebal menempel pada kaca depan dan belakang"Mobil itu yang nyetir ya KholisJarang dipakai, wong tidak ke mana-kemana, lebih banyak naik motor," jelas Sriati
Anas Urbaningrum merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Sriati dan Habib Mughni (alm)Tiga saudara Anas semua laki-lakiKakak Anas adalah Agus Nasirudin yang kini menjabat sekretaris desa NgaglikKedua adik Anas adalah Anna Lutfi (wakil ketua DPW PAN Jatim dan wakil ketua komisi B DPRD Jawa Timur) serta Kholisul Fikri (PNS di sekretariat DPRD Kabupaten Blitar)
Ayah Anas, Habib Mughni, semasa hidup merupakan guru agama di MTs Al Kamal, Kunir, Kecamatan Wonodadi, BlitarPendidikan Anas semasa SD ditempuh di SDN Ngaglik hingga kelas VEntah apa alasannya, ketika naik ke kelas VI, Anas pindah ke SDN Bendo I, Kecamatan Ponggok, yang jaraknya sekitar satu kilometer dari rumahUntuk berangkat ke sekolah, dia berjalan kakiDi SD tersebut, Anas sering didapuk sebagai pengibar bendera ketika upacara hari Senin.
Setamat SD, Anas melanjutkan pendidikannya ke MTs Al-Kamal, Desa Kunir, Kecamatan Wonodadi, kemudian melanjutkan ke SMAN Srengat, BlitarSejak SD, dia dikenal memiliki otak encer dan juara kelas. Namun, Sriati menganggap hal itu biasa saja"Anaknya biasa saja, mungkin nurun bapaknya yang juga guru ilmu agama," tuturnya
Selama menempuh pendidikan hingga SMA, Anas merupakan anak "rumahan"Sesudah bersekolah, langsung pulangNamun, ada satu kegemarannya yang menurut ibunya tidak pernah dilupakanYakni, mencetak batu bata di belakang rumah bersama ayahnya. Batu bata tersebut digunakan untuk mendirikan masjid di kampungnya.
Saking asyiknya, Anas kadang malah dimarahi karena tangan dan kakinya berlepotan lumpur. Tak heran, ketika pulang kampung, kadang Anas menyempatkan diri melongok dan ikut nimbrung tetangga yang mata pencarian membuat batu-bataMaklum, selama ini Dusun Sendung merupakan dusun penyuplai batu bata merah di Blitar. "Dulu kan tidak ilok (pantas, Red) anak muda keluar di malam hariLebih banyak di rumah belajar," kata SriatiLantaran ayahnya guru agama, membaca Alquran merupakan santapan wajib.
Setelah tamat SMA, Anas meneruskan pendidikan di Universitas Airlangga Surabaya, fakultas ilmu sosial dan politikSejak saat itulah, karir politiknya dirintisDia menjadi ketua umum pengurus besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kemudian anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kini, untuk memenuhi kebutuhan hidup, Sriati memilih mengandalkan hasil panen sawahnya daripada bergantung kepada anak-anakMeskipun anak-anaknya sudah sukses, baik karir maupun pekerjaan. Sawah seluas sekitar 200 meter persegi merupakan harta yang sangat berharga bagi Sriati"Hasil panennya sudah cukup untuk menghidupi saya dan adik-adik AnasSyukur, kami tidak kekurangan," kata Sriati yang aktif dalam kegiatan pengajian di kampungnya itu
Sebenarnya, tiap bulan dirinya juga menerima uang pensiun suaminya"Sudah bisa makan dan minum seadanya bagi kami alhamdulillah," tambahnya lagiTerkait kabar buruk yang menerpa Anas, Sriati menganggap hal biasa dan sudah menjadi risikoDia sadar, ketika menduduki posisi penting, anaknya pasti akan kerap menjadi sorotan.
Dia mencontohkan ketika Anas terpilih menjadi ketua umum PB HMI dan anggota KPUFitnah terus bertubi-tubi mendatangi anaknya"Kami tidak kaget, dia itu sudah sering digitukanSama seperti saat kasus, siapa itu?, si Nazar ya" Saya lebih percaya anak sayaDia tidak neko-neko," katanya.
Hantaman dan gencarnya pemberitaan tentang Anas dianggap Sriati sebagai risiko atau cobaanDia mengibaratkan Anas sebagai layang-layangSemakin tinggi mengudara, semakin kencang anginnyaBila benangnya tidak kuat menahan angin, sudah pasti putus dan jatuhTetapi, dia yakin, Anas tidak seperti yang disangkakan.
"Kami ini wong ndeso (orang desa-red), masak sampai nekat seperti ituSaya yang mengandung dan membesarkan dia dan paham dengan karakternyaDia tidak berbohong dan ingat asal-usulnya sebagai kaum cilik," katanya lagi
Sampai saat ini, lanjutnya, keluarga besarnya di Blitar sama sekali tak terpengaruh dengan isu-isu atau kabar yang beredar di panggung politik nasionalKabar bahwa Anas menerima uang miliaran dianggap sebagai alat untuk mencemarkan nama baik putranya sebagai bocah Blitar yang hendak berbuat baik bagi negara dan bangsa
Para tetangga pun tetap percaya dan menganggap Anas sebagai anak kampung yang baik"Sudah menter (kebal, Red)Ya, mungkin ada yang iri anak yang dulunya pernah membuat batu bata merah kini menjadi orang penting di Partai Demokrat," katanya.
Selama pulang, kata Sriati, Anas tidak pernah curhat tentang politik"Ngomongnya cuma pingin dimasakin ibu sendiriTerserah apa saja, katanya kangen dengan sayur-sayuran," cerita Sriati
Terakhir Sriati bertemu Anas ketika khitanan anaknya di Jakarta beberapa waktu laluWaktu itu, Anas pesan kepada keluarga di Blitar agar mendoakan dirinya tetap tabah dan sabar, istiqomah dan tawakalBahwa ada kabar miring yang saat ini ramai dibincangkan dianggap sebagai bumbu untuk sukses
Menurut Sriati, terakhir Anas pulang ke Blitar ketika menghadiri pernikahan Kholis, satu bulan laluSaat itu, Anas menyempatkan diri berziarah ke makam ayahnya yang tidak jauh dari rumah. Rencananya, Anas akan pulang lagi pada Lebaran nanti bersama istrinya, Atya Laila, dan empat anaknya: Akmal Naseery, Aqeela Nawal Fatina, Najih Enayat, dan Aisira Najma Waleefa"Alhamdulillah, hubungan dengan besan saya di Krapyak, Jogjakarta, juga serupaAnggap ini adalah cobaan," jelasnya
Kakak kandung Anas yang juga sekretaris Desa Ngaglik, Agus Nasirudin, juga mengatakan hal serupaDia mengibaratkan posisi adiknya laksana pohon yang kini lagi tumbuh menjulangSemakin tinggi dahan, semakin kencang anginnya"Saya yang mewakili keluarga tetap percaya AnasDia tidak seperti yang disangka orang-orang, dia hemat bicara," ujarnya
Menurut dia, prinsip nerima ing pandum yang ditanamkan ayahnya hingga kini masih melekatAnas juga tidak lupa daratan meski telah menjadi orang penting di negeri iniItu terbukti ketika pulang kampung, Anas masih menyempatkan diri untuk nimbrung dengan tetangga dan teman kampungnya"Biarlah yang memfitnah itu diingatkan sama TuhanKami ikhlas dan mudah-mudahan saja tetap diberi ketabahan," kata Agus
Setiap pulang kampung, ujar Agus, ada satu ciri khas adiknya, yakni tidak pernah bicara tentang politikAgenda utamanya hanyalah pulang kampung sambang keluarga dan tetangga"Dan tak lupa ziarah ke makam ayah," katanya lagi. Hingga kini, keluarga belum berencana untuk berangkat lagi ke Jakarta"Kami masih percaya bahwa dia baik-baikSemoga," harapnya(c1/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terbesar di Dunia, 4.541 Pasangan Menikah Masal di Istora Senayan
Redaktur : Tim Redaksi