jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut susu kental manis tidak baik bagi anak-anak.
"Tahukah kamu jika SKM dibuat dengan cara menguapkan sebagian air dari susu segar (50%) dan ditambah dengan gula 40-50%," tulis Kemenkes RI di akun Twitter @KemenkesRI pada 30 April 2018 lalu.
BACA JUGA: Perlu Kampanye Masif Tentang Bahaya Susu Kental Manis
Kemenkes juga mengungkapkan bahwa susu kental manis mengadung karbohidrat (KH) dan gula yang jauh lebih tinggi.
Susu kental manis juga mengandung protein yang jauh lebih rendah dari susu full cream.
BACA JUGA: Bergotong Royong demi Kekhusyukan Jemaah Haji RI
BACA JUGA: Susu Kental Manis Bukan untuk Anak-Anak
Padahal, kebutuhan gula anak usia 1-3 tahun sekitar 13-25 gram. Jika meminum SKM dua kali dalam sehari, hal itu sudah melebihi kebutuhan gula. Belum lagi dari sumber makanan lain.
Kemenkes menyebutkan, Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 yang diamendeman dengan Permenkes Nomor 63 Tahun 2015 telah menetapkan batasan-batasan konsumsi gula, natrium dan lemak.
Konsumsi gula sebaiknya 50 gram atau empat sendok makan, natrium lebih dari 2.000 miligram (1 sendok teh), dan lemak 67 gram (5 sendok makan) per orang per hari.
Apabila mengonsumsi gula, natrium, dan lemak lebih dari batas-batas yang diebutkan, seseorang berisiko terkena hipertensi, strok, diabetes, serta serangan jantung.
"Nah, sebaiknya bijaklah dalam menggunakan SKM ya #Healthies! Mengurangi konsumsi gula pada makanan sehari-hari dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan menurunkan risiko penyakit tidak menular," tulis Kemenkes.
Anggota UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Damayanti Syarif pun menghimbau orang tua tidak memberikan susu kental manis kepada anak.
“Susu kental manis adalah produk yang fungsinya sebagai bahan makanan, memiliki kandungan gula 50 persen serta berisiko bila dikonsumsi oleh anak,” ujar Damayanti sebagaimana dilansir laman resmi www.idai.or.id.
Susu kental manis adalah produk yang sering digunakan sebagai bahan pelengkap masakan.
Produk ini memiliki kandungan gula yang tinggi. Susu kental manis juga sedikit mengandung protein susu yang merupakan zat yang dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak.
Berdasarkan kategori pangan BPOM, produk kental manis masuk dalam kategori susu apabila memiliki kandungan protein minimal 7,5 persen.
Dengan demikian, kental manis yang memiliki kandungan protein di bawah 7,5 persen otomatis disebut krimer kental manis dan tidak dapat dikatakan susu.
Damayanti mengungkapkan, sebagian besar produk kental manis yang beredar di pasar Indonesia hanya mengandung sekitar 2-3 persen protein susu.
Memberikan susu kental manis yang minim gizi namun tinggi gula untuk anak sebagai pelengkap gizi dan pertumbuhan adalah keputusan yang keliru.
Lebih keliru lagi bila yang diberikan adalah krimer kental manis yang jelas tidak masuk dalam kategori susu.
Faktanya, sebagian besar konsumen belum bisa membedakan mana susu dan mana krimer.
Meski pada label kemasan krimer kental manis sudah tidak mencantumkan keterangan susu, tetapi kenyataannya masyarakat masih beranggapan yang putih adalah susu.
Kesalahan tersebut tidak dapat sepenuhnya ditimpakan pada konsumen yang tak jeli membaca label.
Gerakan bijak membaca label baru dikampanyekan dua tahun terakhir ini. Sementara itu, brainstorming konsumen oleh produsen melalui iklan dan promosi yang seolah-olah menunjukkan krimer kental manis adalah susu bergizi untuk keluarga telah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pada label produk kental manis harus memuat secara jelas informasi kandungan dan untuk apa produk ini seharusnya digunakan.
“Itu menyesatkan konsumen karena itu akhirnya dikonsumsi konsumen itu gula bukan susu,” ujar Tulus.
Untuk itu, Tulus meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memperbaiki terminologi kental manis guna menghindari kebingungan masyarakat. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... ASI Tercukupi, Anak Tidak Butuh Susu Kental Manis
Redaktur & Reporter : Ragil