Keluarga Ditawari Jenguk Makam Ruyati di Makkah

Rekomendasi DPR : Pemerintah Wajib Meminta Maaf Secara Terbuka

Rabu, 22 Juni 2011 – 06:06 WIB

JAKARTA - Pihak keluarga almarhum Ruyati bintu Satubi, TKI yang dieksekusi pancung di Arab Saudi, harus kecewa untuk kedua kalinyaKekecawaan kali ini, mereka mendapakan kabar jika kesempatan memulangkan kembali jenazah Ruyati kian menipis

BACA JUGA: Payudara Malinda Diganti Silikon Baru

Sebagai gantinya, pihak-pihak terkait siap menerbangkan perwakilan keluarga untuk menyaksikan makam Ruyati.
 
Kabar tersebut disampaikan oleh Evi Kurniati, anak kedua Ruyati
Saat dihubungi Jawa Pos tadi malam (21/6), Evi mengaku sedang mempersiapkan acara tahlilan untuk mendoakan mendiang ibunya

BACA JUGA: Keppres Baru untuk Busyro Segera Terbit

Acara tersebut digelar di kediaman Ruyati di Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi.
 
Evi menceritakan, sudah ada kunjungan perwakilan dari pemerintah dan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang mengirim Ruyati bekerja ke Arab Saudi
"Dari pemerintah diwakili BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, red), mereka tiba Senin lalu (20/6)," ucap Evi

BACA JUGA: Sama-sama Sakit Jantung, Beda Perlakuan


 
Kunjungan dari delegasi pemerintah dan PPTKIS tersebut sempat mendapatkan perlawanan dari keluarga RuyatiEvi menuturkan, keluarga jengkel karena kunjungan mereka hanya menyampaikan duka cita dan santunan sebesar Rp 90-an jutaEvi menjelaskan, dari kunjungan tersebut tidak ada sama sekali pihak yang dengan tegas mengatakan bertanggung jawab dan meminta maaf.
 
Saat dicecar pertanyaan terhadap upaya pemerintah melindungi dan mendampingi proses hukum Ruyati, para perwakilan tersebut hanya diam"Mereka hanya manggut-manggut sajaKami tidak terima itu," tandas EviTapi, akhirnya pihak keluarga mau menerima kunjungan tersebut, dan menerima santunanMenurut Evi, santunan itu adalah hak Ruyati yang harus disampaikan ke ahli waris.
 
Terkait persoalan permohonan keluarga supaya jenazah Ruyati bisa dipulangkan, Evi menjelaskan dari perbincangan dengan perwakilan pemerintah terungkap jika kesempatannya semakin kecil"Pihak keluarga tetap berharap bisa dipulangkan," tutur Evi.
 
Sementara itu, Evi menjelaskan jika pemerintah dan PPTKIS sudah mengeluarkan opsi jika nanti jenazah Ruyati benar-benar mentok tidak bisa dipulangkanOpsi tersebut adalah, dua perwakilan keluarga Ruyati akan diterbangkan cuma-cuma untuk melihat kuburan Ruyati"Opsi itu tidak sesuai dengan harapan keluarga kami," kata dia.
 
Lantas Evi menjelaskan ahli waris Ruyati sudah siap membawa kasus ini kemeja hijauSasaran utama mereka adalah, PPTKIS yang memberangkatkan Ruyati yaitu PT Dasa Graha UtamaEvi berharap, upaya hukum keluarga tersebut mendapatkan dukungan dari pemerintah
 
Selama ini, upaya hukum masih dikawal oleh Migrant Care"Jangan sebaliknya, pemerintah melindungi perusahaan yang memberangkatkan ibu saya," ucap perempuan 32 tahun itu.
 
Evi memperkarakan PPTKIS tersebut karena menilai ada beberapa pelanggaranSelain memudakan usia Ruyati, PT Dasa Graha Utama juga disebut menempatkan Ruyati sesuai kontrak kerjaSeperti dalam laporan ke Migrant Care, Ruyati lahir pada 7 Juli 1957 tapi akhirnya direkayasa menjadi 12 Juli 1968.
 
Kesalahan PPTKIS yang kedua adalah, dalam kontrak kerja Ruyati sejatinya bekerja di rumah UmarTapi ternyata, Ruyati dipekerjakan di rumah adik Umar yang juga ditempati oleh Khairiyah binti Hamid Majlad, ibu Umar
 
Jarak antara rumah Umar dan adiknya ini sekitar dua jam perjalanan udaraKhairiyah ini akhirnya tewas ditangan RuyatiSebeb, Ruyati merasa tertekan karena sering diperlakukan kasar"Ibu saya pasti khilafPenyebab sampai berbuat itu kan harus menjadi pertimbangan mendapatkan ampunan," terang Evi.
 
Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Bina Penta) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Reyna Usman Ahmadi mengatakan siap menindak PPTKIS yang memberangkatkan Ruyati.
 
Dia menjelaskan, upaya penindakan itu butuh waktu"Yang jelas, jika memang bersalah kita jatuhi sanksi," kata diaSanksi paling berat yang selama ini dikeluarkan Kemenakertrans kepada PPTKIS nakal adalah hanya mencabut izin usaha.
 
Di tempat terpisah, DPR RI kemarin (21/6) menggelar Sidang Paripurna khusus membahas ketenagakerjaan Indonesia di luar negeriRapat yang dipimpin oleh Priyo Budi SantosoKhusus kasus Ruyati, sidang merekomendasikan supaya pemerintah meminta maaf secara terbuka kepada keluarga RuyatiPemerintah wajib memeinta maaf karena dinilai telah teledor dalam mengawasi dan melindungai TKI di luar negeri.
 
Rekomendasi selanjutnya adalah, DPR meminta pemerintah memastikan pemulangan jenazah RuyatiBagaimanapun caranya"Harus ada ikhtiar (usaha, red) yang kuat dari pemerintah untuk memastikan kepulangan jenazah," tutur Priyo usai sidangJika rekomendasi ini diabaikan pemerintah, Priyo menilai pemerintah sudah kebangetan.
 
Kader Partai Golkar itu juga menjelaskan, menteri-menteri yang terkait dengan kasus Ruyati ini harus legawa mundurDiantara yang ia sorot adalah Menakertrans Muhaimin Iskandar, Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa, dan tidak ketinggalan Kepala BNP2TKi Jumhur Hidayat"Jika sudah merasa tidak kompeten mengurusi urusah bidang masing-masing, harus mundur secara kesatria," ucap Priyo.
 
Dia juga tidak memungkiri, DPR akan mengambil hukuman lain kepada kementerian-kementerian yang terlibat kasus RuyatiDiantaranya adalah, memangkas anggaran yang disalurkan tahun depan.
 
Sementara itu, Duta Besar (Dubes) RI di Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur angkat suaraDia menuturkan, KBRI Riyadh merasakan duka cita yang sangat mendalam sebagaimana dirasakan keluarga RuyatiGatot menjelaskan, pasca keluarnya kabar eksekusi Ruyati pihak perwakilan RI di Arab Saudi melayangkan nota kecaman kepada Arab SaudiTudingan tidak ada kabar terlebih dahulu terkait hari H pelaksanaan eksekusi, juga tidak ditampik Gatot.
 
"Tanpa mengabaikan sistem yang berlaku, kami menyesalkan kejadian tersebut," tutur GatotDia lantas menyinggung upaya pemberian bantuan hukum kepada RuyatiBantuan hukum tersebut diantaranya adalah akses seluas-luasnya informasi jadwal persidangan, pendampingan dan pembelaan hukum, serta mendapatkan salinan putusan pengadilan.
 
Namun, Gatot menegaskan jika permintaan untuk mendapatkan pemberitahuan jadwal rinci agenda persidanganTermasuk jadwal eksekusi tidak dipenuhi oleh otoritas Arab Saudi
 
Selanjutnya, setelah ada putusan eksekusi, Gatot mengatakan jika pihaknya melayangkan nota permintaan untuk pemulangan jenazah Ruyati yang sudah dimakamkanTapi, upaya tersebut bakal terbentur hukum yang berlaku di Arab Saudi.
 
Gatot lantas menjelaskan kasus pembunuhan yang menjerat RuyatiDia mengatakan, Ruyati membunuh Khariyah Hamid dengan sebilah pisau jagal (meat chopper)"Ruyati membacok kepalakorban beberapa kali," terang GatotSetelah itu, Ruyati juga menusuk leber korban dengan pisah dapur.
 
Gatot menjelaskan, dalam proses investigasi yang dilakukan otoritas Arab Saudi, Ruyati secara gamblang telah mengakui perbuatannya membunuh majikannyaMotif pembunuhan tersebut, karena Ruyati kesal akibat sering dimarahi oleh Khairiyah HamidRuyati juga mengaku jika gajinya banyak yang belum cair dan majikannya tidak mengizinkan Ruyati pulang.
 
Menurut ketentuan hukum di Arab Saudi, eksekusi hukuman mati bisa dibatalkan jika keluarga korban memaafkan pelaku pembunuhanAkan tetapi, dalam kasus Ruyati, keluarga korban tidak bersedia memaafkan dan eksekusi mati akhirnya tetap dijalankan
 
"Pemerintah Arab Saudi sebenarnya telah melakukan sejumlah upaya untuk meringankan hukuman Ruyati, diantaranya mendapatkan status ta"zir dengan meminta keluarga korban untuk memaafkan Ruyati, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil," kata Gatot

Terkait desakan dirinya untuk mundur, Gatot tidak mau mengomentarinyaPerwakilan RI di Arab Saudi sekarang fokus menindaklanjuti kasus eksekusi Ruyati(wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudah Terpidana, Wako Nonaktif Tomohon jadi Tersangka Lagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler