Kemenag Sebut Data ICW Tidak Akurat

Minta Selesaikan Polemik Biaya Haji di DPR

Minggu, 20 Juni 2010 – 07:03 WIB

JAKARTA --- Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait potensi korupsi dalam Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terus menggelindingKemenag menganggap, perhitungan inefisiensi pengelolaan dana haji yang mencapai Rp 843 miliar tidak akurat

BACA JUGA: Kasasi Dibatasi Kualitas PN dan PT Harus Ditingkatkan

ICW disarankan untuk mengirimkan data-data temuan inefisiensi kepada forum Panja BPIH DPR agar bisa diklarifikasi dan dibahas dengan detail.

"Sebenarnya saya tidak berkenan mengomentari data yang saya sendiri belum terima detailnya
Karena bagaimanapun ada banyak sudut pandang dan penjelasannya," kata Setdirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Abdul Ghafur Djawahir saat dihubungi kemarin (19/6)

BACA JUGA: Kerugian Tak Jelas, Kejagung Dituding Lamban

Ghafur dan tim Kemenag sedang berada Madinah, Arab Saudi, untuk menuntaskan persiapan haji hingga pekan depan.

Seperti diwartakan, ICW menyebutkan potensi kerugian pada pelaksanaan haji tahun ini mencapai USD 457,2 per jamaah haji atau setara dengan Rp 4,3 juta
Jika dikalikan dengan jumlah jamaah Indonesia, maka nominal inefisiensi mencapai USD 88.738 juta atau setara Rp 843,019 miliar

BACA JUGA: MK Dukung Pembatasan Kasasi ke MA

ICW menyebutkan, biaya haji normal yang wajar ditanggung jamaah adalah sebesar USD 3.585,9 atau setara dengan nominal Rp 34 juta dengan kurs yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 9.500.

Ghafur mengatakan, berbagai komponen yang diajukan Kemenag kepada DPR dalam forum Panja PBIH, disusun dengan detailKomponen biaya disesuaikan dengan kondisi harga pasar dan standar biaya ketika hari H pelaksanaan hajiArtinya, beberapa pos pembiayaan ditetapkan sedikit lebih tinggi dari harga biasaItu adalah langkah antisipasi karena ketika musim haji harga pasar justru cenderung naik berlipat ganda akibat peak season"Contoh lain misalnya biaya pesawatKan itu kita carter armadanyaJadi tidak sama dengan penerbangan regulerPesawat haji itu berangkat penuh pulangnya kosong jadi harganya beda," terang Ghafur.

Alumnus Universitas Al Azhar itu mengatakan, penghitungan berdasar pada momentum penyelenggaraan haji yang termasuk kategori kontingensi tinggiDia tidak menyalahkan atau membenarkan data ICWMenurutnya, data itu lebih tepat dibawa ke forum Panja BPIH karena disana ada unsur pemerintah dan parlemen yang merancang keputusan nominal riil biaya haji 2010"Pada dasarnya pembahasan (antara DPR dan Pemerintah, Red) alot karena sama-sama ingin memangkas inefisiensi, jadi disana tempat yang tepat di depan para wakil rakyat," kata dia.

Menanggapi pernyataan Kemenag, Koordinator ICW, Ade Irawan mengatakan bahwa pembahasan biaya haji dalam Panja DPR juga belum mewakili rasa keadilan rakyatKarena, Kemenag dan DPR tidak berupaya memenuhi unsur keterbukaan publik dengan intens merilis komponen biaya haji dan penggunaan anggaran secara riilMenurut, Ade, komitmen pemerintah dan perlemen untuk terbuka dalam pengelolaan uang milik jamaah haji yang nilainya triliunan rupiah itu belum 100 persen

"Hasilnya mirip kucing dalam karung, tahu-tahu ramai diberitakan biaya haji sekian juta tanpa melibatkan publik dalam prosesnyaPadahal, uang haji itu murni dari kantong rakyat dan bukan uang negara atau uang pemerintah apalagi parlemen," kritik dia.

Ade merinci, inefisiensi itu sejatinya sesuai dengan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menemukan 24 pos pembiayaan haji yang rawan dikorupsiMenurut dia, komponen biaya yang diajukan Kemenag dibandingkan dengan harga pasar dan hasil akhir ditemukanlah nominal inefisiensi yang mencapai Rp 843,019 miliar tersebutPihaknya bahkan siap mempertanggungjawabkan temuan tersebut jika Kemenag minta klarifikasi"Kalau mau debat kami siapBahkan bila perlu disiarkan langsung kepada publik agar jamaah yang menitipkan uangnya kepada pemerintah melihat." Pungkas dia(zul/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditjen Pajak Serahkan Data 4 Perusahaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler