Kembali ke Nilai-nilai Spiritual dan Nasionalisme

Sabtu, 29 Mei 2010 – 06:21 WIB
TIMIKA - Meski merupakan kelompok minoritas dan belum memiliki tempat ibadah (vihara), namun puluhan umat Buddha di Kabupaten Mimika, Jumat (28/5) pagi tetap merayakan Hari Raya Waisak 2554 BE/2010, yang jatuh pada tanggal 28 Mei 2010Perayaan Waisak yang dirayakan di lantai dua Toko Cahaya Timika, Jalan Yos Sudarso itu, berlangsung khidmat

BACA JUGA: Empat Tahun, Kasus Makin Kelam

Tampil sebagai pemimpin puja atau pemimpin kebaktian adalah Upasika Candani
Sedangkan MC Upasika Silavimala.

Kebaktian dalam rangka perayaan Trisuci Waisak 2554 BE/2010 itu, diawali dengan kata pengantar dari pemimpin puja

BACA JUGA: 112 Orang Dapat Nama Baru

Ini dilakukan dengan mengarahkan umat mempersiapkan diri, melaksanakan kebaktian Trisuci Waisak dengan sikap anjali
Selanjutnya, dilakukan penyalaan lilin panca warna, menyanyikan lagu pengudapaan, hingga pada proses meditasi

BACA JUGA: Tiga Ribu Umat Rayakan Waisak

Meditasi di mana semua umat Buddha berada dalam sikap tenang, yang bertujuan untuk membersihkan hati dan pikiran, agar dapat menerima gaya-gaya kesucian dari Hari Suci Waisak, serta menerima berkah dari kebaktian tersebut.

Usai kebaktian, upacara dilanjutkan dengan pesan dan renungan Waisak dari Pengurus Provinsi Papua Majelis Budhayana Indonesia, yang dibacakan oleh Upasaka Jutiwarni, mewakili Ketua Cetya Romo Pandita Surya Dharma Steven TanAdapun pesan Waisak 2554 BE/2010 (Sangha Agung Indonesia) itu adalah tentang "Kesadaran Penuh Waisak Menyadarkan Kembali pada Nilai-nilai Spiritual dan Nasionalisme".

Disampaikan, peristiwa agung yang terjadi pada bulan Waisak tersebut merupakan sebuah rangkaian kehidupan yang penuh dengan totalitas dedikasi, serta karya besar bagi kemanusiaan, peradaban dan alam semestaRealisasi spiritualitas keterbangunan nurani Sidharta, disebutkan bukanlah suatu capaian yang berangkat dari ketakutan, atau penolakan sepihak terhadap penderitaan pribadi ataupun yang bersifat kebetulan, karena sudah dipilih dan ditakdirkanMelainkan itu berangkat dari observasi langsung terhadap realitas kehidupan, diiringi kepedulian terhadap derita semua agregat kehidupan, yang kemudian diperjuangkan dengan sepenuh hati, tanpa kenal lelah.

Merenungkan realisasi Sidharta tersebut, kebangkitan dinyatakan bukanlah monopolinya dan juga bukan sesuatu di luar potensi manusiaNamun, di dalam diri manusia justru terdapat potensi spiritual tersembunyi yang luar biasa (buddhata)Sehingga dalam hal ini, yang harus dilakukan adalah mengembangkan dan membuka kemungkinan-kemungkinannya.

Upasaka Jutiwarni didampingi Upasaka Jemmy Mulyono dan beberapa upasaka lain, ketika ditemui Radar Timika (grup JPNN) seusai perayaan Waisak mengatakan, makna Hari Raya Trisuci Waisak merupakan hari raya terbesar agama BuddhaDi mana hari ini pada intinya memperingati tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Sidharta, pencapaian penerangan sempurna oleh petapa Gautama, serta Parinibanna-nya Sang Buddha.

"Sejak saat itu pula, kita kembali diingatkan pada semangat yang terkandung dalam tiga peristiwa Suci Waisak," ujar Upasaka Jutiwarni.

Pada kesempatan itu, ia juga mengatakan bahwa umat Buddha turut memberikan kontribusi kepada bangsaYaitu dengan berperan positif dalam menerapkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam ajaran BuddhaSecara khusus disampaikan pula, agar di Kabupaten Mimika khususnya, umat Buddha yang ada diharapkan agar menjadi suri tauladan bagi masyarakat lainnya di daerah ini(spy)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Waisak, Lebih dari Sekadar Meditasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler