Keluarga pencari suaka keturunan Tamil yang ditahan di Christmas Island sejak tahun 2019 kini diizinkan tinggal di Australia Barat untuk sementara. Namun, masa depan mereka untuk tinggal di Australia masih belum jelas.

Keluarga Murugappan telah diizinkan untuk tinggal di Perth, kota di mana putri mereka yang berusia empat tahun Tharnicaa Murugappan menjalani perawatan di rumah sakit.

BACA JUGA: Begini Kisah 2 WNI Selamat dari Kebakaran Maut di Queensland

Menteri Imigrasi Australia Alex Hawke mengatakan dia sudah menggunakan kuasanya sebagai menteri menurut UU Migrasi untuk mengeluarkan izin tersebut.

"Keluarga tersebut sekarang tinggal di Perth dalam kondisi penempatan penahanan berbasis komunitas, di mana mereka tinggal di dekat sekolah dan layanan bantuan lain," katanya.

BACA JUGA: Hampir Dua Pertiga Warga di Australia Merasa Punya Rumah Tak Lagi Jadi Pilihan Bagi Anak-anak Muda

Menurutnya, anak mereka dirawat di Rumah Sakit Anak-anak Perth yang letaknya tidak jauh dari sana, sembari melanjutkan proses hukum.

"Putusan yang dibacakan hari ini membebaskan keluarga tersebut dari penahanan untuk kepentingan perawatan, sementara mereka menyelesaikan perkara hukum di Pengadilan Banding Administrasi, Pengadilan Federal dan Pengadilan Tinggi.

BACA JUGA: Sudah Ada Kesepakatan untuk Menerima Lagi Pekerja Asing Untuk Pertanian di Australia

"Yang penting diketahui, keputusan hari ini tidak membuka jalur untuk visa."

Menteri Alex Hawke mengatakan keputusan tersebut diambil berdasarkan "pertimbangan belas kasih" atas masalah yang melibatkan anak-anak dalam tahanan.

Keluarga Murugappan dipindahkan ke fasilitas penahanan di Christmas Island dari rumah mereka di kawasan regional Queensland bernama Biloela di tahun 2018 ketika visa mereka berakhir.

Selama seminggu terakhir, keluarga itu terpisahkan setelah Tharnicaa dan ibunya diterbangkan dari Christmas Island ke Perth.

Departemen Kesehatan Australia Barat (WA Health) sudah meminta agar keluarga itu dipersatukan kembali saat Tharnicaa dirawat di rumah sakit.

Sejak itu, masyarakat di Biloela menggalang kampanye meminta agar pemerintah Australia memberi kelonggaran agar keluarga tersebut bisa tinggal dengan sah di Australia.

Salah seorang pegiat kampanye adalah Angela Fredericks, yang membentuk kelompok bernama 'Home to Bilo'.

Dia menyambut baik keputusan Menteri Imigrasi Alex Hawke.

Namun menurut Angela adalah keputusan Menteri Hawke dan Menteri Dalam Negeri Australia, dan bukan pengadilan, untuk menentukan apakah keluarga tersebut bisa tinggal di Australia.

"Kuasa menteri memberikan visa tidak tergantung pada keputusan pengadilan di tingkat apapun," kata Angela Fredericks dalam sebuah pernyataan. 

"Kami tidak bisa menentukan apa atau siapa yang mencegah Menteri Hawke untuk mengizinkan keluarga ini kembali ke Bilo. Tetapi ini bukan masalah pengadilan." Apa yang terjadi dengan keluarga Murugappan?

Sang ayah, Nadesalingam Murugappan, yang lebih dikenal dengan nama Nades tiba di Australia dengan kapal di tahun 2012 berharap untuk mendapatkan perlindungan negara tersebut dari kemungkinan persekusi di Sri Lanka.

Menurut dokumen yang diterima pengadilan bulan Juni 2018, Nades mengatakan dia dipaksa untuk bergabung dengan kelompok Macan Tamil (LTTE) di tahun 2001.

Kelompok Macan Tamil ini berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan di Sri Lanka selama perang sipil selama 26 tahun namun berhasil dikalahkan di tahun 2009.

Warga Tamil yang merupakan penduduk minoritas di Sri Lanka mengatakan mereka masih menghadapi berbagai masalah di sana.

Nades sendiri mengatakan dia juga diancam oleh militer negara tersebut dan pernah mengalami luka-luka akibat bom pemerintah.

Sang ibu, Kokilapathmapriya Nadesalingam, dikenal dengan Priya juga tiba dengan kapal di tahun 2013 untuk mencari suaka.

Priya mengatakan dia melarikan diri dari Sri Lanka setelah dia melihat tunangannya ketika itu dan lima pria lain dari desanya dibakar hidup-hidup oleh militer Sri Lanka.

Baik Nades dan Priya tiba di Australia tanpa visa dan menurut Hukum Australia dikategorikan "kedatangan lewat laut tidak sah."

Mereka kemudian mendapat visa sementara dan tinggal di Biloela yang memang sudah lama menerima kedatangan para pengungsi.

Keduanya menikah dan putri pertama mereka, Kopika lahir di bulan Mei 2015.

Putri kedua mereka, Tharnicaa lahir bulan Juni 2017. Keluarga ditahan di Christmas Island

Tanggal 4 Maret 2018, visa sementara Priya berakhir.

Di subuh keesokan harinya, Nades, Priya dan kedua putri mereka diambil dari rumah dan ditahan oleh petugas penjaga perbatasan Australia.

Mereka kemudian diterbangkan ke pusat penahanan Broadmeadows di Melbourne.

Tharnicaa merayakan ulang tahun pertama dan kedua di dalam tahanan imigrasi tersebut.

Pengambilan keluarga tersebut membuat "mara"' komunitas Biloela yang memulai kampanye 'Home to Bilo' agar keluarga tersebut dikembalikan.

Anggota parlemen di tingkat nasional Ken O'Dowd yang membawahi daerah pemilihan termasuk Biloela mengatakan keluarga tersebut tidak layak mendapatkan status pengungsi, dan sudah mencoba semua upaya hukum yang ada.

"Mereka dianggap sebagai orang kapal dan mereka harus meninggalkan Australia," kata O'Dowd. 

Bulan Juni 2018, Pengadilan Federal menolak banding keluarga tersebut untuk tidak dideportasi.

Hakim Caroline Kirton dalam keputusannya mengatakan bahwa Nades pernah kembali ke Sri Lanka sebanyak tiga kali semasa perang sipil dan tidak ada bukti bahwa keluarga itu akan mendapat ancaman bila mereka tinggal di Sri Lanka. Usaha deportasi dihalangi

Pada malam hari Kamis 29 Agustus 2019, keluarga tersebut dipindahkan dari pusat tahanan imigrasi untuk dideportasi ke Sri Lanka.

Para pendukung mereka tiba di Bandara Melbourne untuk melakukan protes dan beberapa diantaranya berhasil masuk ke dalam kawasan landasan.

Kasus ini diajukan ke pengadilan dan keputusan sementara menunda deportasi diberikan ketika pesawat yang membawa mereka dalam perjalanan ke Darwin.

Keluarga tersebut kemudian dipindahkan ke pusat penahanan Christmas Island, yang ditutup bulan Juli tahun 2019.

Tharnicaa merayakan ulang tahun ketiga di pusat penahanan. Dia dan kakaknya adalah satu-satunya anak-anak yang ditahan di pusat penahanan imigrasi di Australia.

Sekarang mereka dalam proses pengadilan untuk menentukan apakah Tharnicaa boleh mendapatkan status pengungsi.

Sebelumnya sudah ada seruan agar keluarga tersebut diizinkan tinggal di Australia atau paling tidak mereka tinggal di komunitas saat usaha hukum terus berlanjut.

Hal khusus yang mengkhawatirkan adalah dampak bagi kedua anak perempuan yang ditahan begitu lama, dan juga kualitas layanan kesehatan yang  mereka dapatkan di Christmas Island.

Bulan Juli 2020, Priya diterbangkan ke Perth untuk perawatan kesehatan setelah mengalami sakit perut yang parah dan muntah-muntah selama dua minggu.

Seminggu lalu, Tharnicaa  juga tidak sehat selama 10 hari dengan kemungkinan infeksi di pembuluh darah.

Angela Fredericks yang menggalang kampanye 'Home to Bilo', mengatakan Tharnicaa sekarang dirawat karena radang paru-paru yang kemudian menyebabkan sepsis. Berkembang jadi masalah politik

Mantan Hakim Pengadilan Tinggi Sir Gerard Brennan kepada harian The Sydney Morning Herald mengatakan bahwa tindakan pemerintah terhadap Tharnicaa saat ini adalah untuk menghukum orang tua mereka.

Ketua Partai Buruh yang sekarang jadi partai oposisi di tingkat parlemen Anthony Albanese mengatakan bahwa Menteri Dalam Negeri Australia memiliki kuasa untuk menentukan visa bagi keluarga tersebut dan seharusnya memberikan visa kepada mereka.

Menteri Utama Queensland Annastacia Palaszczuk dan Menteri Utama Australia Barat Mark McGowan juga sudah menyerukan kepada pemerintah federal untuk membuat keputusan akhir mengenai keluarga tersebut.

Para anggota parlemen dari partai pemerintah Partai Liberal dilaporkan berusaha mencari solusi agar keluarga tersebut diperbolehkan tinggal di daratan Australia, bukan di Christmas Island.

Selama beberapa tahun terakhir, keluarga tersebut mendapat dukungan dari berbagai kalangan politik termasuk Senator Partai Buruh Kristina Keneally, anggota parlemen dari Partai National Barnaby Joyce dan mantan penyiar radio berpengaruh Alan Jones. 

Namun pemerintah bergeming.

Tahun 2019, Perdana Menteri Scott Morrison melarang campur tangan menteri untuk mencegah proses deportasi.

Sebagai mantan menteri imigrasi yang menentukan kebijakan "hentikan manusia perahu", PM Morrison mempertahankan kebijakan garis keras terhadap para pencari suaka.

Menteri Dalam Negeri Karen Andrews minggu ini mengatakan keluarga tersebut tidak dipertimbangkan untuk dimukimkan ke negera ketiga seperti Selandia Baru atau Amerika Serikat meski pejabat senior pemerintah sebelumnya mengatakan hal tersebut sedang dipertimbangkan.

Michael McCormack, yang sekarang menjadi PM sementara karena Morrison sedang berada di luar negeri mengatakan masalah ini sedang dipertimbangkan oleh pemerintah dan keputusan akan diambil dalam waktu dekat.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News

BACA ARTIKEL LAINNYA... Turki Bebaskan Pengantin ISIS Asal Melbourne Karena Tak Ada Orang Lain yang Mengasuh Anaknya

Berita Terkait